aku, kamu, and sex

Cinta 1



Cinta 1

1"Humaira." Sapa laki-laki yang berdiri tak jauh dari Humaira.     

'Dia.' Batin Humaira.     

Humaira tak mengubris sapaan yang tertuju padanya setelah dia tahu siapa laki-laki yang memanggilnya.     

"Humaira." Panggil laki-laki itu lagi, namun Humaira terus saja berjalan ke kasir dan trolly seketika beralih pada sang sopir yang bertugas mendorong sedangkan Heri telah menghalangi laki-laki itu untuk mendekati Humaira.     

"Kini kau berubah Humaira." Gumam laki-laki itu.     

"Langsung pulang, Pak." Perintah Humaira pada sang sopir.     

"Apa saya perlu berbuat sesuatu pada laki-laki itu nyonya, agar tidak menganggu anda lagi?" Tanya Heri pada Humaira.     

"Tidak perlu, Mas Heri. Dia hanya orang dari masa lalu saya. Hanya saya malas untuk bertemu lagi dengan rang itu, lagi pula kalau bang Arka dan suamiku tahu, pasti mereka akan menyuruh saya menghindarinya." Sanggah Humaira. Heri hanya mengangguk patuh.     

Sepuluh menit kemudian mereka telah sampai di rumah, Heri dan sang sopir membawa belanjaan mereka masuk ke dalam dapur, sedangkan Humaira langsung ke kamarnya untuk membersihkan diri.     

Heri melaporkan apa yang baru saja terjadi di supermarket pada Rey. Membuat rahang tegas Rey mengeras.     

"Selidiki, siapa dia." Perintah Rey pada Heri.     

"Siap Bos."     

Sedangkan di kantornya Rey sedang berbincang dengan Ronald yang datang tiba-tiba ke kantornya setelah Sofyan pulang.     

"Jadi siapa lagi yang menganggu Humaira kali ini?" Tanya Ronald pada sang adik.     

"Aku juga ga tahu siapa dia kak, kata Heri, Humaira langsung pergi begitu saja saat melihat laki-laki itu."     

"Istrimu itu cantik Rey, wajar saja banyak yang suka."     

"Tak wajar lah kak menyukai istri orang."     

"Tak semua orang tahu kalau Humaira telah menikah."     

"Ya juga, tapi bukan itu yang aku takutkan kak, aku takut ada saingan bisnis kita yang bertindak kelewatan hingga menghalalkan cara. Aku ga mau apa yang keluarga kita alami terjadi juga pada kita, maka dari itulah aku semakin protektif pada Humaira." Jelas Rey pada sang kakak.     

"Ya, Rey kamu benar, kita memang harus berhati-hati dan selalu waspada."     

"Ya, kakak juga harus lebih berhati-hati lagi menjaga Rena."     

"Kau benar, aku memang harus lebih berhati-hati menjaganya, selain musuh Ayahnya masih banyak yang berkeliaran, tapi juga karena dia menjadi istriku, aku takut dia menjadi sasaran pesaingku."     

"Oya kak, bagaimana kabar Regan? Tempo hari dia bilang mau menemui Danil di negara A?"     

"Dia baik-baik saja, dia juga sosok yang cepat untuk belajar begitu juga dengan Lola, mereka cepat menyesuaikan diri. Kalau tidak salah setelah meeting direksi awal minggu depan, dia akan berangkat ke negara A untuk bertemu dengan Danil."     

"Ternyata dibalik sikap diamnya Danil, tersimpan banyak misteri di dalamnya, dia banyak menyimpan luka yang kasat mata."     

"Kau benar, bahkan aku yang sangat dekat dengannya sulit untuk menebak apa yang dia pikirkan, tapi aku yakin Jelita tau segalanya tentang Danil, itulah sebabnya Danil tak bisa berpaling dari Jelita barang sekejap pun."     

"Dan kau terima kekalahanmu?" Ejek Rey pada sang kakak yang jelas tahu masa lalunya.     

"Ya, harus aku terima, memang itu yang terbaik untuk aku dan Danil, nyatanya kami bisa kembali hidup normal layaknya orang pada umumnya."     

"Walau aku tahu itu sangat sulit kak."     

"BUkan hanya sulit, tapi menyakitkan. Saat awal aku bertemu dengan Rena tak ada sedikitpun yang membuat aku bergairah ketika bersamanya, padahal aku dan dia sering tidur satu kamar, bahkan aku pernah mengantikan pakaiannya. Dan biasa saja."     

"Serius kak?"     

"Jadi sebelum kakak menikahi Rena, kakak sudah pernah melihat__" Rey tak melanjutkan ucapannya tapi tangannya mengisyaratkan bentuk tubuh.     

"Ya, seksi untuk anak seusianya, tapi ketika tiba-tiba Rena pergi, aku merasakan apa yang disebut itu rindu dan aku baru menyadari jika aku mencintai gadis kecil itu." Jawab Ronald dengan jujur.     

"Dan kini aku lihat Rena semakin berisi, aku yakin itu karena perbuatanmu, kak. Kau tak bisa mengontrol dirimu. Rena masih kecil."     

"Kau benar, sekuat-kuatnya aku menahan akhirnya jebol juga pertahananku, Rena juga turut andil karena dengan sengaja dia menggodaku."     

"Kau ini kak, lalu bagaimana rasanya bisa bercinta dengan perempuan?" Tanya Rey sambil memainkan alisnya.     

Ronald melempar bantal sofa kea rah sang adik yang seolah sedang mengejeknya, "Sialan kau."     

Rey tertawa terbahak melihat wajah kakaknya yang tiba-tiba berubah merah.     

"Kau sendiri aku yakin tak absen barang semalampun, nyatanya Humaira hamil dengan begitu cepat." Ronald berganti menyerang sang adik.     

"Mana bisa aku tahan jika setiap malam harus tidur dengan perempuan seksi, pada awalnya aku tak pernah membayangkan bagaimana tubuh Humaira karena selama ini tertutup baju gamis, tapi ternyata dia tak kalah seksi dengan para fotomodel yang sering mengejar-ngejarku." Ujar Rey terbahak.     

Memang kedua kakak adik itu tak segan-segan untuk menceritakan apapun, keduanya saling terbuka demi keharmonisan persaudaraan mereka, begitu juga dengan Jelita, baik Ronald ataupun Rey tak pernah menutupi apapun darinya.     

"Nanti malam ikutlah makan malam di rumahku, ajak Rena, aku juga mengundang sahabatku yang dulu dijodohkan dengan Farida, masih ingat dengan Farida kan kak?"     

"Ya, tentu saja kakak ingat, perempuan yang kau sukai saat di pesantren kan?"     

"kakak benar."     

"Oke, nanti malam aku ke rumahmu bersama Rena, lagipula memang rencanaku malam ini mau ke rumah mu bersama Rena."     

"Baiklah kalau begitu, Humaira pasti senang jika kalian datang, lagipula Humaira belum pernah bertemu dengan Rena semenjak pulang dari negara C, oya ternyara Rena hebat sekali dalam menembak ya, tadinya aku tak percaya sewaktu ayah bilang jika Rena pandai menembak, tapi setelah melihat aksinyanya di negara C, aku benar-benar salut sama dia, nyali sama tubuhnya tak selaras, tubuhnya kecil tapi nyalinya luar biasa besar."     

"Aku saja tidak percaya sama sekali saat ia tiba-tiba datang di depanku sambil menembak ke musuh-musuh yang menodongkan senjatanya padaku."     

"Luar biasa, kenapa para wanita di rumah kita pandai sekali bela diri ya kak, aku pun tak tahu jika Humaira pandai bermain jurus."     

"Aku pun tak percaya jika perempuan semanis Jelita bisa beladiri, sampai membuat kakiku patah."     

Rey dan Ronald tersenyum lebar, mengingat para wanita mereka yang pandai berkelahi.     

"Kapan ayah pulang? Aku belum pernah bertemu dengan ibu tiriku?" Ucap Rey sambil tersenyum.     

"Aku juga tidak tahu, sepertinya ayah sedang mengembangkan sifat mesumnya." Jawab Ronald sambil tertawa.     

"Tega kau kak."     

"Tega bagaimana, bukankah sifat ayah yang satu itu menurun pada kita?"     

"Sialan kau."     

"Tapi aku bahagia akhirnya ayah kembali hidup, setelah sekian lama seperti mayat hidup." Ucap Ronald sambil menerawang mengingat bagaimana ayahnya dulu.     

"Ya, Alhamduililah sekarang ayah menemukan kebahagiaannya."     

"Semoga kita semua selalu bahagia Rey."     

"amiin kak."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.