Rasa Penasaran Rena
Rasa Penasaran Rena
"Kamu kenapa sih sayang?" Tanya Ronald sambil menoleh pada sang istri.
"Aku masih penasaran dengan orang tadi, pokoknya selesai makan malam, kamu harus minta sama Rey untuk mengecek CCTV."
"iya…iya sayang, ayo masuk kita sudah di tunggu."
"Assalamualaikum." Ucap Ronald dan Rena secara bersamaan.
"Waalaikumsalam." Rey dan Humaira menyambut kakak mereka dengan senyum lebar.
"Subhanallah, Rena. Kamu cantik banget." Puji Humaira pada Rena.
Rena tersenyum. "Terimakasih kak."
"Harusnya aku yang panggil kamu kak." Ucap Humaira sambil tertawa.
"Ya aku jadi ga enak, jadi berasa tua." Jawab Rena yang membuat mereka semakin tertawa lebar.
"Panggilnya tante saja lah, dari pada bingung, sebentar lagi kan jadi tante." Ucap Humaira.
"Oya, selamat ya… seperti kalian punya baby, aku kapan ya?" Ujar Rena sambil melirik Ronald yang tersenyum padanya.
"Memangnya kamu beneran pingin punya anak di usia muda?" Tanya Rey pada kakak iparnya.
"Iya lah, kan aku udah bilang, aku pingin banget punya baby, pasti lucu." Jawab Rena sambil membingkai wajah sang suami gemas.
"Semoga tak lama lagi sayang." Jawab Ronald.
"Amiin."
"Ayo masuk," ajak Rey pada kedua kakaknya.
"Sahabat kamu sudah datang, Rey?" Tanya Ronald pada Rey yang berjalan bersisian dengannya.
"Sudah, dia menunggu di dalam."
"Sofyan?" Ucap Ronald sambil menunjuk pada Sofyan yang juga menunjuknya.
"Ronald."
"Aku ga nyangka kita ketemu disini."ucap Sofyan.
"Begitupun aku, apa kabarmu?" kata Ronald sambil menjabat erat tangan kawan lamanya ini.
"Kalian berdua saling kenal?" Tanya Rey pada Sofyan dan Ronald.
"Ya, dia yang dulu membangun pesantren disisi barar."
"Benarkah? Bukankah waktu itu aku baru saja keluar dari pesantren ya." Ujar Rey mengingat masa lalu.
"Ya, kamu benar."
"Pantas saja aku tidak tahu."
"Jadi Ronald ini kakak kamu?" Tanya Sofyan.
"Ya, Ronald ini kakak kandungku, dan ini istrinya. Rena." Jawab Rey sambil mengenalkan kakak iparnya.
"Istrimu? Memang masih muda atau memang bermuka muda?" Tanya Sofyan setelah menangkupkan tangannya didada saat bersitatap dengan Rena.
"Memang aku sukanya yang muda-muda." Jawab Ronald yang membuat mereka tertawa terbahak.
"Ayo, kita makan dulu, nanti lanjut mengibrol." Ajak Rey yang membimbing tamunya ke meja makan.
"Sungguh ini kejutan untukku, lalu Jelita? Kau bilang kau hanya dua bersaudara." Tanya Sofyan.
"Oh, Jelita juga adikku, kami tiga bersaudara, hanya dulu aku dan kak Ronald tidak terlalu dekat karena perbedaan umur kami terlebih aku dari kecil di pesantren." Rey sengaja tidak mau lebih membuka cerita masa lalu keluarganya.
"Oh, begitu."
"Ya, dia lebih dekat dengan Jelita dalam segala hal, sampai-sampai punya anak aja janjian." Kata Ronald sambil mulai mengarahkan sendok ke piringnya.
"Kapan kau akan mengunjungi pesantren lagi, setelah selesai pembangunan pesantren kau tak pernah datang lagi." Kata Sofyan.
"Ya, mungkin kapan-kapan jika sudah tidak terlalu sibuk."
"Memang kau selalu sibuk Ronald. Pengusaha muda terkenal sampai wajahmu sangat familiar di media masa atau di infotanment."
"Ya, mereka sering mengosipkan kakakku yang katanya belum laku, padahal istrinya selama ini tinggal di luar negeri jadi tidak banyak yang tahu kisah cinta mereka." Ucap Rey lalu memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Ya, gara-gara tidak ada yang tahu aku sudah menikah, kemarin saat dia pertama datang ke kantor terjadi kegaduhan, karena ada perempuan cantik yang tiba-tiba saja menciumku." Jawab Ronald sambil tersenyum kea rah Rena.
"Wah, pasti heboh dikantor kamu Ronald."
"Bukan hanya heboh, tapi ada yang patah tulang karena di hajar oleh istriku." Ronald tersenyum lebar di sela-sela makannya.
"Bagaimana bisa?"
"Ya, karena dia dilarang untuk masuk ke dalam kantor, dan ponselku sengaja aku matikan, karena tak tahu jika dia akan datang."
"Pantas saja, karyawanku ada yang melapor baru saja membetulkan alat keamanan di kantor kakak yang rusak."
"Rena tinggal di luar negeri berarti kalian berjauhan?" Tanya Sofyan.
"Ya, dia harus menyelesaikan sekolahnya disana."
"Dia masih sekolah?" Tanya Sofyan tak percaya.
"Ya, setingkat SMU."
"Benar-benar kau Ronald." Ucap Sofyan tak percaya.
Beberapa saat kemudian mereka telah selesai makan malam, lalu melanjutkan obrolannya di ruang keluarga, sedangkan Rena langsung mengajak Humaira ke ruangan CCTV karena rasa penasaran yang sudah sampai di ubun-ubun.
"Memang kamu lihat apa, Ren?" Tanya Humaira saat mereka berjalan ke ruang kendali keamanan di rumah itu.
"Aku lihat cowok tadi naik mobil, terus berhenti di depan pagar rumah kamu, aku curiga aja."
"Cowok?"
"Iya."
Humaira mempercepat langkahnya, lalu mereka sampai di sebuah ruangan yang terdapat berderet computer yang menampilkan isi rumahnya.
"Coba kamu periksa." Kata Humaira memberi ruanga pada Rena untuk melihat sisi rekaman tadi.
"Ini dia. Cowok ini yang aku maksud." Ucap Rena sambil menoleh pada Humaira.
Humaira menarik satu kursi yang tak jauh dari tempatnya, lalu duduk di samping Rena, matanya menatap layar yang menangkap sosok pria berkaca mata yang sangat ia kenal. Pria yang meninggalkannya demi perempuan lain.
"Haris." Ucap Humaira.
"Kamu mengenalnya?" Tanya Rena.
"Ya, dia mantan tunanganku. Dan sekaligus teman sekolah dulu."
"Lalu dari mana dia tahu rumahmu? Dan ngapain dia ngliatin rumah kamu kayak gitu, mencurigakan banget." Ujar Rena sambil menatap Humaira.
"Aku juga ga tahu, tadi aku ketemu sama dia di supermarket, tapi aku mengacuhkannya."
"Kenapa?"
"karena aku malas bertemu dengannya. Lagipula ga penting juga ketemu sama dia."
"Benar juga, tapi gerak geriknya mencurigakan gitu, kak Humaira harus hati-hati sama dia."
"Ya."
"Memangnya kenapa dulu kalian putus?"
Humaira menarik nafas panjang, lalu menoleh pada Rena. "Dia pergi gitu aja tanpa kabar, lalu satu bulan kemudian orang tuanya datang ke rumahku dan memutuskan pertunangan kami, semenjak itu aku tak mau lagi untuk berdekatan dengan laki-laki hingga akhirnya aku bertemu dengan Rey yang langsung mengajakku untuk menikah."
Rena menagangguk, "Mungkin dia ingin minta maaf sama kamu kali kak."
"Untuk apa, aku juga sudah tak memikirkan tentang perbuatannya lagi kok."
"Itu kak Humaira belum tentu dia, siapa tahu dia merasa tak enak pada kak Humaira karena memutuskan pertunangan kalian begitu saja."
"Ya, ga tau juga."
"yang penting sekarang kakak harus berhati-hati karena kita ga tahu maksud dia sebenarnya itu apa."
"Iya, aku akan ceritakan tentang hal ini pada Rey."
"Iya kak itu harus, jangan sampai Kak Rey salah paham dengan laki-laki itu."
"Oke, kakak kecil."
"Kok?"
"Iya, kamu kakak yang masih kecil."
Lalu keduanya tertawa bersama.