aku, kamu, and sex

Perjuangan 7



Perjuangan 7

1Rena masih bergelung dengan selimut sambil memeluk tubuh Ronald erat, dengan lengan sang suami menjadi bantalnya. Ronald menatap wajah imut istri kecilnya, tak tega rasanya harus meninggalkan dia dalam waktu yang entah sampai kapan.     

Ronald membelai rambut panjang Rena dengan rasa sayang yang begitu besar, Ronald mengingat saat pertama kali ia bertemu dengan Rena, rasanya tak dapat dipercaya gadis kecil tomboy, yang selalu memakai celana pendek dan kaos oblong serta topi dapat melumpuhkan hatinya, membuat ia tak mampu berkutik dalam dekapan buaian cinta Rena, sang gadis kecil yang membuat dia rindu setengah mati jika sehari saja tak menatap wajahnya, jangankan sehari satu jam saja dia akan kebingungan dan galau tingkat dewa jika tak melihatnya.     

"Bagaimana kau bisa membuat aku jatuh cinta padamu sampai segila ini? Hingga aku tak mampu menolak apapun keinginanmu." Gumam Ronald sambil membelai wajah Rena dan memberinya kecupan hangat di dahinya.     

"Egh." Rena mengeliat merasakan hembusan nafas sang suami yang tepat berada disampingnya.     

Ronald kembali memeluk erat tubuh sang istri rasanya enggan untuk melepaskan.     

"Om, Rena ga bisa nafas kalau om terlalu kencang meluk Rena." Ucap Rena dengan mata yang masih terpejam.     

"Maaf sayang, tidurmu jadi terganggu karena aku." Kata Ronald penuh penyesalan, perlahan Rena membuka matanya, lalu menatap sang suami yang menatapnya dengan senyuman manis, dan tiba-tiba saja memberikan kecupan lembut di hidungnya.     

Rena bangkit kemudian duduk di atas ranjang, lalu menengak air putih yang ada di atas meja nakas.     

"Om, kenapa ga tidur, ini masih malam lho, besok om kesiangan berangkat ke kantor." Kata Rena sambil menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, begitu juga dengan Ronald,     

"Dua hari lagi kita berangkat ke negara A," Ucap Ronald sambil melirik Rena yang duduk disampingnya sambil memeluk guling dan mengerucutkan bibirnya.     

"Liburanku masih lama, Om." Tandas Rena tanpa menatap kearah Ronald, dagunya ia sandarkan pada bantal guling yang ada dalam pelukannya.     

"Aku harus segera menyelesaikan urusanku di negara C, sebelum lebih banyak lagi orang yang jadi korban." Ujar Ronald dan seketika Rena langsung menatap suaminya yang sedang menunduk sambil bersedekap.     

Rena menyandarkan kepalanya di pundak Ronald, lalu berujar, "Apa yang sudah terjadi?"     

Ronald menatap mata Rena yang sedang mendongak menatapnya, kemudian menarik hidung mungilnya gemas. "Mama dan Humaira."     

Rena beralih duduk menjadi diatas pengkuan Ronald dan menghadap ke suaminya, "Ceritakan padaku."     

"Tadi mama ga cerita?" Tanya Ronald dan Rena mengeleng, "Mungkin mama sama kak Humaira ga mau lihat aku sedih, atau menjadi takut."     

"memangnya kamu ga takut? Kamu sekarang istriku Rena, mungkin saja musuh-musuh ku mengincarmu."     

"Aku tidak takut, lagipula yang tahu aku istri om kan Cuma keluarga kita aja."     

"Om yang terlalu mengkhawatirkan aku."     

"Karena aku mecintaimu istri kecilku, aku tak mau terjadi apapun padamu."     

"Tidak akan ada yang terjadi padaku, Om tenang saja."     

"Rena_"     

"Umurku memang masih muda Om, tapi aku tak semanja umurku, otakku pun tak sedangkal itu, aku bisa menjaga diri dengan baik, percayalah, aku sudah memikirkan segalanya ketika aku memintamu untuk menikahiku."     

"Apakah benar ini pemikiran anak berusia 17 tahun?" Tanya Ronald sambil mencubit pelan hidung Rena.     

"Aduuh sakit." Rengek Rena sambil memegang hidungnya yang tadi di cubit oleh Ronald.     

"Aku percaya padamu, kamu galaknya minta ampun, sampai para preman aja takut sama kamu." Ucap Ronald sambil terkekeh.     

Rena tersenyum, lalu membelai wajah tampan yang menatap ke arahnya dengan tatapan lembut.     

"Suamiku ganteng," Kata Rena, yang membuat Ronald terkekeh.     

"Sebenarnya aku tak pernah tahu alasan pasti mu ingin segera aku nikahi, apa kepergianku ke negara C hanya sebagai alasan saja atau bagaimana aku tak bisa menebak jalan pikiranmu." Kata Ronald dengan meremas tubuh belakang Rena pelan.     

"Aku hanya ingin meyakinkan dirimu jika aku takdir mu, itu saja." Kata Rena, Ronald tersenyum lebar, lalu mencium bibir istrinya sekilas.     

"Terkadang aku tak percaya jika umurmu masih tujuh belas tahun." Ucap Ronald.     

"Kadang kamu sangat dewasa, kadang kamu seperti anak-anak, kadang kamu seperti layaknya remaja seumuranmu, kadang kamu seperti nenek-nenek cerewet yang membuat kupingku panas karena omelanmu." Imbuh Ronald.     

"Aku memang nenek-nenek peot yang berreinkarnasi menjadi gadis remaja." Lalu Rena tertawa.     

Rena merebahkan kepalanya di dada bidang sang suami yang tak tertutup apapun.     

"Om, perasaan kalau tidur sama Rena ga pernah pake baju deh, tapi waktu menginap di rumah Rena dulu om selalu pakai baju lengkap."     

Ronald kembali terkekeh, "Aslinya aku ga pernah pake baju kalau tidur, dulu kamu belum jadi istriku, apa yang kamu pikirkan jika aku tidur telanjang di bawah ranjangmu."     

"Benar juga ya."     

Ronald membelai pungung Rena yang tertutup baju tidur berbahan satin yang lembut, kemudian memeluknya erat "Tidurlah ini masih malam. Kita lanjutkan besok ngobrolnya ya."     

"Cium dulu." Kata Rena lalu memonyongkan bibirnya kearah wajah Ronald.     

Lagi, Ronald terkekeh melihat aksi mengemaskan istrinya.     

CUP     

Ronald mengecup bibir istrinya sekilas, yang membuat mata Rena yang tadi terpejam kini terbuka lebar menatap sang suami yang tertawa kecil melihatnya.     

"Bukan begitu, tapi begini." Rena langsung mengalungkan kedua tangannya pada leher Ronald dan membawanya pada ciuman lembut yang menghanyutkan.     

Rena menyukai setiap ciuman yang diberika oleh suaminya, ciuman yang lembut dan dalam, membuat jiwanya bergejolak dalam lonjakan asmara.     

Mereka masih saling melumat dan saling bertukar saliva satu sama lain, dan tak lama mereka mengakhiri sesi ciuman mereka dengan saling tatap.     

"Rena menyukai ciuman Om."     

Ronald tersenyum kemudian menyatukan bibir mereka kembali dengan lebih mesra dan lembut, perlahan Ronald menurunkan Rena dari pangkuannya dan membaringkan tubuh Rena di sampingnya.     

Ronald terus melumat bibir mungil yang menjadi candunya itu, hingga suara desahan keluar dari bibir keduanya disela-sela ciuman mereka. Dan tak lama kemudian Ronald melepaskan bibir istri kecilnya, dan berbisik "Aku menginginkanmu." Rena tersenyum lalu menarik tengkuk suaminya untuk kembali berciuman namun kali ini lebih panas, karena tangan-tangan nakal Ronald tak henti-hentinya menggoda tubuh sang istri yang membuatnya semkin mengeliat dan mendesah.     

Rena pun tak menyadari jika kancing piyama yang ia kenakan telah satu persatu terlepas, dan tangan lihai sang suami telah bersarang di dadanya, disusul oleh bibirnya yang melumat salah satu bukit kembarnya yang membuat ia mengelinjang merasakan kenikmatan yang tercipta dari lidah dan bibir sang suami. Hisapan di dadanya membuat Rena semakin terbuai. Kini tangan Ronald meramabah ke bagian inti tubuh Rena, area yang paling ia sukai dan membuatnya ingin mengulang pergumulannya dengan Rena.     

"Agghhhhh….Om." Rena mendapatkan pelepasan pertamanya, dan Ronald dengan sigap membuka celana panjang yang dipakai oleh Rena, dan menghujamkan benda pusakanya ke liang kenikmatan.     

"Aggghh…" lenguh keduanya, lalu Ronald mulai menggerakkan pingulnya dengan gerakan makin cepat.     

Keduanya terus bersautan saling mendesah dan melenguh nikmat, hingga setelah beberapa menit keduanya meencapai puncak kenikmatannya, Ronald mencium kening Rena lalu merebahkan tubuhnya disamping Rena.     

"Selamat malam sayang, trimakasih kau selalu membuat hari-hari ku menjadi indah, tidurlah."     

"selamat malam, Om." Dan keduanya tertidur sambil berpelukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.