Perjuangan 9
Perjuangan 9
"Aku tak apa-apa Rey." Jawab Ronald lalu keluar dari mobilnya.
"Ada apa kak?" Tanya Humaira.
"Ga ada apa-apa, sudah jangan berisik nanti takut mama dan Rena jadi khawatir." Sahut Ronald sambil memenagkap Humaira yang berdiri di hadapannya.
"Siapa mereka kak?" Tanya Humaira.
"Mereka pasti suruhan orang yang sama, dengan orang yang ingin menculik kamu dan mama, kamu harus hati-hati Ra, jangan keluar rumah sakit sendirian." Kata Ronald.
"Rey, sebaiknya untuk sementara waktu kamu antar jemput Humaira saja, jangan sampai dia kemana-mana sendirian, aku khawatir akan keselamatannya." Imbuh Ronald.
"Baik kak."
"Kakak pakai mobilku saja, aku pakai mobil Humaira." Ujar Rey.
"Baiklah, aku harus segera pergi."
"Hati-hati kak." Ucap Humaira, kemudian Ronald pergi menggunakan mobil Rey untuk ke kantornya, diperjalanan Ronald menelpon Arya menyuruhnya untuk mengirimkan anak buah mereka berjaga di sekitar kediaman orang tuanya, dan rumah sakit tempat Humaira bekerja.
"Kamu ga apa-apa kan Ra?" Tanya Rey yang khawatir melihat Humaira yang terlihat shok.
"Aku Cuma kaget aja, ternyata mereka benar-benar sampai berani mengancam rumah kita." Ujar Humaira sambil menatap Rey lekat.
"Kak Ronald pasti sudah menyuruh anak buahnya berjaga disekitar rumah, inshaallah mama sama Rena aman, biar nanti ini di bersihkan oleh Pak Atmo, ayo kita berangkat."
"Ya, ayo."
Dibenua lain, seorang laki-laki paruh baya sedang menghisap cerutu yang berharga jutaan, cerutu itu di pesan langsung dari negara asal pembuat cerutu, dengan kualitas terbaik.
"Bagaimana tugasmu?" Tanya laki-laki itu.
"Semua berjalan lancar, hanya saja, untuk menghancurkan keluarga Handoko tidak bisa semudah itu, semua keluarganya bahkan menantunya adalah orang yang hebat, kemarin tiga anak buah kita tumbang oleh wseorang wanita yang tak lain adalah menantu Tuan Handoko." Lapor seorang pria tampan yang umurnya jauh dibawah pria yang ia sebut dengan sebutan Bos.
"lalu dimana putriku sekarang?" Tanya laki-laki itu lagi sambil masih menghisap cerutunya.
"kami belum menemukannya boss." Jawab sang anak buah.
"Temukan dia, aku tak mau dia menjadi boomerang untukku." Titah laki-laki itu tanpa menatap sang anak buah.
"Baik bos."
"pergilah." Laki-laki itu mengusir anak buahnya, lalu tanpa membanatah sang anak buah langsung undur diri dari hadapan sang bos.
Laki-laki itu kemudian mematikan cerutunya, lalu meneguk minuman di dalam sloki kecil di atas meja kerjanya.
"Aku takkan membiarkanmu baghagia Handoko, kau harus hidup menderita sama seperti diriku." Gumamnya.
"Kau telah mengambil dia dariku, maka aku akan mengambil apa yang kau punya, agar kau merasakan apa yang selama ini kursakan, handoko." Laki-laki it uterus bergumam.
"Anakmu juga penghalang diriku untuk menguasai pasar gelap dunia, dia dengan berani merancang sesuatu yang mmbuatnya menjadi luar biasa, aku tak menyangka keturunanmu bisa se jenius itu."
Saat Laki-laki itu bergumam tiada henti, tiba-tiba pintu ruangan terbuka lebar, lalu muncul satu lagi anak buahnya untuk melapor.
"Selamat sore Tuan Diego." Yah, laki-laki tua itu adalah Diego.
"Hm, ada apa?" Tanya Diego dingin.
"saya sudah mengetahui dimana letak putrid anda,"
"Dimana dia?"
"di negara F, bekerja jadi asiten ceo disana." Jawab sang anak buah jujur.
"Temukan dia dan seret dia pulang."
"Baik tuan."
"Tapi ingat jangan melukai dirinya." Ancam Diego pada anak buahnya.
"Baik Tuan, permisi." Ucap sang anak buah setia.
Diego masih saja melamun, dan menerawang tentang apa yang terjadi dalam dirinya. Dia menyadari telah begitu egois karena telah membiarkan Selena satu-satunya darah dagingnya untuk tumbuh hanya dengan asuhan baby sitter. Sebenarnya ia tak ingin seperti itu, namu setiap kali ia menatap Selena, dia jadi sedih karena wajah Selena sangat mirip dengan mendiang istrinya.
"maafkan ayah Selena." Gumamnya.
Disisi lain, kini Selena sedang mempersiapkan peralatan yang akan ia bawa untuk pergi berkemah dengan Tuan Handoko, hatinya sangat baghagia, karena ini kali pertama dia merasakan liburan dengan orang yang menyaynginya dengan tulus.
"Apa kamu sudah siap?" Tanya Tuan Handoko pada Selena.
"tentu saja." Jawab Selena kemudian mengandeng lengan Tuan Handoko, sedangkan barang-barangnya ia bawa sudah diangkat oleh sopir ke dalam mobil yang akan mereka tumpangi.
"Ayo kita berangkat." Ajak Tuan Handoko.
"Ayo ayah, aku sudah tak sabar ingin menghabiskan waktuku di pinggiran danau sambil memangag ikan panggan."
"Baiklah baikla, kau terlihat sangat bahagia sekali hari ini, dan aku senag akan hal itu."
"tentu saja aku senang ayah, karena untuk pertama kalinya aku akan berkencan dengan seorang kakek-kakek." Selena terkekeh di ikuti oleh Tuan Handoko yang menatapnya lembut.
"Kau belum pernah pergi dengan ayahmu?" Tanya Tuan Handoko saat mereka sudah meluncur di jalanan yang sedikit padat, karena bertepatan dengan waktu pulang bekerja.
"Sama sekali belum, ayah hanay akan sibuk mengurusi dirinya sendiri." Jawab Selena jujur.
"Jangan seperti itu, bagaimanapun ia adalah ayah kandungmu, Selena." Ucap Tuan Handoko sambil memandang Selena menggunakan ekor matanya.
"Aku tidak membencinya, aku hanya kecewa." Ucap Selena sendu.
"Ya sudah kita nikmati perjalanan kita, apa yang kamu bawa Selena?"
"Banyak, biscuit, makanan cepat saji, minuman, kopi, daging dan masih banyak lagi pokoknya."
"baiklah ayah percaya padamu, kau pasti sudah menyiapkan segalanya dengansangat baik."
"Iya dong ayah, aku ingin perjalanan kita sampai kita pulang camping adalah sesuatu yang berharga dan akan selalu Selena kenang hingga akhir hayat." Ujar Selena penuh dengan mata berbinar.
"Aku senang kalau kau bahagia, selena." Ujar Tuan Handoko, dan tak lama mereka sudah sampi ditepi danau, lalu turun dari mobil untuk menyiapkan campingnya.
Tuan Handoko dengan sigap membantu Selena mendirikan tenda, kemudian mengeluarkan segala perlengkapan dan persediaan makanan mereka diatas meja lipat yang mereka bawa dari rumah, tak lam ia juga membawa dua kursi lipat untuk mereka duduk sambil memancing di tepi danau.
"Minumlah ayah." Selena menyodorkan minuman kaleng pada Tuan Handoko yang langsung di terimanya karena ia juga nerasakan kehausan setelah hampir setengah jam berkendara ditambah mendirikan tenda.
Selena dan Tuan Sanjaya duduk di tepi kolam, menikmati udara senja hari yang teduh karena sinar matahari yang mulai redup.
"ayo kita mincing." Ajak Tuan Handoko yang langsung bangkit dari duduknya untuk menyiapkan pancingnya, dikuti Selena di belakangnya.
"Wah, ayah ini pasti menyenangkan, ayo cepat ayah." Desak Selena agar mereka segera memancing di danau.
"Kamu suka?" Tanya Tuan Handoko.
"Suka, suka banget ayah. Terimakasih telah mengabulkan permintaanku."
Tuan Handoko tersenyum ramah, kemudian berucap, "Karena kau sudah aku anggap seperti anakku sendiri.
Selena menatap lekat wajah Tuan Handoko, lalu bergumam, "Tapi aku ingin kau anggap sebagai kekasihmu."