Pergerakan 4
Pergerakan 4
Ronald menyeret koper milik Rena dan dirinya keluar dari rumah keluarga Sanjaya. Hari ini sesuai yang sudah di rencanakan Ronald dan Rena akan kembali ke negara A walau dia juga harus mampir ke negara F, terlebih dahulu untuk menemui sang ayah.
"Ronald, hati-hati, kamu harus ingat! Sekarang kamu punya Rena, Lebih berhati-hati setiap mau melangkah dan mengambil keputusan karena ada istrimu yang selalu menantimu dengan menumpuk rindu." Ujar sang mama saat Ronald akan masuk ke dalam mobil.
Ronald memeluk tubuh mungil sang mama yang selalu menguatkan dirinya, walau mama angkat nyatanya sang mama sangat menyayanginya, dan tak membedakan antara dia, Rey dan juga Jelita.
"Mama tenang saja, aku pasti kembali dalam keadaan baik-baik saja, doakan selalu Ronald ya ma."Jawab Ronald dalam pelukan sang mama.
"Doa mama tak kan pernah putus untuk kamu dan anak-anak mama yang lain, sampaikan salam mama untuk ayah, tolong sampaikan ke ayahmu 'jangan nakal'."
"Tentu Ronald sampaikan, dia bahkan selalu akan menurut dengan semua ucapan mama."
Setelah berpamitan dengan semua keluarganya akhirnya Ronald dan Rena benar-benar meninggalkan kediaman keluarga Sanjaya dengan di iringi derai air mata sang mama walau saat berbicara padanya sang mama sama sekali tak menunjukkan roman sedih, tapi Ronald dapat melihat sang mama menangis dalam pelukan papa dari kaca mobilnya.
"Mau ikutan nangis?" Goda Rena yang duduk di samping Ronald.
Ronald mendekap tubuh mungil Rena, hanya dial ah kini pelipir laranya, Ronald mencium kepala Rena dan membelai tubuh Rena dengan sayang, Arya yang duduk di kursi samping sopir hanya menarik nafas panjang melihat bos nya yang sedang merasakan kegalauan karena harus pergi ke negara C, entah disana bagaimana nanti pun Arya belum bisa membayangkan.
Ya, perjalanan ke negara C kali ini, Ronald tak sendiri melainkan pergi dengan sang asisten yang ahli dalam bela diri dan menembak, karena Arya juga terlahir dan besar di negara yang penuh konflik.
"Arya, kamu sudah menyiapkan segalanya?" Tanya Ronald pada sang asistent.
"Sudah bos."
"Bagaimana dengan keluargamu?"
"Itu juga sudah bos, anda tak perlu khawatir, semua berkas penting sudah saya serahkan pada pak Rey, saya yakin Pak Rey dapat menghendel semuanya dengan baik, Pak Rey sangat jenius."
"Kamu benar, aku saja tidak pernah menyangka jika Jelita dan Rey punya kelebihan di atas manusia lainnya, mereka berdua bisa memanage otak dan tubuh secara maksimal."
"Apa nanti anak nyonya Jelita juga akan menuruni kepandaian nyonya ya bos?"
"Sepertinya, ditambah Danil. Huh!!! Luar biasa, saya juga tak sabar ingin melihat anak mereka."
"Kalau anak bos?"
"Aku ingin punya anak perempuan, biar cantik seperti ibunya." Ucap Ronald sambil melirik Rena yang duduk bersandar bahunya.
"Aku maunya laki-laki, biar ganteng seperti ayahnya." Tandas Rena.
"Ya udah berarti anak kita kembar." Ucap Ronald menggoda Rena, tapi justru Ronald yang terkejut dengan jawaban dari Rena.
"Amiin, pasti lucu punya anak kembar laki-laki sama perempuan, manis sekali." Ucap Rena bersemangat sambil mengetukkan dua kepalan tangannya di depan dada, membuat Ronald melongo mendengarnya.
Sungguh, dia tak pernah menyangka jika istrinya benar-benar menginginkan anak darinya. "Kamu serius Ren?"
"Ya, serius dong sayang, memangnya untuk apa aku minta dinikahin kalau ga ingin punya anak, aku sudah bilang di awal pernikahan kita, aku ingin punya anak."
"Pantas saja kamu selalu bersemanagat." Ucap Ronald sambil mencubit istrinya gemas.
Arya yang tak ingin melihat kemesraan yang terjalin antara sang boss dan istrinya segera menurunkan sekat antar ruang kemudi dan penumpang.
Melihat sekat sudah di turunkan oleh Arya, Ronald langsung mengambil kesempatan itu untuk memagut bibir mungil istrinya, dan dengan senang hati Rena yang memang selalu menyukai ciuman dari Ronald langsung membalas lumatan dari sang suami.
Ronald merutuk dalam hati, bagaimana bisa selalu hanya dengan ciuman, Rena bisa membangkitkan gairahnya. Namun Ronald berusaha menahan gairahnya menyadari posisi mereka yang sekarang ada di mobil dan menuju bandara.
"Om," Panggil Rena setelah pagutannya terlepas.
"Apa sayang." Ucap Ronald sambil membelai wajah mungil Rena.
"Jika nanti ketika om pergi, Rena hamil bagaimana? Om percaya itu anak Om?"
"Kau terlalu khawatir, bagaimana aku tidak memepercayainya kalau setiap malam aku yang menebarkan bendih di rahim mu. Hm?"
Rena mengerucutkan bibirnya, lalu tersenyum senang, "Rena khawatir aja, takut om tak percaya dengan Rena."
"Aku percaya denganmu, selalu percaya, karena kamu juga selalu percaya padaku."
"KIrimkan kabar selalu padaku,"
"Tentu sayang, kamu pikir aku bisa hidup tanpa melihat wajahmu, hm?" Ucap Ronald sambil menyatukan kening mereka.
Rena mengecup bibir Ronald sekilas, kemudian memeluknya dengan erat, tak terasa mobil telah berbelok menuju bandara kusus pemberangkatan pesawat pribadi. Sang sopir langsung mengarahkan memarkirkan mobil di dekat pesawat, lalu dengan sigap membukakkan pintu untuk sang bos.
Ronald mengandeng tangan Rena keluar dari mobil, dan langsung masuk ke dalam pesawat pribadi miliknya diikuti Arya, sedangkan barang-barang mereka telah terlebih dulu di bawa oleh petugas bandara ke dalam pesawat.
Ronald duduk di samping Rena yang memeluk lengannya, beberapa kali menggunakan pesawat Rena masih saja takut jika pesawat mulai merayap terbang ke angkasa.
"Jangan takut, ada aku." Ucap Ronald sambil memegang tangan Rena yang bertengger di lengannya.
"Hm." Jawab Rena singkat yang membuat Ronald terkekeh.
Ronald membelai kepala Rena yang bersandar di bahunya, perlahan dia meloloskan lengan yang dipegang Rena lalu memeluk bahu Rena, dan menyandarkan kepala Rena ke dadanya.
"Kau tak perlu takut selama ada aku."
"Hm." Lagi-lagi Cuma itu jawaban dari Rena, benar-benar istri kecilnya ini.
"Bagaimana ayah Richard saat kau pamit akan pulang ke negara A?"
"Aku tahu ayah sedih, tapi dia paksakan untuk tersenyum, sejauh ini kondisinya baik-baik saja, kata ayah dia hanya akan separuh saja menjalani masa tahanannya, kemudian pengacaranya akan menjaminnya."
"Ya, baguslah, agar ayah bisa berkumpul lagi dengan kita."
"Ya, Semoga ayah selalu sehat, aku menyayanginya."
Ronald tersenyum, "Aku tahu, kau sangat menyayangi ayah, karena aku juga."
Rena mengeratkan pelukannya pada Ronald, hatinya selalu tenang jika berada di dekapan laki-laki pemilik hatinya itu.