aku, kamu, and sex

Fix, kakak Bucin!



Fix, kakak Bucin!

0Penantian bukanlah sesuatu yang menyenangkan, apa lagi jika tanpa adanya sebuah kepastian kapan kita akan bertemu.     

Apa lagi seorang Ronald yang selama ini tak mengenal cinta, dan baru saja ia merasakan indahnya cinta, kini ia harus menelan pil pahit berupa sebuah penantian, menjaga harapan tanpa adanya kepastian kapan ia bertemu dengan Rena sang pujaan hati.     

Pujaan hati? Ya. Ronald mengakui bahwa ia jatuh cinta pada gadis kecil yang lebih pantas menjadi keponakannya ketimbang pasangannya, Bahkan kini Ronald sudah memantapkan hatinya untuk tetap bertahan dalam penantian, berusaha untuk tetap percaya pada apa yang Rena tuliskan padanya, jika ia akan kembali.     

Menjaga harapan tanpa kepastian itu adalah sesuatu yang mustahil tanpa adanya kepercayaan. Ronald lebih sering pulang ke rumah Rena ketimbang ke rumah mamanya atau apartemennya, hal ini menimbukan kecurigaan pada Rey, adiknya.     

Secara diam-diam Rey mengikuti kakaknya sepulang dari kantor, kening Rey mengerut ketika melihat sang kakak masuk ke dalam sebuah ruko yang bertuliskan 'Sekar Arum Florist' namun anehnya ruko itu ia tutup kembali.     

Rey keluar dari mobilnya dan diam-diam mengikuti kakaknya yang tadi masuk ke dalam ruko, dengan pelan Rey membuka Rolling dor kemudian menutupnya kembali. Rey memperhatikan sekeliling ruangan itu, yang hanya terdapat macam-macam bunga yang tertata rapid an terawatt, apa kakaknya yang merawat semua ini? Benarkah? Puas Rey memperhatikan seisi toko bunga itu, Ia kemudian masuk lebih dalam ruko itu dengan langkah pelan.     

Sayup-sayup ia mendengar suara Ronald di dalam sebuah kamar. Dengan siapakah gerangan sang kakak didalam sana? Rey bertanya-tanya dalam hati, akhirnya karena tingkat keingintahuannya yang tinggi, Rey mengintip kamar tersebut dari pintu yang terbuka sedikit.     

Rey tercengang, apa kakaknya sudah gila? Kenapa dia bicara seorang diri? Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Rey sungguh dibuat penasaran oleh perbuatan kakaknya. Tak lama ia mendengar kembali suara Ronald yang menyebut nama seseorang.     

"Rena, kamu dimana? Sudah hampir satu minggu kau pergi meninggalkan aku, kau bilang ingin kembali tapi kenapa kau tak juga kembali, bahkan aku sudah mencarimu kemana-mana seperti orang gila."     

'Rena?' Gumam Rey yang masih terus saja menguping apa yang di katakana oleh kakaknya.     

'Gadis kecil waktu itu, apa kak Ronald berubah dari gay menjadi pedofil? Astaghfirullah, kenapa aku malah berprasangka buruk sama kakakku sendiri.'     

Disaat Rey sedang merenungkan kakaknya tiba-tiba pintu kamar tempat Rey bersandar untuk menguping terbuka dari dalam, yang membuat tubuh Rey ikut tertarik ke dalam, membuat Ronald kaget seketika melihat ada orang lain yang berada di rumah itu selain dirinya.     

"AWWWW__" Teriak Rey.     

Ronald menatap tajam pada seseorang yang ada didepannya. Sedangkan Rey yang baru saja menetralkan jantungnya karena terlalu kaget tertarik masuk kedalam, hanya bisa garuk-garuk kepala sambil nyengir, karena ketahuan mengintip dan menguntit kakaknya.     

"Jadi kamu jadi penguntit sekarang,hm?" Tanya Ronald dengan nada dingin, bukan bermaksyd ingin marah, tapi dia juga tak suka dengan cara Rey yang mengikuti dirinya, walau dia sebenarnya tahu jika Rey sangat mengkhawatirkannya karena jarang pulang dan makan bersama dengannya.     

"Maaf kan aku kak, bukan begitu maksudku." Ucap Rey sambil menunduk dan sesekali menatap kakaknya yang terlihat garang.     

"Aku hanya penasaran, kenapa kakak jadi jarang pulang, dan kakak juga jarang ke apartemen kata arlita, jadi aku mengikutimu, aku ingin tahu apa yang terjadi padamu, kak. Serius hanya itu saja maksudku, ga lebih."     

"Ayo ikut ikut." Ucap Ronald dan melangkah lebih dulu kea rah dapur, lalu membuat dua canhkir kopi untuknya dan Rey.     

"Minumlah." Rey mengangguk     

"Terimakasih kak, ngomong-ngomong rumah siapa ini?"     

Ronald duduk di depan sang adik dan mengaduk kopinya menggunakan sendok kecil dan meletakkan sendok itu kembali disisi cangkir.     

"Ini rumah Rena."     

"Rena, yang gadis kecil itu?" Tanya Rey agak ragu."     

"Hm." Ronald mengangguk.     

"Lalu dimana Rena?"     

"Sudah seminggu ini dia pergi dan belum kembali."     

"Pergi? Kemana?" Tanya Rey penasaran.     

"Aku tak tahu, hanya dia meninggalkan katanya dia akan kembali, dan menyuruhku untuk menunggunya."     

"Kenapa kakak menunggunya? Jangan bilang kakak mencintainya."     

"Inilah hebatnya dia, dia bisa membuatku bahagia Rey, dengan kepolosannya, dengan kelucuannya, aku selalu bisa tertawa riang ketika bersamanya, perasaan ini belum pernah aku rasakan sebelumnya."     

"Ternyata kakakku sedang jatuh cinta, aku bahagia untukmu, akhirnya kau berubah kak, kau benar-benar berubah, aku benar-benar bahagia kak."     

Ronald terkekeh, namun hatinya menyatakan 'Ya, aku jatuh cinta, jatuh cinta pada gadis kecil yang baru saja beranjak dewasa.'     

"Kakak sudah mencari dia kemana saja?"     

"Aku sudah mencari dia kemana-mana, bahkan menyuruh semua anak buahku mencarinya tapi tak jua ketemu."     

"Dan kakak masih akan terus menunggunya?"     

"Ya, sesuai pesannya padaku, aku akan menunggunya, aku yakin ia akan menepati janjinya untuk kembali."     

"Tunggulah ia dengan ketulusan dan keikhlasan, Inshaallah kebahagiaan akan datang pada kakak."     

Ronald tersenyum, "Kamu tidak malu, mempunyai seorang kakak yang menyukai gadis kecil seperti Rena, bisa saja aku disangka pedofilia karena hal itu."     

"Tadinya aku menyangka bahwa kakak memang berubah jadi pedofil." Ucap Rey sambil terkekeh.     

Ronald yang baru saja menyesap kopinya hampir saja tersedak jika tidak buru-buru menelan kopi yang ada di dalam mulutnya.     

"Serius kak, aku kira kau berubah jadi pedofil." Ucap Rey kemudian menyesap kopinya.     

"Baru kali ini hatiku terasa hampa, aku merasakan rindu yang tak kunjung menepi, mengharapkan cinta yang tak kunjung tiba, mengharapkan ia mengembalikan separuh jiwaku yang pergi bersamanya."     

"Sebegitunya kah, kak? Aku tak menyangka jika secepat itu kakak bisa jatuh cinta begitu dalam pada gadis kecil seperti Rena.:"     

"Aku juga tidak tahu, Rey. Sejak pertama kali aku mengenalnya aku merasa ia begitu berarti bagiku, aku tak tahu dari mana rasa itu datang, tapi ketika menatap matanya, hatiku menjadi teduh."     

"Kesederhanaannya, perjuangan hidupnya yang pantang menyerah dan selalu mandiri dan tak ingin bantuan dari orang lain, itu yang membuat aku bangga padanya, dan tak terasa perasaan itu berubah menjadi cinta dan itu semua aku sadari setelah ia pergi."     

Ronald kembali menyesap kopinya, kemudian meletakkan lagi cangkir ke atas piring kecil di atas meja.     

"Kami sering menghabiskan waktu bersama, dan aku sering menginap disini."     

"APAA!!! Kau benar-benar akan dibantai mama, kalau sampai mama tahu, sudah kau apakan dia kak?"     

"Belum pernah aku apa-apain, serius, aku tidur dibawah pakai kasur lantai, sedangkan dia di ranjang, sebenarnya ada kamar dua disini, tapi aku lebih suka tidur satu kamar dengannya, sambil mendengarkan ia bercerita tentang apa saja yang ia lakukan seharian, atau sebelum tidur aku akan membantunya mengerjakan PR, atau kita bermain monopoli berdua,"     

Rey ternganga mendengar apa yang diceritakan oleh kakaknya.     

"Fix. Kakak emang BUCIN."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.