Pertemuan Ronald dan Rena 1
Pertemuan Ronald dan Rena 1
Rena lebih tak mampu berbicara lagi ketika melihat pandangan mata semua yang ada di ruangan itu terarah pada mereka, karena sikap Rena yang masih diam, Ronald menjadi ikut terdiam dan baru menyadari jika di ruangan itu mereka tidak hanya berdua, perlahan dia meoleh ke samping betapa terkejutnya Ia kala melihat Danil dengan satu tangan terlipat di dada dan tangan satunya menopang dagunya dan jangan lupakan tatapan tajam dari seorang Danil Mahendra, disebelahnya sudah duduk dengan manis sang permaisuri yang mengagkat kedua alisnya kala matanya bertemu dengan mata Ronald, dan di sofa ada dua laki-laki paruh baya yang menatapnya dengan tatapan garang.
Yang tak pernah Ia sangka jika disana pula Ia bertemu dengan ayah sekaligus musuhnya. Astaga, sesempit inikah dunia? Ronald kembali menatap Rena, seolah bertanya kenapa mereka ada di sini? Atau kenapa kau ada di sini? Rena yang seolah mengerti apa arti tatapan Ronald pun langsung berkata;
"Dia kakakku." Kata Rena dengan kikuk sambil menunjuk kea rah Danil.
"Maksudmu?" Tanya Ronald dengan kedua tangannya bertumpu pada bibir ranjang dan tubuhnya agak condong ke depan menatap kea rah Rena.
"Danil adalah kakakku?"
'What the fuck!' racau Ronald di dalam hati.
"Terus?"
"Dia ayahku?" Rena menatap Richard dengan takut-takut karena mata sang ayah masih menatap mereka dengan tatapan tajam.
'APAA!! Ya Allah, yang benar saja?' Ronald kembali meracau di dalam hati.
"Dan dia_" Rena menatap Tuan Handoko, namun Ia harus terhenti karena ucapan Ronald yang sangat mengagetkannya.
"Dia ayahku." Ucap Ronald tepat di depan wajah Rena yang membuat mata Rena melotot hingga mau keluar Karena saking tak percayanya.
"Dia ayahku, dan perempuan yang berjilbab itu adalah adik angkatku," Rena berganti menatap Jelita yang malah tersenyum geli melihat Ronald dan Rena.
"Dan dia yang kau bilang sebagai kakakmu, adalah sahabatku dari kami masih sekolah." Ucap Ronald sambil menunjuk Danil. Sedangkan Danil masih diam tanpa ekspresi apapun.
Ronald tahu habislah dia kali ini, apa lagi Rena tadi bilang apa? Danil kakaknya? Oh my god ke laut saja kau Ronald, membuang kesialanmu karena lagi-lagi hidupmu hanya berputar-putar sekitar Danil, Jelita dan Richard.
Rena menunduk karena takut akan apa yang terjadi selanjutnya, ternyata Ronald adalah seseorang yang dekat dengan keluarganya? Lalu bagaimana sekarang, Rena benar-benar bingung harus bagaimana?
"Jadi, Kalian sebenarnya apa?" Tanya Danil menginterupsi keduanya dengan tatapan dingin.
Jelita menarik nafas panjang, kemudian membuka suaranya. "Sepertinya kita butuh kopi atau teh, supaya lebih santai." Jelita melangkah ke pintu dan masih menemukan Aldo berdiri di sana dengan setia.
"Aldo, tolong belikan untuk kami, sekalian juga untukmu." Ucap Jelita pada Aldo sambil memberikan sejumlah uang padanya, Aldo mengangguk dan segera pergi dari hadapan Jelita.
"Siapa Aldo?" Tanya Ronald pada Jelita dengan nada lembut.
"Dia asisten ayah_ Richard." Ucap Jelita agak ragu sambil menatap Richard dan Ronald bergantian, lalu kembali melangkah dan duduk di sisi ranjang Danil sambil memegang tangannya.
Ronald menatap Richard seolah meminta penjelasan. Mendapat tatapan tajam dari Ronald, Richard menarik nafas panjang dan melirik ke arah Tuan Handoko yang menatapnya dengan tatapan santai.
"Ya, aku yang menyuruh Aldo ke rumah Rena dan membawamu kemari, jujur aku tidak tahu kalau orang yang dimaksud Rena adalah kau, Ronald. Jadi tolong maafkan aku." Ucap Richard dengan kikuk.
"Jadi sebenarnya apa yang terjadi, Yah?" Tanya Danil pada Richard dengan nada sedikit meninggi.
"Tenang sayang." Ucap Jelita sambil mengusap tangan Danil agar lebih tenang.
Richard menarik nafas panjang kemudian beranjak berdiri, dan berjalan pelan menuju kesebuah jendela dan menyandarkan tubuhnya disana. Dan tak lama Aldo datang memberikan pesanan itu pada Jelita yang langsung memberikan kopi pada Richard, Tuan Handoko dan Ronald, serta the untuk dirinya sendiri, Rena dan Danil.
"Minum dulu." Perintah Jelita pada semua orang yang tak mampu menolak perintahnya
Dengan pelan mereka menyesap minuman masing-masing, barulah Richard memulai pembicaraan; "Ronald adalah orang yang selama ini membantu Rena dalam segala hal, dan Ronald adalah satu-satunya orang yang dekat dengan Rena, dan ayah tahu selama Rena ayah bawa dari rumahnya hingga kesini ia merindukan Ronald, sosok yang selalu ada untuknya, dan jujur saja ayah tidak tahu kalau orang yang Rena maksud adalah Ronald, ayah pikir ini akan menjadi kejutan yang menyenangkan untuk Rena, tapi ternyata semua orang ikut terkejut juga, termasuk ayah."
Danil menatap Ronald dan Rena secara bergantian, entah apa yang ia rasakan sekarang, harus berterimakasih pada Ronald atau harus menghajarnya? Namun ia berusaha untuk menahan diri demi semua orang.
"Hah! Tuan Handoko mendesah nafas berat, kemudian mendekati Ronald.
"Jadi?" Tanya Tuan Handoko sambil merangkul bahu sang anak dan berdiri bersandar pada ranjang di samping Ronald berdiri.
"Apa maksud ayah?" Tanya Ronald sambil menoleh pada ayahnya.
"Jadi apa maksud kamu rindu sama Rena?" Tanya Tuan Handoko dengan senyum jahil menggoda sang anak.
Ronald tertegun, ayahnya berubah? Ayah yang selalu dingin dan murung kini bisa tersenyum bahagia, hati yang tadi panas kini tersiram sikap ayahnya yang begitu menyejukkan hatinya.
Kemudian Ronald tersenyum cangung pada sang ayah karena teringat oleh pertanyaan yang ayahnya ajukan, sambil melirik Renayang berada di sisi belakangnya Ronald menjawab. "Ya rindu, dia menghilang begitu saja, tanpa berpamitan atau mengatakan sesuatu apapun." Jawab Ronald sambil mengaruk pelipisnya.
"Aku tak mengatakan apapun, tapi aku menulis pesan untuk om kan?" Ucap Rena dengan menunduk dan memainkan jari jemarinya di pangkuan.
"Pesan suapaya aku menunggumu? Tanpa tahu kamu pergi kemana, sama siapa dan kapan kembali?" Kata Ronald dengan tatapan kesal.
"Maaf." Ucap Rena singkat.
"Memangnya kenapa kalau dia tak kembali?" Tanya Danil tiba-tiba.
"Berarti aku juga tak akan pernah berada disini." Jawab Ronald ambigu.
"Apa maksudmu?" Tanya Danil dengan dingin, Rena yang melihat ekspresi kakaknya langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Aku menyukai adikmu, apa kau salah?"
"APA KAMU BILANG?"
"Aku menyukai adikmu." Jawab Ronald lagi, dan kini Rena semakin menunduk.
"Kamu gila Ronald."
"Ya, dan adikmu yang membuatku gila."
"Sialan kau, apa kau sadar berapa umur adikku, HAH?! SMU aja dia belum lulus."
"Lalu apa itu salah?"
Danil tak mampu menjawab, bagaimanapun ia juga menyadari bahwa perasaan cinta bisa muncul kapan saja dan dimana saja.
"Rena." Panggil Danil.
Rena hanya menunduk dan masih menutup wajahnya, ia tak berani menatap wajah murka sang kakak.
"Danil kau membuat adikmu takut." Interupsi Richard.
"Kita bicarakan hal ini lagi nanti setelah kita pulang ke rumah." Kata Jelita menengahi.
Jelita tahu saat ini Danil dan Ronald masih sama-sama kesal namun ia juga tahu bahwa kedua orang itu tak sebenarnya marah, hanya memang seperti itulah mereka melampiaskan kesal sekaligus rasa sayang mereka.