Sulit melepaskan
Sulit melepaskan
Mata Rena terbelalak saat melihat begitu banyak tanda merah diarea dadanya, ingatannya kembali pada aktifitas mereka diranjang.
"Rena bakal nagih janji om," Rena menarik nafas panjang dan tersenyum samar. Kemudian melakukan ritual mandinya dengan segera,
Setelah beberapa menit Rena sudah selesai berpakaian dan masuk lagi ke dalam kamar, disana terlihat Ronald yang sudah duduk menyandar di kepala ranjang, sedang memainkan ponselnya.
"Sudah selesai?" Tanya Ronald sambil tersenyum.
"Sudah, gentian om yang mandi." Ucap Rena sambil mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer.
"Oke, nanti mau jalan-jalan ga?"
"kemana? Ada deh.."
"kalau sama Om keujung dunia juga Rena mau." Ucap Rena sambil terkekeh.
"Oke." Ronald tertawa kecil dan langsung masuk ke kamar mandi.
Selesai merapikan rambutnya Rena langsung keluar dari kamarnya dan mencari keberadaan anggota keluarga yang lain.
"Ramond!!" Sapa Rena yang melihat Ramond sedang main lego.
"Little mommy." Balas Ramond.
"Little mommy?" Tanya Rena bingung.
"kakak Rena sekarang kan jadi mommy nya ramond tapi karena kakak Rena tubuhnya lebih kecil dari mommy Arlita jadi Ramond panggilnya little mommy."
Rena terbengong mendengar apa yang ia dengar dari Ramond. Kemudian nyengir, "terserah kamu aja, deh. Yuk sekarang kita bikin pesawat ya." Ucap Rena kemudian melanjutkan memainkan legonya bersama Ramond.
Ronald yang baru saja keluar dari kamar terkejut melihat istrinya sedang asik bermain bersama Ramond, kemudian ia menghampiri keduanya memberi mereka berdua kecupan di dahi dan pergi meninggalkan keduanya yang asik bermain tanpa memperdulikannya.
Ronald menuju ke taman belakang tempat Danil dan para orang tua berkumpul, dengan tersenyum hangat Ronald langsung duduk samping Danil.
Jelita menyerahkan secangkir teh hangat pada Ronald yang langsung ia sesap.
"Kamu apain aja adikku sampe jam segini baru bangun." Kata Danil sambil menyuruh Jelita untuk duduk dipangkuannya.
Ronald melirik Danil sekilas kemudian melanjutkan menikmati teh nya. "kamu nanya deh kayak kamu masih bujang aja, yang ga tahu kegiatan pengantin baru."
"Sopan ya kalau ngomong, Dik Ronald." Seloroh Danil, sontak orang disana langsung tertawa melihat bagaimana interaksi keduanya yang saling serang satu sama lain.
"Oya, maaf saya lupa kakak Danil, tapi aku harap kamu jangan lupa kalau aku ini juga kakak ipar kamu." Ucap Ronald sambil memainkan dua alisnya disertai senyuman lebar.
"Kamu taruh dimana sekarang mantu mama?" Tanya sang mama pada Ronald.
"Tuh." Ucap Ronald sambil mengarahkan pandangannya pada Rena yang sedang berlari kecil menuju kearahnya karena di kejar oleh Ramond.
"Wleeeee" Rena menjulurkan lidahnya pada Ramond karena ia yang terlebih dahulu sampai pada Ronald dan langsung duduk dipangkuannya, sedangkan Ramond mendengus kesal.
"Terus Ramond duduk dimana dong, Dad? Kalau tempat Ramond digantiin sama little mommy." Rengek Ramond di depan Ronald, yang membuat Ronald harus menarik nafas dalam-dalam karena lagi-lagi kedewasaanya harus diuji.
"Nah lho!" Ujar Rey yang duduk disamping papanya.
Danil terkekeh, begitu juga dengan papa dan mamanya. Mereka ingin melihat bagaimana sikap Ronald pada istri dan anak angkatnya.
"Sini, satu paha untuk little mommy satu paha lagi untuk my son."
Rena tersenyum, "Sini! dipangkuan little mommy juga ga apa-apa." Ramond mendekat kemudian tubuh kecilnya diangkat oleh Rena."
Ronald memeluk keduanya dengan tersenyum lebar. "Ramond dan mommy Rena adalah kebahagiaanya daddy, dua-duanya daddy sayang."
Ramone memeluk leher Ronald, kemudian Rena turun dan duduk di samping mama mertuanya, sambil tangannya mengambil cemilan di atas meja.
"Rena laper." Ucap Rena.
"Gimana ga laper sedari semalam sampai siang bolong begini Cuma tidur."
"Ya udah kita makan yuk, kayaknya Humaira udah selesai menelpon."
Semua menuju ke meja makan, untuk menikmati makan siang mereka, Sedangkan di negara C, Matt yang baru saja keluar dari penjara duduk di teras balkon kamarnya sambil meneguk vodka.
Ingatannya Matt kembali pada sosok Arlita, dan wajah tampan sang anak. Rindu, itu yang dirasakan oleh Matt saat ini, dua orang yang sangat ia cintai, dan Matt sangat bahagia kala mengetahui bahwa dia mempunyai seorang anak.
"Arlita, Ramond, aku merindukan kalian." Setetes air bening keluar dari pelupuk matanya tanpa mampu ia tahan.
"Jika waktu bisa kuputar kembali, aku memilih menjadi orang yang baik, orang yang bisa kau banggakan, dan kita bisa hidup normal seperti kebanyakan orang." Gumam Matt.
"Namun jika dengan melepasmu itu membuat dirimu bahagia, aku akan melakukannya, melepasmu, seperti yang kau inginkan, namun kau harus tahu satu hal, aku tetap mencintaimu sampai kapan pun."
Matt meneguk kembali minuman beralkohol itu, tanpa menggunakan gelas, kini ia langsung meneguk dari botol vodkanya. Melangkah dengan gontai masuk ke dalam kamarnya setelah menaruh botol vodka dimeja nakas, ia langsung membanting tubuhnya ke atas kasur.
Pintu kamarnya sedikit terbuka, terlihat wanita seksi berambut pirang perlahan masuk dan menuju ke ranjangnya.
"kamu baik-baik saja?" Tanya Molly sahabat Matt dari kecil.
Molly membelai lembut rambut Matt, perlahan Matt membuka matanya lalu menggerakkan tubuhnya mendekati Molly yang sedang duduk diatas ranjang. Menjadikan keduan paha Molly sebagai bantalnya sambil tangannya memeluk pingang ramping Molly.
Molly terus membelai kepala sang sahabat yang terlihat rapuh saat ini, sejujurnya hati Molly terasa sakit harus menyaksikan sahabatnya menahan kesedihan.
"Apa yang bisa aku lakukan untuk membantu menghilangkan kesedihanmu?" Tanya Molly lembut sambil terus membelai sahabatnya.
"Tetaplah bersamaku Moll." Ucap Matt parau.
"aku takkan kemana-mana, tidurlah aku akan disini menjagamu."
"Molly, bagaimana bisa kau melepasku untuk Arlita? Bagaimana? Padahal aku tahu kau mencintaiku bukan?" Ucap Matt dengan menyembunyikan wajahnya pada perut rata Molly.
"Bagaimana caramu melepasku? Tolong beritahu aku Moll, Kini aku tahu apa yang kamu rasakan ketika harus merelakan aku bersama Arlita."
Molly diam-diam menghapus air matanya, tak ada satu katapun yang ia ucapkan untuk menjawab perkataan dari Matt.
"Moll, beritahu aku, bagaimana aku bisa melepaskan Arlita dari hatiku, hatiku sakit Moll, sakit." Kini isakan terdengar, dan membuat hati Molly kembali tersayat.
"Kenapa kau harus melepaskannya? Bahkan kau bilang kalian sudah punya anak." Ujar Molly.
"Dia yang meminta aku untuk melepasnya, dia dan Ramond seorang muslim, sedangkan aku hanya seorang mafia yang berlumur dosa."
"maka rubahlah kamu menjadi orang yang baik, paling tidak untuk Ramond, agar dia bangga menjadi anak seorang Mattius,"
"Bisakah?"
"Tentu saja, kau__kau dulu adalah orang yang baik Matt, lucu, manis dan tak mengenal senjata, kembalilah seperti Matt yang dulu aku kenal."
"Molly__" Matt tak mampu melanjutkan ucapannya, tubuhnya bergetar menahan sakit dan sesak didadanya tangis tak mampu lagi ia tahan, Matt semakin erat memeluk pingang Molly dan menumpahkan segala kesedihannya.