aku, kamu, and sex

Tak Terduga 2



Tak Terduga 2

3Danil memasuki ke kamar sang ayah setelah mengetuk beberapa kali dan sang ayah membukakan pintu kamarnya agar Danil bisa segera masuk ke dalam.     

Handoko paham dengan maksud Danil, Ia pasti akan bertanya perihal Selena.     

"Kau pasti akan bertanya tentang Selena." Sergah Tuan Handoko pada Danil yang duduk di sofa kamar ayahnya.     

Danil tersenyum, kemudian mengangguk, "Jadi siapa selena?" Tanya Danil.     

"Ayah juga tidak tahu." Ucap Tuan Handoko sambil duduk di sofa sebelah Danil.     

"Maksud ayah?" Tanya Danil dengan dahi mengerut.     

"Dia tiba-tiba saja menerobos masuk kedalam mobil ayah, sesaat setelah chris membukakan pintu mobil untuk ayah, tak lama ayah melihat segerombolan bandit berlarian tak jauh dari tempat parkir mobil ayah, Selena bilang dia di culik dan berusaha kabur itu saja." Terang Tuan Handoko pada Danil.     

"Ayah tidak menanyakan asal usulnya, siapa tahu kita bisa menghubungi keluarganya."     

"Dia berasal dari negara C, dia bilang bandit-bandit itu mengejarnya karena mereka dendam dengan ayah Selena."     

"Ayah membawa masalah ke rumah kita." Ucap Danil sambil tersenyum kecil.     

"Maafkan ayah Danil, tapi ayah tidak punya pilihan lain." Ucap Tuan Handoko lalu menarik nafas panjang.     

"Sudahlah ayah, kita lihat nanti apa yang akan terjadi, sekarang ayo kita makan dulu." Ajak Danil, kemudian bangkit berdiri.     

Tuan Handoko ikut berdiri kemudian keluar dari kamar setelah pintu kamar dibuka oleh Danil, keduanya beriringan berjalan menuju ke meja makan dimana sudah ada Selena dan Jelita sedang menunggu mereka.     

"Jangan sungkan Selena, anggap saja rumah sendiri." Ucap Tuan Handoko kemudian duduk di samping Danil, Jelita dengan sigap menuangkan nasi di atas piring ayah dan suaminya.     

Selena memperhatikan apa yang dilakukan oleh Jelita pada ayah dan suaminya, ada rasa miris di hatinya, kehidupan seperti itu yang ia inginkan, namun semua hanya anggan untuk selena.     

"Selena, kenapa kau hanya menatapku, ayo ambil makananmu, apa kau tidak suka dengan makanannya? Maaf kami sudah terbiasa makan dengan nasi." Sontak Danil dan Tuan Handoko menatap kea rah Selena.     

Selena gelagapan karena terciduk oleh Jelita, lalu dengan ragu Ia mengangguk dan mengambil makanan yang ada di atas meja.     

Mereka makan dengan diam, hingga beberapa saat mereka selesai menuntaskan acara makannya     

"Saya__" Selena menunduk, dia ragu apa benar mereka orang yang bisa dipercaya? Selena benar-benar takut, namun tak ada pilihan lain kecuali harus mempercayai mereka bukankah mereka yang menolongnya? Dan dari sikap mereka sangat terlihat bahwa mereka orang yang baik. Danil, Tuan Handoko dan Jelita masih menunggu Selena untuk berbicara.     

"Saya kabur dari penculik itu." Ucap Selena sambil menunduk takut.     

Danil, Jelita dan Tuan Handoko masih terus diam menunggu Selena melanjutkan ceritanya.     

"Ayahku adalah ketua mafia di negara C, aku adalah putrid satu-satunya, jadi musuh ayahku selalu mengincarku untuk memancing ayah keluar dari tempat persembunyiannya."     

Danil, Jelita dan Tuan Handoko saling tatap, apa yang dipikiran mereka sama, kenapa bisa kebetulan, apakah Selena anak dari musuh Tuan Handoko, sang pelaku penculikan Ronald dan membuat istri tercintanya bunuh diri.     

"Awalnya aku tidak tahu ayahku seorang mafia, namun setelah aku beberapa kali mengalami kejadian buruk, sering di kejar-kejar orang dan berkali-kali aku ingin diculik, dan selama ini aku berhasil lolos, hingga akhirnya aku diculik dan dibawa ke negara ini." Selena masih menunduk dan air matanya kembali menetes.     

"Aku akan mengantarkanmu pulang ke negaramu." Ucap Tuan Handoko dengan nada dan tatapan dingin. Selena sontak mendongak, lalu mengeleng pelan.     

"Tidak! Tidak! Tolong jangan mengantarku pulang, tolong jangan membawaku kembali kesana." Ucap Selena dengan wajah panik dan tangannya bergerak-gerak ke kanan dan kekiri menandakan penolakan yang cukup keras darinya.     

"Kamu membawa kami dalam masalah, Selena." Ucap Tuan Handoko tetap dengan nada dingin.     

"Aku akan pergi dari sini, aku juga tidak ingin membuat kalian semua dalam bahaya karena keberadaanku di rumah ini." Jawab Selena menunduk dan sesekali menatap Danil, Jelita dan Tuan Handoko secara bergantian.     

"Kamu mau kemana? Kau bahkan tidak punya identitas dan tempat tinggal, dan pasti orang yang menculikmu masih memburumu." Ucap Jelita dengan nada lembut.     

Selena kembali menunduk setelah menatap Jelita karena apa yang diucapkan adalah sebuah kebenaran. Dia tak punya tempat tinggal, tak punya uang, tak punya rumah dan lebih parah lagi dia tak punya identitas.     

Keempat orang itu hanya diam dengan pikiran mereka masing-masing. Hanya deru nafas panjang mereka yang sesekali terdengar.     

"Tinggallah disini, hingga kau benar-benar aman, dan jangan keluar rumah, aku tak ingin ada orang yang melihatmu disini, karena akibatnya akan berbahaya untuk kami, kamu mengerti?" Ucap Danil yang membuat Selena kembali menatapnya walau hanya sebentar dan kembali menunduk, lalu setelah berpikir sebentar akhirnya Selena mengangguk.     

"Trimakasih," Ucap Selena.     

"Sekarang kau bersihkan tubuhmu, kau bisa menempati kamar di atas belakang, maaf Selena saya tak mau mengambil resiko apapun jika ada yang melihatmu, maka kau lebih baik dikamar atas belakang, disana akan aman,"     

"Baiklah, terimakasih, tapi saya tidak punya pakaian." Ucap Selena dengan nada pelan dan ragu.     

"Kamu bisa pakai bajuku, tapi maaf Selena aku tak tahu apa bajuku akan pas dengan mu atau tidak, karena aku seorang muslim, seluruh pakaianku tertutup."     

Selena menatap Jelita dengan senyum kecil tersunging di wajah cantiknya, "Itu tidak masalah untukku, aku bisa memakai apa saja asal bersih, karena pakaian ini__"     

"Oke, tak apa, ayo aku antar ke kamarmu."Ucap Jelita langsung berdiri dari duduknya sambil membimbing Selena untuk mengikuti langkahnya.     

Danil dan Tuan Handoko sama-sama menarik nafas panjang, sambil memperhatikan Jelita dan selena naik kelantai dua.     

"Apa ayah sepemikiran denganku?" Tanya Danil dengan bersedekap, pungungnya bersandar pada kursi.     

"Ya, mungkinkah dia anak dari mafia yang menculik Ronald?" Ucap Tuan Handoko, ada rasa nyeri yang ia rasakan ketika mengucapkan itu.     

Danil menganguk-anggukkan kepalanya pelan, lalu menatap Tuan Handoko, "Ayah, bagaimana jika ini sebuah jebakan."     

"Maksud kamu?" Tuan Handoko mengernyit bingung.     

"Mungkin saja selena dikirim oleh ayahnya untuk memata-matai ayah, hingga kini ayah bahkan tak tahu apa maksud mereka menculik Ronald, dan siapa persisnya musuh ayah ini, bukan kah kita harus lebih waspada." Ucap Danil.     

"Lalu kenapa, kau justru menyuruhnya tinggal disini kalau dia berbahaya untuk kita?" Tanya Tuan Handoko pada Danil yang matanya masih lurus kedepan melihat isi rumahnya.     

"Justru kita akan aman jika dia berada di rumah ini, jika memang ia suruhan dari ayahnya, tapi jika Selena benar sesuai dengan apa yang ia ceritakan maka kita justru kita dalam bahaya ayah."     

Tuan Handoko mendesah nafas berat, lalu lanjut berkata pada Danil, "Apa yang harus kita lakukan?"     

"Aku akan menyuruh Jelita mengaktifkan sistem keamanan di rumah ini, mengaktifkan semua kamera pemindai, dan sidik jari."     

"Baiklah, ayah akan menghubungi Ronald mengatakan hal ini padanya, bagaimanapun dia harus tahu, ini akan memudahkan ia melacak para mafia itu." Ucap Tuan Handoko sambil bertopang dagu.     

"Jangan sekarang ayah, biarkan Ronald menikmati waktu bersama Rena. Setelah mereka kembali kesini baru kita akan beri tahu dia." Ucap Danil sambil menatap ayahnya, dan sang ayah mengangguk lalu meneguk minuman didepannya.     

"ayah istirahat dulu, kamu lanjutkan saja pekerjaanmu." Tuan Handoko beranjak pergi dan kembali ke kamarnya.     

Danil ikut meninggalkan ruang makan dan kembali ke ruang kerjanya untuk melanjutkan memeriksa laporan dari Yogi. Tanpa mereka sadari beberapa orang berlalu lalang mencari keberadaan Selena dijalan depan rumah mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.