Perjalanan 1
Perjalanan 1
"Jelita tak mengijinkan ayah pergi sendiri ke negara F, walau disana keamanannya terjamin namun tetap saja Jelita ga mau mengambil resiko terhadap kesehatan ayah." Jelita bersikeras melarang ayahnya pergi ke negara F jika sendirian.
"Lalu ayah harus pergi dengan siapa, sedangkan kau sedang hamil, dan juga harus menjaga Danil." Ucap Tuan Handoko pada Jelita dengan nada lembut.
"Aku juga tak setuju kalau ayah pergi kesana sendirian, cuaca disana berbeda dengan disini ayah, bisa saja ayah terserang flu atau apa, dan siapa yang akan menjaga ayah disana nanti." Ucap Danil yang sependapat dengan Jelita.
"Lalu sekarang harus bagaimana, ayah harus pergi dengan siapa?" Tanya Tuan Handoko sambil menatap Danil dan Jelita secara bergantian.
"Bagaimana kalau ayah pergi dengan Selena?"Jawab Danil.
Tuan Handoko mengerutkan dahi kemudian menatap Selena yang Nampak terkejut dengan ucapan Danil.
"Kamu serius Danil?" Tanya Tuan Handoko yang tak mengerti dengan jalan pikiran Danil.
"Aku rasa setelah beberapa hari Selena disini kita sudah cukup akrab dengannya, Jelita tahu kemampuannya, bahkan Jelita yakin dia akan bisa membantu ayah, atau jadi asisten ayah untuk sementara waktu, aku sudah membuktikan kemampuannya. asal dia tidak macam-macam maka dia akan aman." Tandas Jelita.
Danil mengangguk, sedangkan Selena tak percaya dengan apa yang dia dengar, dia mengendikkan bahu ketika bersitatap dengan Tuan Handoko.
"bagaimana jika ada yang mengenalinya, itu akan membahayakan untuknya."
"Selena aku mohon kau bantu ayahku."
Selena berpikir sekejap kemudian mengangguk.
"Tunggu sebentar, saya ganti baju dulu." Ucap Selena yang langsung lari kedalam kamarnya, sambil membawa tas kecil untuk tempat baju gantinya.
Tak berapa lama Selena turun menggunakan pakaian muslim seperti Jelita, bahkan style pakaiannya sama dengan Jelita. Alhasil Tuan Handoko, jelita dan Danil saling tatap tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini.
"Kamu serius menggunakan pakaian seperti itu, bukankah aku sudah membelikan pakaian untukmu kemarin." Ucap Jelita masih dengan mode tak percayanya.
"Bagus Selena kau takkan dikenali dengan pakaian itu, jangan lupa kaca mata hitammu." Jelita menatap Danil yang sedang mengucapkan kata-kata itu.
"Perfect!" Ucap Tuan Handoko.
"Mari kita pergi, baby!" Goda Tuan Handoko yang langsung mendapat cengiran dari Danil dan Jelita.
"Ayah."Ucap Jelita tak percaya, ayahnya bisa berucap genit pada seorang perempuan.
"Jelita, kak Danil aku pergi dulu." Pamit Selena kemudian mengandeng lengan Tuan Handoko.
Tuan Handoko terkekeh melihat ekspresi Danil dan Jelita yang masih melongo.
"Ayo masuk." Perintah Tuan Handoko pada Selena untuk segera masuk ke dalam mobil yang telah Chris sediakan.
"Bagaimana kau punya pemikiran untuk mengenakan baju seperti Jelita?" Tuan Handoko pada Selena.
"Sama halnya kak Danil dan Jelita, saya juga tak mau ambil resiko terhadap keselamatan anda dan saya Tuan."
"Panggil ayah saja, jangan Tuan. Saya bukan majikanmu." Ucap Tuan Handoko sambil tersenyum manis.
Selena tersenyum, kemudian menganggukm tak lama ia mulai bercerita tentang kehidupannya di negara C.
"Ayah, apa aku boleh bercerita?" Tanya selena.
"Ceritalah, akan ayah dengarkan." Ucap Tuan Handoko sambil melirik Selena yang duduk disampingnya. Diam-diam hati Tuan Handoko menghangat mendengar Selena memanggilnya ayah.
"Sewaktu kecil, ayah sangat menyayangiku, hingga suatu hari sikapnya mendadak menjadi dingin dan tak perduli lagi denganku, aku tak ubahnya seperti hewan peliharaan dirumah, hanya diberi makan dan dipamerkan pada kolega ayah, bahkan ketika aku bercerita jika aku hampir saja di culik oleh segerombolan orangpun dia tetap tak peduli, hanya menyuruh anak buahnya untuk menjagaku dari kejauhan."
Selena mengatur deru nafasnya karena dadanya mendadak terasa sesak mengingat bagaimana sikap ayahnya yang selalu tak peduli dengannya.
"Lalu?" Tanya Tuan Handoko.
"Bahkan ketika aku diculik kemarin, ayah diminta datang untuk menjemputku, tapi dia juga tidak datang. Hingga sang penculik itu menjadi geram dan akan membawaku ke negara R untuk dijual ke ruamh bordil, maka dari itu aku berusaha kabur lalu bertemu dengan mu."
"Aku iri dengan Jelita yang begitu sempurna mendapat kasih sayang dari keluarganya, karena aku juga menginginkan hal yang sama dari aku masih kecilm tapi tak pernah ku dapatkan."
"Dimana ibumu?"
"Ibu meninggal setelah melahirkanku." Air mata Selena menetes tanpa ia duga.
Tuan Handoko menyentuh rahang Selena dan membawanya untuk bersandar ke pundaknya.
"Tak perlu kau ingat peristiwa yang membuatmu sedih, semoga kedepannya kamu bisa terus bahagia, apa kau serius tidak ingin bertemu dengan ayahmu?" Tanya Handoko sambil meliriknya.
"Tidak, aku tidak ingin bertemu dengannya, karena aku yakin dia juga tak perduli denganku." Suara Selena terdengar putus asa.
"Tapi kamu jangan membenci ayahmu, pasti dia punya alasan sendiri yang tak kamu ketahui, kenapa dia cuek padamu, tak ada ayah yang benar-benar membenci putrid kandungnya, apa lagi jika putrinya secantik kamu, hm." Hibur Tuan Handoko, yang berhasil membuat selena sedikit tersenyum.
"Trimakasih, kau telah mengijinkanku tinggal dirumahmu."
"Itu sebenarnya bukan rumahku, tapi rumah Danil dan Jelita aku punya rumah sendiri, namun mereka berdua tak membiarkan ayah untuk tinggal sendiri selama ada mereka."
"mereka sangat menyayangimu."
"Itu benar, mereka sangat menyayangiku, aku pun juga sama menyayangi mereka."
"Aku bersyukur bisa bertemu dengan kalian, yang memberiku kasih sayang melebihi orang tua kandungku sendiri."
"Anggap kami semua keluargamu." Ucap Tuan Handoko disertai senyuman manis, dan tepukan dipipi selena.
"Hm." Ucap Selena semakin menyamankan posisi duduknya disamping Tuan Handoko.
Tak berapa lama mobil mereka memasuki bandara untuk pesawat pribadi, Selena begitu takjub dengan pesawat itu, Ia tak menyangka jika Tuan Handoko sekaya itu hingga mempunyai pesawat pribadi dan mempunyai lahan parkir kusus untuk pesawatnya.
"Ayo masuk." Ucap Tuan Handoko pada Selena yang masih terbengong melihat pesawat itu, walau ayahnya kaya namun ia tak pernah dimanjakan dengan berbagai fasilitas, lagi pula ia juga akan menolaknya jika ayahnya akan member fasilitas semacam itu, karena yang dia inginkan adalah kasih sayang, buka harta yang selalu diagungkan oleh ayahnya.