Pernikahan Rey dan Humaira 1
Pernikahan Rey dan Humaira 1
Menapaki hari dengan rasa cinta yang luar biasa bersandingkan dengan sang belahan jiwa penguat lara, Ronald keluar dari mobil yang mengantarkannya menuju bandara bersama sang ayah, setelah sebelumnya berpamitan dengan Danil dan Jelita bahwa Ia akan kembali ke negaranya untuk menghadiri pernikahan Rey dan Humaira.
Jemari mungil yang masih digengaman terasa mengerat membuat langkah Ronald menjadi terhenti sejenak.
"Kenapa, Hm...?" Ronald menatap lekat wajah yang berdiri di sampingnya.
Rena diam seribu bahasa, hanya mimik wajahnya yang menampilkan kesenduan, Ronald tahu Rena berat berpisah dengannya.
"Aku akan cepat kembali__hm." Ucap Ronald sambil menunduk, mensejajarkantubuhnya dengan tinggi tubuh Rena yang hanya setinggi bahunya.
Rena mendongak untuk melihat wajah tampan yang telah menelusup ke dalam hatinya, tak tahan dengan wajah Rena yang terus sendu akhirnya Ronald menariknya dalam pelukannya, memeluknya erat dan mencium pucuk kepalanya berulang kali.
Tak jauh dari tempat mereka berdiri, terlihat dua ayah yang hanya saling pandang kemudian mengelangkan kepalanya melihat apa yang terjadi dengan kedua anak mereka.
"Semoga Ronald cepat menyelesaikan segala urusannya, agar kita cepat menjadi besan." Ucap Handoko pada Richard sambil terkekeh.
"Kita doakan saja, saya sangat berterimakasih padamu, karena menerima Rena dan menerima saya, walau begitu banyak kejahatan yang sudah saya lakukan."
"Saya pun berterimakasih, kau pun tahu Ronald seperti apa, dan bagaimana masa lalunya, kita mulai dengan lembaran baru, semoga Allah mempermudah langkah anak-anak kita, dan tua Bangka seperti kita masih diberi kesempatan untuk merasakan bahagia dengan anak-anak kita dan memperbaiki kualitas hidup kita.
"Amiin, maaf kan saya karena tak dapat hadir di pesta pernikahan Rey, anak itu yang membuat hati saya terbuka, kau tua Bangka yang beruntung mempunyai anak seperti dia, aku titip ini buat Rey, anggap ini sebagai kado pernikahan untuknya." Richard menyerahkan amplop coklat pada Handoko, dan senyum Handoko mengembang kala menatap amplop coklat itu.
"Saya akan memberikan ini pada Rey, terimakasih banyak, tolong jaga Jelita dan Danil, aku sangat menyayangi mereka."
"Saya tahu mas Handoko, Aku tahu Danil selama ini berada diantara orang-orang yang baik dan menyayanginya, seperti kamu ini, Mas." Ucap Richard sambil menepuk lengan Handoko pelan, kemudian tatapan mereka beralih pada Ronald dan Rena.
"Haduhh, gimana ini?" Ucap Handoko melihat Rena yang seakan tak mau melepaskan pelukannya dari Ronald.
Richard tersenyum kecil, "Biarkan saja, nanti kalau anakmu tak juga kembali, akan ku culik dia lagi untuk putriku."
Keduanya tertawa bersama, sambil menonton adegan romantic di hadapan mereka.
"Rena." Panggil Ronald lembut, namun yang dipanggil masih setia dengan dekapannya, Ronald mengalihkan pandangannya pada dua orang ayah yang juga melihatnya dengan bersedekap, keduanya dengan kompak mengangkat bahu mereka tanda acuh kemudian berjalan beriringan menuju pesawat pribadi milik Tuan Handoko.
Ronald menarik nafas panjang, kini ia harus meluluhkan hati Rena karena dua pria tua itu sudah berjalan dengan santai menuju ke pesawat pribadi milik salah satu dari mereka.
"Rena."
Rena melepas dekapannya namun menunduk, Ronald terkekeh kemudian mengusap air mata di pipi gadis kecilnya itu dengan kedua tangannya.
"Dengarkan aku, aku harus segera menyelesaikan segala urusanku, itu sarat dari kakakmu, jika aku ingin selalu bersamamu."
"Kenapa harus begitu?"
"Karena Danil sayang padamu."
"Sekarang aku harus pergi, semakin cepat aku pergi maka akan semakin cepat aku kembali."
Rena mengangguk, dan memeluk pingang Ronald mengajaknya berjalan menuju ke pesawat yang akan dia tumpangi.
"Jangan dekat-dekat dengan Aldo." Ucapanan Ronald terdengar tegas dan penuh penekanan.
"Kenapa?"
"Pokoknya jangan dekat-dekat!"
"Dasar om-om ga jelas."
"Karena aku tak mau kau menyukainya, apa lagi menyayanginya, cukup aku saja, atau aku akan melakukan yang lebih dari yang semalam aku lakukan padamu."
"Ogah, ga mau."
Ronald tertawa, kemudian mencubit hidung mancung Rena gemas, di depan mereka terlihat Richard yang turun dari pesawat kemudian menghampiri mereka.
"Naiklah, ayahmu sudah menunggu, pesawat akan segera berangkat." Ucap Richard pada Ronald.
"Baiklah." Ronald mengangguk, dan menatap Rena sambil tersenyum.
"Jangan nakal."
CUP
Satu kecupan di dahi Rena sebagai salam perpisahan, "I love you." Selepas mengucapkan kata-kata itu dia berbalik dan melangkah menuju tangga pesawat, dan berhenti pas dipintu pesawat menoleh ke belakang, menatap Rena yang masih terlihat shock dengan apa yang Ronald katakan baru saja. Ronald melambaikan tangan, kemudian benar-benar masuk ke dalam pesawat, tak lama kemudian pintu pesawat tertutup sempurna.
Richard mengajak Rena berjalan menjauh dari pesawat Karena pesawat itu akan segera lepas landas.
"Benar-benar laki-laki yang tidak romantic." Celetuk Richard, sambil melirik Rena dengan tersenyum.
Rena tertawa kecil kemudian memeluk pingang sang ayah dari samping. Kemudian mereka kembali ke mobil yang terparkir tak jauh dari mereka.
Memang tidak romantis, mengucapkan kata cinta pas hendak pergi, haduh itu adalah kata-kata yang menyebalkan karena akan menjadi dilemma luar biasa untuk seseorang yang menerimanya.
Didalam pesawat Ronald duduk tak jauh dari ayahnya, sambil membuka laptopnya melihat isi file yang diberikan oleh Richard kemarin.
"Aku yakin kau akan mendapat hadiah dari mamamu saat kita sampai di rumah nanti." Ucap Tuan Handoko pada Ronald namum tatapannya tak lepas dari majalah yang sedang ia baca.
"Sepertinya ayah benar, mama pasti murka karena aku pergi tanpa kabar."
Tuan Handoko terkekeh mendengar jawaban anak laki-lakinya, "Dia sangat menyayangimu."
"Ayah benar, melebihi rasa sayang ayah padaku__Tapi Ronald senang melihat ayah telah berubah menjadi lebih santai, dan banyak tertawa."
Tuan Handoko tersenyum lebar karena yang dikatakan sang anak adalah suatu kebenaran.
"Bagaimana kau bisa jatuh cinta pada seorang anak kecil seperti Rena, hah?"
"Bagaimana ayah bisa jatuh cinta pada bunda, Hm..?"
"Dasar anak nakal, ditanya malah balik nanya."
"Bukankah ayah sudah tahu jawabannya, kenapa harus bertanya."
"Ayah dan bundamu seumuran, beda dengan kamu dan Rena."
"Ronald nyaman saat bersama Rena, dan Ronald menyadari sesuatu ketika tiba-tiba dia pergi, ada rasa rindu dan juga takut kehilangan." Ucap Ronald sambil menyandarkan pungungnya di kursi pesawat, pikirannya mengingat kala ia sendiri dan jauh dari Rena.
Tuan Handoko menarik nafas panjang, lalu mengeleng pelan, "Kau berubah dari gay menjadi pedofil?" Tuan Handoko menoleh pada Ronald sambil tersenyum.
"Terserah ayah mau bilang apa." Ucap Ronald yang juga menoleh pada ayahnya, dan keduanya sama-sama tersenyum.
"Ayah bahagia, akhirnya ayah bisa merasakan bahagia walau diusia tua seperti ini."
"Ronald juga bahagia melihat ayah selalu tersenyum tanpa beban."
"Bundamu pasti bahagia."