buah Kesabaran 2
buah Kesabaran 2
Memang Setelah kepergian sang mama dari rumah Rena tadi, Ronald kembali menyelesaikan pekerjaan kantornya kadang berhenti sekedar untuk membuat kopi, atau menunaikan sholat, lepas itu ia akan kembali menyelesaikan pekerjaannya, hingga hampir tengah malam.
Kembali, Ronald mencium bau harum khas Rena yang samar masih tertinggal di bantal yang sering ia gunakan, tak lama matanya terpejam berharap bertemu Rena di dalam mimpi. Namun baru saja matanya terpejam ia merasakan ada seseorang yang membekapnya dan dia tak sadar ketika tubuh kekarnya sudah di bawa keluar dari rumah Rena oleh beberapa orang yang berbadan tegap dan besar.
Ronald mengerjapkan matanya setelah hampir delapan jam ia tertidur pengaruh obat yang di berikan padanya oleh sang penculik. Dengan samar Ronald melihat pria yang sedang duduk di atas sofa sambil menatap ponselnya. Perlahan Ronald bangkit namun ketika ingin mengerakkan tangannya ternyata satu tangannya terborgol di sisi ranjang. Dan tiba-tiba saja Ronald merasakan guncangan hal ini membuatnya sadar akan satu hal. Dia berada di pesawat pribadi.
Tapi yang menjadi pikirannya adalah, pesawat siapa yang sedang ia naiki, dan akan dibawa kemana dirinya? Ini bukan penculikan biasa karena sang penculik berpenampilan rapid an tidak bersenjata.
"Rupanya anda sudah bangun, Tuan Ronald?" Ucap laki-laki tadi yang duduk di sofa.
Ronald tidak menjawab hanya memperhatikan gerak-gerik si penculik.
"Mungkin anda terkejut karena mendadak anda berada di sebuah pesawat."
"Saya mau dibawa kemana? Dan siapa yang menyuruhmu.?" Ucap Ronald dingin.
"Nama saya Aldo, saya sudah menyiapkan makanan anda di meja samping anda, selamat menikmati." Aldo hendak melangkah ke pintu dan meninggalkan Ronald, karena Ronald terlihat baik-baik saja, dan sama sekali tak menjawab apa yang di tanyakan Ronald olehnya.
"Hai, aku bertanya padamu, apa kau tuli?!" Tanya Ronald dengan nada lebih keras.
"Tenang saja Tuan, anda sedang tidak dalam bahaya." Setelah itu Aldo benar-benar pergi dari kamar Ronald yang berada dalam pesawat.
"Menyebalkan, siapa sebenarnya mereka? Tidak dalam bahaya tapi tanganku di borgol." Ronald melirik meja nakas disana ada makanan dan minuman yang telah di sediakan untuknya.
Kemudian Ronald memicingkan matanya, ketika melihat ponselnya dan juga ponsel Rena tergeletak di nakas, namun sayang ketika ia meraih ponsel itu ternyata batrenya sudah lemah, dan lagi ini masih di pesawat jadi percuma saja, ia tidak bisa menghubungi siapapun.
Di rumah Rena Nampak Arya yang sedang kebingungan mencari keberadaan sang bos, niat hati ingin mengantarkan berkas kantor, tapi ternyata sang bos tak ada di tempat. Akhirnya Arya kembali ke kantor dengan membawa berkas yang kemarin sudah di tanda tangani oleh bosnya.
"Kemana si bos, apa beliau pulang dulu ke rumah? Tapi tak mungkin, biasanya si bos akan langsung berangkat ke kantor dari rumah itu__Hah." Arya menghembuskan nafas kasar sambil mengemudikan mobilnya.
Mesin pelacak otomatis yang terdapat di ponsel sang bos pun tak aktif, Arya bingung harus mencari bosnya kemana, dia hanya akan menunggu hingga siang, kalau masih belum datang ke kantor juga baru ia akan mencarinya lagi.
Di negara A, operasi berlangsung dengan lancar, Rena sudah sadar dan terbaring di atas ranjang dan di temani sang ayah, sedangkan Danil masih setia menutup matanya, hal ini membuat jelita gelisah dan sedih harus melihat orang yang ia cintai tergolek tak berdaya walau dokter yang merawat Danil sudah mengatakan bahwa kondisi Danil baik-baik saja dan hanya menunggu hingga Danil sadar, namun Jelita tetap merasa khawatir akan kondisinya.
"Sayang." Tegur Tuan Handoko.
"Ya, ayah." Jawab Jelita sambil menoleh pada ayahnya.
"Istirahatkan tubuhmu, berbaringlah sebentar di sofa, biar ayah yang berganti menjaga Danil." Ucap Tuan Handoko lembut pada anaknya.
"Jelita tidak apa-apa ayah, Jelita masih ingin disini menemani mas Danil."
"Kamu tidak boleh begitu, ingat di perutmu juga ada Danil junior yang wajib kamu jaga, ayah tidak mau terjadi apa-apa padanya, percaya pada ayah, Danil akan segera sadar dan baik-baik saja."
"Tapi ayah . . ."
"Turuti ayah, pokoknya kamu harus istirahat sekarang." Tuan Handoko berkata tegas kali ini, yang membuat Jelita tak mampu menolak perintah ayahnya.
Akhirnya ia merebahkan diri di sofa panjang, kemudian tertidur karena memang badannya terasa lelah.
"Lihatlah istrimu Danil, tubuhnya sudah lelah tapi masih saja ngeyel dan tak mau istirahat, dan sekarang kau bisa lihat dia tertidur dengan pulas karena kelelahan menjagamu, ayo bangunlah Danil, jangan membuat anak ayah bersedih karena melihatmu yang belum juga terbangun."
Tuan Handoko tetap mengatakan apa saja yang ingin dia katakana pada Danil walau entah dia juga tak tahu apakah Danil bisa mendengarnya atau tidak. Namun tatkala bibirnya sedang asik bercerita ia melihat pergerakan di jari Danil, Tuan Handoko langsung mengengam tangan Danil dan memanggil Jelita yang sedang tertidur. Mendengar suara ayahnya Jelita langsung terbangun kemudian segera menghampiri sang ayah yang sedang memegang tangan Danil yang terus bergerak, dan perlahan Danil membuka matanya.
"Alhamdulilah, akhirnya kamu sadar mas." Ucap Jelita sambil berurai air mata.
Danil tersenyum samar, sedangkan sang ayah langsung memanggil dokter yang sedang berjaga. Tak lama dokter pun datang dan memeriksa kondisi Danil.
"Kondisi tuan Danil sangat baik, semoga ini awal dari kesembuhannya." Sang dokter tersenyum pada Danil dan Jelita.
"Trimakasih dokter." Ucap Jelita sambil tersenyum dan mendapat balasan sebuah anggukan dari dokter yang memeriksa Danil.
Kemudian sang dokter undur diri karena tak ada yang harus ia khawatirkan terkait keadaan Danil.
"Syukurlah, akhirnya kamu sadar." Ujar Tuan Handoko.
"Danil mendengar ayah bercerita?" Ucap Danil pelan.
"Sayang, apa kamu tidak beristirahat, aku ga mau kamu sakit." Lanjut Danil sambil menatap istrinya.
"Aku sudah istirahat, kemudian dibangunkan ayah ketika ayah melihat tangan mas Danil bergerak." Jawab Jelita tersenyum penuh kelegaan.
"Bagaimana dengan Rena?" Tanya Danil
"Dia baik-baik saja, dia sedang bersama ayahmu." Ujar Tuan Handoko.
"Syukurlah, Danil tak mau Rena kenapa-kenapa, yah."
"Kamu tenang saja, Rena baik-baik saja, besok dia baru boleh kesini menemuimu." Tambah Tuan Handoko menenangkan hati Danil.
"Sekarang Mas Danil istirahat dulu ya." Ucap Jelita sambil mengelus tangan Danil.
"Baiklah, sayang." Kata Danil pada Jelita.
"Ayah akan pergi menjaga Rena, agar ayahmu bisa kemari."
Tuan handoko keluar dari ruangan Danil dan menuju ruang rawat Rena yang tak jauh dari ruangan Danil. Tuan Handoko sangat bahagia akhirnya Danil sadar dan kemungkinan bisa sembuh dari leukemia terbuka lebar.