Buah Kesabaran 1
Buah Kesabaran 1
Richard menyentuh pundak rapuh menantunya yang sedang berdiri diantara Danil dan Rena yang sudah siap untuk menuju ruang operasi.
"Jelita," Panggil Richard. Jelita menoleh, dilihatnya pria paruh baya yang sedang menatapnya teduh, lalu pandangannya beralih pada Danil dan Rena.
"Semoga Allah menjaga kalian, Aku mencintaimu Mas Danil," Danil mengangguk "I love you too."
Jelita mencium tangan Danil kemudian melepaskan gengaman tangannya.
"kakak menyayangimu, sayang." Ucap Jelita pada Rena.
"Kakak jangan sedih, semua akan segera berlalu, aku dan kak Danil akan baik-baik saja, aku juga menyayangi kakak, dan ayah." Rena tersenyum, kemudian perawat membawa Danil dan Rena ke ruangan operasi.
Richard memeluk bahu Jelita dan mengajaknya mengikuti perawat yang membawa Danil dan Rena, dan saat itu tangan Jelita yang menjuntai di sisi tubuhnya, terasa hangat karena gengaman seseorang, siapa lagi kalau bukan Tuan Handoko yang meninggalkan urusan kantornya demi menemani Jelita dan Richard di rumah sakit.
Richard dan Jelita tersenyum melihat kehadiran Handoko, Richard baru menyadari betapa selama ini sebenarnya ia dikelilingi oleh orang yang baik, namun ia menyia-nyiakannya. Kini Jelita berjalan diapit oleh dua pria paruh baya yang menyayanginya. Satu ayah mertuanya dan yang satu ayah angkatnya.
Ikatan yang sesungguhnya bukanlah dari nama atau status dari ikatan itu, namun ikatan yang sejati adalah yang terlahir dari hati.
Mereka bertiga melihat duduk di ruang tunggu di samping ruang operasi, sudah beberapa kali ponsel Jelita bordering entah dari mama, papa, Rey atau Ronald, dan bahkan Humaira serta Arlita menghubunginya untuk mengetahui perkembangan kesehatan Danil.
[Pasrahkan segalanya pada Allah, sayang] tulis mamanya dalam sebuah pesan singkat.
[Semangat Jeli, yakinlah semua akan baik-baik saja] Tulis Rey dalam pesannya.
[Jelita, Danil bukan pria yang lemah, kamu harus tahu itu] Tulis Ronald.
Dan masih banyak pesan singkat yang keluarganya kirim padanya demi member semangat agar Jelita kuat menghadapi cobaan ini.
Raga boleh jauh namun doa dan cinta tak kan pernah menjauh, itulah keluarga yang akan saling member dukungan satu sama lainnya.
Disisi lain, Richard mengetik pesan pada Aldo yang sudah kembali ke negara mereka untuk melakukan tugasnya, yaitu misi penculikan.
****
Seharian ini Ronald menyibukkan diri kamar Rena, semua pekerjaannya dia selesaikan di kamar berukuran kecil ini, Bahkan Arya harus rela bolak balik dari kantor dan rumah Rena, sang asisten sampai terheran se bucin itukah sang bos? Selama dia ikut dengan Ronald bahkan tak sekalipun ia dekat dengan seorang perempuan satu-satunya orang yang dekat dengannya adalah Danil, sampai Arya mengira jika bos nya ini adalah gay, walau sebenarnya apa yang dia kirakan itu sebuah kebenaran.
Tapi bagi seorang asisten setia seperti Arya, tak kan pernah ia berani untuk berprasangka buruk pada sang bos. Dia hanya akan menganggap bos nya ini adalah bos yang baik sesuai dengan perilakunya selama ini.
"Memang nasib seorang asisten bos galau, ya kayak gini ini," Gerutu Arya yang masih bisa di dengar oleh Ronald.
"Cepat kerjakan!!"
"Siap Bos."
"Nasib-nasib." Kata Arya sambil berlalu dari kamar Rena yang ditempati Ronald.
Ronald menghela nafas panjang, dia tak menampik apa yang di katakana oleh Arya, BUCIN, ya dia akui bahwa dia seorang bucin, bucin akut malah. Ronald mengusap wajah dengan kedua tangannya.
Dia tak menyangka bahwa sebesar ini pengaruh dari seorang Rena pada dirinya, gadis kecil yang cuek, lucu, dan juga mandiri, ditambah wajahnya yang imut dengan bola mata coklatnya.
"Aku merindukanmu, Rena."
"Aku merindukan sifat manjamu."
"Aku rindu saat kau merajuk, aku rindu saat kau marah, aku rindu saat kau mencibirku dengan kata-katamu yang kekanan-kanankan."
"Aku rindu masakanmu yang kadang terasa enak dan kadang ke asinan."
"Aku rindu akan senyumanmu, aku rindu mengepang rambutmu, apa kau sengaja melakukan ini padaku, Ren?"
"Apa kau sengaja? Agar aku merindukanmu hingga aku takut kehilanganmu, aku takut kau tak kembali."
"Apa maksudmu meninggalkanku dengan cara seperti ini, dan menyuruhku menunggumu, dan kenapa aku tak mampu berpaling darimu?"
"Apa aku sekarang menjadi orang yang bodoh?"
"Iya, kamu tu bodoh, baru nyadar?"
TAK!!!
"Auuuuuhhh…"
"Mama kejam." Ucap Ronald sambil mengusap kening yang di sentil oleh sang mama.
"Ibu tiri memang kejam, apa baru tahu kamu?" hardik nyonya sanjaya yang merupakan ibu angkat dari Ronald sudah berdiri di sampingnya sambil bertolak pingang.
"Sejak kapan mama ada disini?" Tanya Ronald sambil melihat wajah mamanya yang terlihat mengerikan saat ini.
"Sejak kamu meracau ga jelas, deh persis kayak orang gila." Jawab ibunya dengan nada jutek dan ketus parah.
Ronald nyengir dan mengusap lehernya, matilah dia karena ketahuan sedang merindukan seorang gadis yang selama ini ia sembunyikan dari sang mama.
"Kamu tahu, kamu lagi kualat sama mama." Ucap sang mama dengan wajah yang masih garang.
Ronald diam dan mengalihkan pandangannya pada ujung kaki sang mama, dan tak berani untuk mendongak, karena dia sadar memang dia bersalah, dia tak jujur dengan perasaannya pada seorang gadis, padahal ia dulu pernah berjanji tak akan menyembunyikan sesuatu apa lagi menyangkut seorang gadis yang ia cintai.
"Maaf, ma." Walau di kantor ia adalah seorang pemimpin yang garang dan di segani karyawan dan anak buahnya, tapi di hadapan mamanya dia hanya seorang anak yang harus patuh dan berbakti padanya.
"Sekarang ceritakan sama mama, siapa Rena. Kalau mau mama maafin kamu." Ucap sang mama masih dengan nada ketus.
Ronald menarik nafas panjang, kemudian menceritakan awal mula ia bertemu dengan Rena hingga kini ia tak tahu dimana Rena berada.
Kadang sang mama mengernyitkan dahinya, kadang tersenyum, dan kadang ia cemberut, dan kini ia tersenyum, mendengar apa yang sedang di ceritakan oleh Ronald.
"Sekarang mama tahu, kenapa semenjak mama pulang dari uar negeri, kamu selalu murung, ternyata kamu sedang terkena penyakit serius."
"HA! Penyakit? Tanya Ronald tak mengerti maksud dari sang mama, bukannya barusan dia bercerita tentang Rena, lalu kenapa sekarang mamanya bilang dia terkena penyakit.
"Haisss." Mamanya mengelengkan kepala, kemudian berujar, "Kamu sedang sakit cinta, virusnya sudah menyabar hingga ketulang-tulang mama rasa, ga Cuma di hati kamu."
"MAMA . . ." Ronald merajuk manja, karena candaan dari sang mama.
"Mama maafin kamu, asal kamu janji kenalin dia saat dia kembali nanti."
"Ronald janji."
"Ya sudah sekarang kamu makan, mama bawain kamu makanan kesukaan kamu." Ucap sang mama sambil mengusap lengan sang anak penuh sayang.
"Suapin." Ucap Ronald manja.
"Dasar anak bujang galau." Cibir sang mama, Ronald hanya tersenyum dan membuka mulutnya menerima suapan dari sang mama.