It\'s All About Us
It\'s All About Us
Walau sempat membuat sang istri geram dengan kelakuan Danil yang sulit untuk di atur selama di rumah sakit, namun Danil sadar bahwa dia harus berusaha untuk sembuh. Harus!! demi Jelita demi cintanya, demi seseorang yang berhasil mengubah hidupnya, walau dia sudah mengatakan pada Ronald jika suatu hari nyawanya tidak tertolong karena penyakitnya, namun Danil tak kan semudah itu untuk menyerah terhadap penyakitnya, terlebih syarat yang diajukan Ronald.
Berusaha untuk sembuh itulah persyaratan jika Ronald ingin menuruti apa kemauan Danil, Danil sangat paham maksud Ronald, dia tak ingin dirinya menyerah begitu saja, Ronald memang sahabat dan mantan kekasih yang selalu tahu setiap detail lemah dan kuatnya seorang Danil.
Dan Danilpun tahu bagaimana perangai sang sahabat dan sekaligus mantan kekasihnya ini, begitu keras dan kelihatan kejam, namun Danil sangat tahu itu hanya sebuah pelampiasan dari rasa kesepian dan hilangnya kasih sayang dalam hidupnya. Dan kini lihatlah, seorang Ronald bisa tersenyum bahkan bercanda dengan semua orang yang ia temui, walau Danil tahu proses yang dilalui Ronald sangatlah berat.
Danil tersenyum ketika melihat sang istri keluar dari dalam rumah dan menemuinya di taman dekat kolam renang rumahnya.
"Kamu tahu sesuatu?" kata Danil pada sang istri, yang membuat sang istri mengernyitkan dahi tak mengerti dengan maksud suaminya.
Jelita mengeleng pelan, kemudian duduk disamping suaminya sambil memberikan secangkir teh hangat pada Danil.
"Kamu kelihatan lebih cantik hari ini." Ucap Danil sambil tersenyum lembut pada Jelita kemudian menyesap teh yang tadi dia ambil dari tangan Jelita sambil menatap mentari pagi yang menghangatkan raga mereka.
Jelita tersenyum dan menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami, yang dibalas dengan pelukan hangat dipundaknya.
"Terimakasih telah hadir dalam hidupku, dan memberi pelajaran yang berharga pada diriku ini. I love you, I love you my beautiful wife." Ucap Danil pada Jelita kemudian memberi kecupan di dahi sang istri.
"Ehem!!" Suara deheman mengagetkan keduanya dan sontak keduanya menoleh ke belakang, tepat ke sumber suara.
Ronald dengan senyum manisnya sudah berdiri tegap di belakang mereka sambil kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celana.
"Belakangan ini kenapa kamu jadi seperti setan, tiba-tiba saja datang di saat tak tepat."
Ronald hanya mencibir mendengar gerutuan dari mulut Danil dan dengan cuek dia ikut duduk di bangku taman samping Jelita. Kemudian menyesap teh di atas meja tanpa permisi pada sang empunya.
"Sembarangan kau, main minum-minum aja, itu milik istriku." Ucap Danil kesal.
Ronald mengagkat tehnya dan melihatnya dengan seksama, kemudian menatap Jelita yang sedang tersenyum ke arahnya, kemudian berganti menatap wajah Danil yang sedang kesal.
"Ga ada tulisan istrimu disini."
Jelita hampir terbahak mendengar jawaban asal dari Ronald yang membuat Danil semakin Jengkel dibuatnya.
"Manis." Ucap Ronald kembali sambil mengangkat kedua alisnya.
Danil hanya diam melihat kelakuan absurd Ronald yang jauh dari sikapnya dulu. Sedangkan Jelita hanya membekap mulutnya takut ketawanya akan memperburuk suasana hati Danil.
"Kak Ronald udah sarapan?" Tanya Jelita dengan tersenyum.
"Biarkan saja dia mati kelaparan, ngapain juga kamu perhatian sama dia? sok-sok nanyain udah sarapan apa belum." Ucap Danil ketus.
"Jelita, apa kau tahu? kakak mu ini tidak semalam itu gara-gara apa coba? gara-gara laki-laki sialan, yang mengaku sebagai sahabatku, malah kini berubah jadi adik iparku." Ronald masih saja menggoda Danil.
"Memang apa yang kakak lakukan karena laki-laki itu?" Ucap Jelita sengaja masuk dalam permainan Ronald.
"Kau tahu kantornya sangat payah, membuatku lembur berjam-jam hingga aku lupa makan lupa caranya tidur, dan sekarang aku hanya ingin makan saja, dia repot."
Danil mencibir kemudian menyesap kembali tehnya.
"Jadi kakak belum sarapan? hanya demi laki-laki menyebalkan seperti itu, aduh...aduh... malang sekali nasibmu kak."
Danil langsung menoleh dan menatap tajam pada sang istri yang menyebutnya sebagai laki-laki yang menyebalkan.
"Akan aku ambilkan sarapan, aku tak mau kakak mati karena laki-laki itu." Kemudian Jelita bangkit menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan Ronald.
"Dasar kau." Ucap Danil pada Ronald. Sedangkan Ronald hanya terkekeh dan ikut menyesap tehnya yang tinggal separo.
"Aku senang akhirnya kau bisa menikmati hidupmu Ronald."
"Ya, aku juga senang karena kamu juga bahagia Danil."
"Apa kau pernah membayangkan kita akan hidup seperti ini, dan terlepas dari bayangan masa lalu?"
Ronald berdiri dan melangkah ke tepi kolam, kemudian membalik tubuhnya menghadap Danil.
"Tak pernah, Tak pernah tebersit dalam pikiranku, aku akan merasakan hidup senyaman ini, bersama keluarga baru yang mengangkatku dari lumpur hidup yang terus menarikku dalam kepedihan dan keputus asaan."
"Jika dulu kau yang lebih dulu bertemu dengan Jelita, apa yang akan kau lakukan?"
"Sejujurnya aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika aku bertemu Jelita lebih dulu dari mu, tapi aku yakin Jelita tak mau menjadi istriku."
"Kenapa?"
"Karena dia ditakdirkan hanya untuk menjadi istrimu."
Danil tersenyum kecil, kemudian menatap hamparan bunga di sekitar kolam renang yang ditanam Jelita ketika waktu sengang nya.
"Kak, sarapannya." Jelita meletakkan nasi goreng seafood kesukaan Ronald di atas meja taman. Dengan semangat Ronald menghampiri piring yang berisi makanan favoritenya, namun belum sempat ia mengapai piring, tangan Danil telah terlebih dulu mengambil piring itu kemudian memakannya dengan santai.
Ronald melongo melihat apa yang di lakukan Danil, sedangkan Jelita hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah suaminya.
"Ini milikku." Ronald merebut piring yang dipegang oleh Danil, sekarang gantian Danil yang melongo sambil mengunyah pelan makanannya.
"Kemarikan sendoknya." Ucap Ronald ketus pada Danil.
"Ga mau."
"Hissssss, menyebalkan. Makan tuh sendok." Ucap Ronald kemudian meninggalkan Jelita dan Danil masuk ke dalam rumah dan melanjutkan sarapan dengan tenang di depan tv.
"Mas Danil, kau senang sekali mengerjai Ronald."
"Membuat dia kesal adalah hobiku dari dulu, sayang. hanya dengan cara itu dia bisa meluapkan emosinya."
"Aku menyayangimu, Mas Danil."
"Segenap hidupku, tak kan ada perempuan lain, hanya untukmu kasih sayang, perhatian dan cintaku."
"Bener ya?"
"Hm, kau bisa membuktikannya."
"Jadi besok kita berangkat."
"Ya, Ronald sudah mempersiapkan segalanya, untuk sementara waktu kita akan tinggal di luar negeri."
"Bukan sementara waktu, tapi sampai mas Danil sembuh."
"Jika mereka rindu?"
"Biarkan mereka menyusul kita kesana."
Danil memeluk Jelita erat seolah takut jika tiba-tiba Jelita akan pergi dari sisinya.
"