Bab 233 \"BULAN PURNAMA\"
Bab 233 \"BULAN PURNAMA\"
HAPPY READING GUYS….
"Ah…" suara desahan memenuhi kamar itu.
"Ah.. yas…" desahan itu kembali terdengar.
"Ah… Ken… yas… yas.. yas…" desah orang yang berada di bawah kungkungan Kenan.
"Ah… Ken…" desahanya lagi seraya memegang ke dua lengan Kenan yang memegangi kakinya agar Kenan bisa menghujam titik kenikmatan seseorang di bawahnyanya. Desahan panjang sama-sama ke luar dari bibir Kenan dan juga seseorang yang berada di bawah kungkungan Kenan yang tidak lain adalah Raka.
Kenan tadi memang bukan pergi ke kantor, melainkan pergi ke apprtement untuk bertemu dengan Raka. Sudah sekitar satu minggu lebih mereka tidak bertemu, apalagi Kenan yang baru saja pindahan membuat sekitar satu mingguan mereka tidak bertemu seperti ini. Jadi, wajar saja jika mereka melepas rasa rindu mereka dengan bercinta.
Kena menjatuhkan tubuhnya ke samping tubuh Raka. Mereka kini menetralkan deru napas mereka yang memburu. Setelah napas mereka sudah tidak memburu lagi, Raka pun bertanya. "Bagaiman ke adaan Qia. Apa sudah lebih baik?" tanya Raka menolehkan kepalanya ke arah Kenan.
"Ya, jauh lebih baik dari pada sebulan lalu," jawab Kenan seraya menoleh ke arah Raka. "Chika sendiri bagaimana?"
"Dia sudah lebih baik, mungkin karena tidak mendapatkan tekanan dari keluarga membuatnya sudah baik."
"Dokter yang kamu rekomendasikan pada Qia memang dokter terbaik, tidak salah jika kamu merekomendasikan dokternya Chika pada Qia."
"Hum," jawab Raka mendudukkan dirinya. Ia menurunkan kakinya dan berjalan ke akamr mandi untuk membersihkan tubuhnya.
"Ini udah, gini aja? Enggak mau lanjut lagi nih?"
"Pedih, lain hari lagi," jawab Raka kemudian ia pun masuk ke kamar mandi.
Kenan turun dari tempat tidur, mengambil pakaiannya yang berserak di lantai kemudian meletakkanya di kursi. Ia mengambil celana dalam sekaligus celana pendeknya. Ia berjalan ke luar kamar untuk mengambil minum karena haus. Matahari di luar sudah tidak terlihat dan kini dudah berganti dengan bulan purnama yang sempurna. Denting pesan masuk ke handphone Kenan, ia pun membuka pesannya. Sebuah foto yang di kirimkan oleh sang istri. "Bulannya indah sesuai sama cuaca yang mendukung. Cepet pulang ya kak, biar bisa melihat bareng bulannya."
Kenan pun berjalan ke arah balkon dan menatap langit malam yang cucanya cerah serta bulan yang bersinar terang. Hanphone Kenan kembali berdenting kali ini foto panggangan bbq yang di atasnya ada daging dan juga seafood yang sedang di panggang. "Mau enggak kak?" isi pesan itu yang di sertai dengan emot senyuman dengan lidah menjulur ke luar dan satu mata tertutup. Kenan menggelengkan kepalanya kemudian membalas dengan emotikon kiss.
Selesai Raka membersihkan tubuhnya, Kenan yang kini bergantian membersihkan tubuhnya. Selesai membersihkan tubuh mereka, mereka pun pulang. Raka yang membawa selimut dan badcover ke laudry. Kenan pergi ke super market untuk membelikan minuman bersoda untuk menemani acar bbw yang istrinya sedang lakukan. Ia sampai pukul setengah Sembilan malam dan Qia masih menikmati acara bbq dengan bi Munah, pak Asep si tukang kebun suami bi Munah dan Pak Salim satpam di rumahnya.
"Wah… sepertinya aku ketinggalan," ucap Kenan seraya menenteng belanjaannya.
Qia yang sedang duduk langsung berdiri dan menghampiri Kenan seraya berlari. "Enggak usah lari – lari kenapa?" tanya Kenan menatap Qia dengan tatapan tidak habis pikir Qia seperti ini.
"Bawa apa, kak?" tanya Qia seraya melihat plastic bawaan sang suami.
"Minuman sama cemilan," jawab Kenan seraya mengangkat plastiknya.
"Wah…" ucap Qia dan mengambil plastiknya.
Ia pun berjalan menghampiri para karyawan yang bekerja di rumahnua seraya tersenyum meninggalkan Kenan sendiri. Kenan hanya menggelengkan kepalanya saja dengan tingkah Qia. Ya, semenjak Qia meninggalkan pekerjaan dan ia lebih sering di ruamh serta hubungannya dengan Kenan semakin membaik Qia bertingkah layaknya seorang anak kecil. Bahkan ia tidak sungkan bersikap manja seperti yang sering ia lakukan dulu semasa SMA.
Mereka pun mengadakan acara bbq bersama sampai sekitar pukul Sembilan malam mereka pun menyudahinya. Bibi dan yang lainnya pun memebereskan bekas acara sedangkan Qia dan Kenan sedang duduk di kursi taman yang terbuat dari batu persis kursi taman yang ada di sekolah SMA mereka dulu. Ada meja batu juga yang beberntuk bulat di belakang tubuh mereka. "Kak," panggil Qia tanpa menatap Kenan.
"Hum," jawan Kenan seraya menoleh ke arah Qia yang saat ini sedang menikmati pemandangan malam yang cerah ini.
"Apa enggak apa – apa?" tanya Qia membuat Kenan mengernyitkan dahinya.
"Maksud kamu?" tanya Kenan.
"Apa enggak apa – apa aku bahagia?" tanya Qia masih setia menatap ke langit malam. Namun, wajahnya yang tadi tersenyum cerah kini hanya menatap langit tanpa senyumannya melainkan dengan raut wajah datarnya.
"Kenapa enggak? Memangnya ada yang melarang kamu enggak bahagia?" tanya Kenan dengan wajah serius emnatap Qia yang masih setia memandang langit di atas dengan kedua tangan yang bertumou di samping kanan dan kirinya.
Tangan Qia terulur untuk menunjuk bagian dadanya. Kenan terdiam melihatnya, ia sama sekali tidak mengerti apa yang di maksdukan istrinya. "Hati kecil aku yang melarang aku untuk enggak bahagia," jawab Qia masih dengan posisi yang sama memandangi langit.
Sebenarnya Qia ingin menatap Kenan, tetapi ia tidak bisa melakukannya karena jika ia menatap Kenan air matanya akan tumpah membasahi wajahnya. Saat ini saja pandangan matanya sudah buram berkat air matanya yang sudah memenuhi matanya.
"Kenapa hatimu melarangmu?" tanya Kenan yang sekarang sepenuhnya menghadap istrinya ini.
"Keluargaku pergi meninggalkan dunia ini, tetapi aku masih hidup di dunia ini. Disaat mereka ada di dalam tanah yang dingin dan mungkin merintih kesakitan aku di sini bahagia penuh kehangatan," ucap Qia yang menghirup napas dalam – dalam dan mengehnbuskannya tetapi ia tersedak hingga ia terbatuk.
"Qi," ucap Kenan khawatir.
Kenan mengusap punggung Qia yang sudah tidak terbatuk lagi. Qia kemudian berdiri dari duduknya. "Qia ngantuk, kak. Mau tidur," ucap Qia tanpa menatap Kenan kemudiania pun akan berlari dari hadapan Kenan tetapi baru juga ia selangkah berlari, Kenan sudah mernarik pergelangan tangannya hingga Qia membalikkan tubuhnya dan menabrak dada bidanh suaminya. Saat itulah Qia tidak bisa menahan rasa sesaknya mengingat keluarganya yang sudah meninggal Ia merasa menjadi jahat karena masih merasakan kehidupan dunia dan bahagia. Ini salah satu penyeba Qia menjadi pribadi yang berbeda ketika ia SMA.
Qia menajdi pribadi yang dingin dan sangat keras kepala, tidak seperti dirinya semasa SMA dahulu. Kenan pun kini hanya memeluk tubuh Qia yang bergetar karena tangisannya. Satu tangan Kenan bergerak mengusap – usap punggung Qia dan terkadang menepuk – nepuk pundak Qia.
Qia terus menangis dalam pelukan Kenan, antara merasa hangat sekaligus merasa sakit karena mengingat keluarganya. Perlahan tangisan Qia sudah meredah, tidak seperti tadi. "Merkea sudah bahagia di sana," ucap Kenan dengan saura lembutnya.
"Kamu harus bahagia karena kak Nathan, Mama dan Papa pasti enggak akan suka melihat kamu bersedih seperti ini," ucap Kenan lagi dengan suara lembutnya.
Qia hanya diam saja tidak berkata apa – apa di dalam pelukan Kenan. Perlahan Kenan mengurai pelukannya kemudian ia membungkukkan tubuhnya untuk mensejajarkan wajahnya dengan Qia. Qia menundukkan kepalnya tidak mau Kenan melihat wajah basahnya apalagi Kenan tidak menyukai wanita yang cengeng seperti dirinya. Tangan Kenan pun kini memegang dagu Qia agar Qia mau menatapnya. Ketika Qia sudah mengangkatkan wajahnya. Ia malah memiringkan wajahnya tanpa mau menatap Kenan.
"Tatap mata aku, Qi," ucap Kenan dengan suara lembutnya.
Qia tidak langsung menatap kea rah Kenan, tetapi pada akhirnya, ia pun menyerah dan menatap Kenan. "Maafin Qia, kak," ucap Qia yang kini sudah menatap Kenan sepenuhnya.
Tangan Kena terulur untuk mengahapus air mata di sudur mata Qia dan juga pipi Qia. Ia sama sekali tidak menjawab permintaan maaf dari Qia. Qia menekuk wajahnya sedih karena Kenan seperti tidak mau memafkan dirinya yang menangis.
"Kak," panggil Qia lagi.
"Berhenti meminta maaf Qi, kamu enggak salah sama aku. Kenapa kamu minta maaf?" tanya Kenan dengan raut wajah datarnya.
"Qia udah jadi perempuan cengeng padahal kakak enggak suka sama cewek cengeng," ucap Qia kemudian ia menundukkan kepalanya.
"Aku memang enggak suka cewek nangis, terutama kamu. Tapi, kamu boleh menangis ketika hati kamu udah sangat sakit dan kamu enggak bisa lagi menahannya. Maka, menangislah dan jadikan aku satu – satunya orang yang ada saat kamu menangis karena sudah tidak tahan denganrasa sakit di hati kamu," ucap Kenan membuat Qia kini mendongakkan kepalanya menatap suaminya yang sekarang sedang tersenyum menatapnya.
Qia diam tidak berkata apapun menatap wajah Kenan. Kenan pun tanpa berucap apa – apa langsung mendukkan tubuhnya dan mengangkat tubuh istrinya itu dengan mudah. Qia pun sudah mengalungkan tangannya ke leher Kenan. Qia tersenyum dan terus menatap suaminya itu. Kenan membawa Qia ke kamar mereka. Kamar yang bernuansa berwarna sky blue dan seluruh interior kamar berwarna putih seperti berada di langit biru yang terang dengan awan – wana putih cerahnya.
Kenan menurunkan Qia dengan hati – hati, "Aku mau bersihin badan dulu," ucap Kenan.
"Hum," jawab Qia yang hanya bergumam. Kenan berjalan ke lemari untuk mengambil pakaian gantinya. Qia pun merebahkan dirinya dan mengambil handphonenya yang sedari tadi ia cas di atas nakase sebelah temoat tidurnya.
Yang tadinya ia bilang mengantuk, sekarang malah asyik bermain sosial media. Ia memposting sebuah foto bulan purnama yang indah mala mini dengan caption. "Indahnya bulan mala mini seperti keindahan kamu yang menjadi penerang di kegelapan diriku."
TBC…
UWUW…. KENAN OH… KENAN… KAMU BISA BERKAMUFLASE SEPERTI BUNGLON JUGA TERNYATA.