Bab 219 \"SELESAI\"
Bab 219 \"SELESAI\"
HAPPY READING….
Kenan melajukan mobilnya dengan perasaan kesal. Ia tidak tahu harus kemana sekarang, mau menelphone Chika rasanya tidak mungkin. Namun, tidak ada pilihan lain selain menghubungi Chika. Ia pun mencari kontak Chika kemudian menelphonenya. Tidak butuh waktu lama sampai panggilan telphonenya di angkat. "Hallo, Chik."
["Iya, Ken. Ada apa?"]
"Raka di rumah enggak?"
["Enggak tuh, dia ada di kantor. Memangnya kenapa?"]
"Aku telephone dia enggak di angkat-angkat, telephone ke kantor pun lagi istirahat jadi enggak di angkat.
["Oh, gitu. Memangnya ada perlu apa Ken?"]
"Ada proyek yang mau di bahas hari ini. Cuma aku enggak bisa datang karena Qia sakit. Kamu bisa enggak hubungin dia dan kasih kabar ke dia. Sama tanyain dia ada dimana, siapa tahu aku bisa ketemu dia sebentar. Ini aku lagi di luar tebus obatnya Qia," ucap Kenan yang lebih banyak kebohongannya.
["Oh, ya udah. Aku telephone dulu kalau gitu. Nanti aku kabarin kamu kalau aku udah telephone Raka."]
"Aku tunggu infonya, makasih ya Chik."
["Makasihnya nanti aja. Aku telephone Raka dulu kalau gitu. Ya udah, ya. Bye!] ucap Chika kemudian ia pun mengkahiri sambunga telphonenya.
Kenan kini membawa mobilnya dengan kecepatan sedang, terkadang mengebut jika jalanan sedikit renggang. Dering handphone mengalihkan pandangan Kenan seseaat sebelum ia mengangkat panggilannya menggunakan headseat bluetooth. "Hallo, Chik," ucap Kenan menjawab panggilan dari Chika.
["Iya, aku Cuma mau ngabarin kalau Raka lagi ada di Old Dissy Resto n Cafe"]
"Oh, oke deh, makasih infonya. Aku langsung kesana aja, karena posisiku enggak jauh dari tempatnya. Tadi juga sekalian beli makanan yang Qia pesan," ucapnya yang kembali berkata bohong. Sepertinya Kenan sangat cocok jika menjadi seorang actor. Dengan mulusnya ia membohongi Chika mengatas namakan Qia.
Kenan pun menutup panggilannya dan segera melajukan mobilnya menuju tempat Raka berada. Restoran sekaligus kafe yang biasa mereka kunjungi. Restiran itu bernuansa klasik tetapi begitu tenang jika berada di dalamnya. Untuk menu makannnya sendiri banyak jenis, ada beberapa menu makanan khas Indonesia, Italia, Jepang dan Korea. Untuk makanan Italia, Jepang dan Korea rasanya sudah di samakan dengan lidah orang Indonesia. Minumannya pun ada banyak macamnya, dari jus, soda dan juga kopi dan teh.
Ketenangan di kafe itulah yang membuat Kenan dan Raka nyaman, juga rasa masakan yang pas di lidah mereka. Untuk harganya sendiri termasuk harga-harga yang cukup pas untuk anak-anak kuliah. Pengunjung di kafe dan resto ini pun cukup banyak, apalagi jika malam sabtu dan minggu, pasti restoran ini full. Setiap malam sabtu dan minggu di kafe ini selalu ada live musik dan pengunjung pun bisa ikut menyumbangkan lagu jika mereka mau. Walau bernuansa klasik tetapi live musiknya membuat anak-anak muda tertarik dan betah jika berlama-lama di kefe n resto tersebut.
Kenan pun akhirnya sampai di restorant tersebut. Ia pun segera turun dari mobil dan berlari masuk ke dalam kafe. Pada siang hari dan hari kerja kafe ini tidak begitu ramai. "Siang mas Kenan," sapa si palayan yang membukakan pintu untuk Kenan.
"Siang," jawab Kenan singkat.
"Raka ada di mana?" tanya Kenan menatap si pelayan yang membukakan pintu itu.
"Ada di sebelah sana, mas," ucap Dwi seraya menunjuk Raka yang duduk memunggi pintu masuk. Kenan pun mengikuti arah tangannya.
"Makasih," ucap Kenan ketika ia sudah menemukan Raka berada, tanpa menatap ke arah Dwi. Ia pun bergegas menghampiri Raka.
"Kita harus bicara!" tegas Kenan ketika ia sudah berdiri tepat di samping Raka yang akan menyuapkan makanannya.
Raka mendongakkan kepalanya untuk menatap Kenan, ia pun kembali menatap kea rah makanannya dan menyuapkan makanannya. Ia bener-benar malas menatap Kenan. Kenan menarik kursi di depannya kemudian duduk di depan Raka. Ia diam menatap Raka terus menerus hingga seorang pelayan pria menghampiri mereka. "Siang mas Kenan, mau pesan apa?" tanyanya dengan suara yang begitu ramah seraya menyodorkan minumannya.
"Ice mango squash dan toast beef cheese roll," ucap Kenan seraya menatap pelayan pria yang bername tag Fadil.
"Saya ulangi ya, mas," ucap Fadil.
"Hum," jawab Kenan yang hanya bergumam.
Fadil mengulangi pesanan Kenan, setelah itu ia bertanya kembali apakah Kenan ingin menambah pesanannya dan Kenan tidak menambahkan pesanannya sama sekali. Pelayan itu permisi untuk memesankan pesanan Kenan. Setelah Fadil pergi Raka kini menatap Kenan degan tatapan malasnya.
"Bisa enggak sih, enggak usah natap kayak gitu?" tanya Raka malas.
"Kita perlu bicara," ucap Kenanan dengan mata yang terus menatap Raka intens.
"Memangnya saat ini kita enggak sedang berbicara?" tanya Raka kemudian ia meletakkan sendoknya dan menyingkirkan piring di hadapannya ke samping kanannya.
Seorang pelayan datang menghampiri meja Raka dan Kenan kemudian memberikan minuman pesanan Kenan. "Piring kotornya boleh saya angkat kak?" tanya seorang gadis yang sepertinya masih muda itu menatap Kenan dan Raka bergantian.
"Angkat aja mbak, sekalian keluarin dessert yang saya pesan," ucap Raka seraya tersenyum ramah.
Wanita yang bername tag Sarla iti mengangkat piring kotornya dan pergi dari sana. Kenan masih setia menatap ke arah Raka. "Aku serius, Ka. Kita perlu bicara saat ini!" tegas Kenan penuh penekanan di setiap katanya.
"Apalagi yang mau di bahas, kita berdua sudah sama-sama menikahkan?" tanya Raka dengan malas. Pesanan dessert Raka pun tiba.
Setelah pelayan pergi Kenan kembali bertanya, "Apa kamu mau selesai sampai di sini?" tanya Kenan.
Raka tersenyum sinis, "Jadi kamu mau selesai sampai di sini?" tanyanya dengan nada sarkatis.
"Bukannya kamu yang mau seperti ini?" tanya Kenan yang mulai tersulut emosi.
"Aku enggak bilang mau menyelesaikannya sampai di sini. Aku hanya berkata jika kita sudah sama-sama menikah, jadi untuk apa lagi kita membahasnya. Lebih baik jalani saja yang ada."
"Jadi benar kan, kamu mau menyelesaikannya sampai di sini?" tanya Kenan dengan nada meninggi seraya mengebrak mejanya membuat beberapa tamu menatap ke arah mereka.
Raka memejamkan matanya erat-erat seraya menundukkan kepalanya. "Apa kamu mau kakekmu mengetahui ini?" tanya Raka dengan suara tertahan, tetapi bisa di dengar jelas oleh Kenan.
Kenan pun mendudukkan dirinya dan menatap kesekelilingnya. Ia tersenyum paksa menatap para tamu lainnya kemudian ia menatap Raka. Rasanya Raka sudah tida berminat lagi untuk memakan dessertnya karena rasa kesalnya pada Kenan. Haruskah Kenan bertindak seperti ini, hingga membuat orang-orang menatapnya.
Namun, tidak mungkin juga jika dirinya pergi begitu saja. Beruntung, pesanan Kenan sudah datang dan kehadiran pelayan yang datang mengantarkan makanan itu pun memecah ke tidak nyamanan suasana yang terjadi saat ini.
TBC….