Menikah dengan Mantan

Bab 223 \"JANGAN MARAH PADA DOKTER LINTANG\"



Bab 223 \"JANGAN MARAH PADA DOKTER LINTANG\"

1MAAF YA GUYS.. ATAS KETIDAK NYAMANANNYA.     

HAPPY READING…     

Kenan menunggu seseorang itu berbicara padanya. Namun, bukannya sebuah suara orang berbicara tetapi panggilannya malah terputus. "Sialan!" maki Kenan karena sambungan terputus. Sepertinya dokter itu benar-benar mencari keributan dengannya.     

Kini ia menatap ke arah Raka yang juga menatapnya. "Kamu tahu rumah sakit yang sedang bekerjasa sama dengan perusahaan yang proyeknya di pegang oleh Qia?"     

"Iya, tahu. Kenapa?"     

"Anterin aku ke rumah sakit itu, Qia masuk rumah sakit," ucap Kenan.     

"Hah, kok bisa?"     

"Aku enggak tahu, yang pasti sekarang Qia ada di rumah sakit."     

"Ya, udah. Ayo kita kerumah sakit sekarang,"ucap Raka kemudian mereka pun segera bergegas ke rumah sakit.     

Mereka berdua segera cek out dari hotel kemudian berjalan ke parkiran mobil. Raka langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit yang di maksud. Jalanan Jakarta yang masih macet membuat mereka lama sampai di ruma sakit. Sekitar satu jam perjalanan mereka pun baru sampai. Sudah pukul delapan lebih 18 menit mereka sampai di rumah sakit, Di mana sudah lewat dari jam berkunjung.     

"Saya suami dari pasien yang di bawa dokter Lintang. Katakan di mana ruangan istri saya?" tanya Kenan dengan nada kesal karena suster mengatakan jika sudah lewat dari jam besuk.     

"Mbak, tolong ya. Teman saya ini tadi sedang bekerja jadi, tidak tahu jika istrinya di larikan ke rumah sakit. Dia baru mendapatkan kabar barusan," ucap Raka dengan suara lembutnya tidak lupa senyuman manis yang mampu membuat para wanita luluh.     

Sebenarnya suster itu tidak memberitahukan pada Kenan karena tadi Lintang berpesan untuk tidak memberitahukan di mana ruangan Qia karena orang itu bukan orang baik. Jadi bagian informasi jangan memberi asal di mana pasien berada. "Maaf pak, tetapi pasien yang bapak maksud tidak terdaftar namanya.     

"Jangan saya sampai lapor polisi ya, karena tidak mmeberitahukan di mana istri saya di rawat!" peringat Kenan dengan nada ancaman.     

"Hum, itu—" bagian informasi itu menjadi takut pada akhirnya ia pun memberikan data di mana Qia di rawat.     

Raka dan Kenan pun segera berlari ke ruangan di mana Qia berada. Suster itu juga menunjukkan kemana mereka harus pergi. Setelah sampai di lorong mana yang di maksud oleh suster tadi, mereka berdua langsung mencari nomor kamarnya. Kenan pun langsung mendapatkannya, ia pun dengan langkah cepat segera melangkakan kakiknya. Ketika ia kana membuka pintu ruang rawat Qia, pintu tersebut terbuka dari dalam. Seseorang ke luar dari kamar membuat Kenan menghentikan langkahnya.     

Kemarahan yang tadi sempat meredah kini kembali naik ketika ia berpapasan dengan pria yang sedang ke luar dari ruang rawat istrinya."Brengsek, lo!" marah Kenan seraya menarik kerah jas dokter yang di kenakan oleh orang yang ada di hadapan Kenan.     

Raka segera menahan lengan Kenan yang akan memberikan pukulan pada orang di depannya yang tidak lain adalah Lintang. "Udah, Ken. Lebih baik kita masuk saja," ucap Raka seraya melepaskan cengkraman tangan Kenan dari jas Lintang.     

Kenan mendorong kuat Lintang agar menjauh dari jalannya. Ketika masuk, ia melihat Qia yang sedang duduk di atas tempat tidur dan menatapnya. "Kak," panggil Qia.     

Kenan pun segera melangkahkan kakinya mengahampiri Qia yang wajahnya begitu pucat. Qia merentangnya tangannya ingin di peluk. Kenan pun langsung memeluk tubuh Qia. Rasa panas dari tubuh Qia itu pun langsung terasa di tubuh Kenan. Qia memang tidak sedang baik-baik saja. Bodohnya dirinya yang meninggalkan Qia dan baru bisa datang jam segini. Raka pun hanya diam memandangi Kenan yang sedang memeluk Qia. Lintang sudah mengepalkan tangannya erat kenapa bisa Kenan tahu ruangannya. Namun, ia tidak bisa melakukan banyak hal karena biar bagaimana pun Kenan punya hak penuh atas Qia.     

Lintang pun memilih pergi dari ruang perawatan Qia. Raka menghampiri Kenan dan Qia kemudian ia berdiri dibelakang Kenan. "Udah, jangan nangis. Aku sekarang udah di sini," ucap Kenan kemudian ia mengurai pelukannya.     

Kedua tangannya menangkup pipi Qia kemudian mengusap air mata Qia. "Sudah aku sering bilang kan, aku enggak suka cewek cengeng," ucap Kenan dengan suara lembutnya.     

"Kak," ucap Qia dengan suara pelannya.     

"Kenapa?"     

"Kakak jangan marah sama dokter Lintang. Dia tadi yang nolongin Qia, kalau bukan karena dokter Lintang entah Qia bisa sampai di rumah sakit atau enggak," ucap Qia dengan suatra lirihnya seraya menatap penuh harap pada Kenan.     

Kenan yang mendengar ucapan Qia mencoba tersenyum walau dalam hatinya ia sangat kesal. Kenapa Qia malah berkata seperti itu. Ia benar-benar tidak menyukai Lintang. "Sekarang kamu istirahat ya," ucap Kenan dengan suara lembutnya.     

"Hum," Qia pun kembali merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya. Kenan menegakkan tubuhnya kemudian membalikkan tubuhnya. Ia sedikit terkejut karena Raka berdiri tepat di belakang tubuhnya.     

"Asta Ka, kamu ngagetin aja."     

"Aku pamit pulang ya kalau gitu. Kalau ada apa-apa, kamu telephone saja," ucap Raka yang raut wajahnya terlihat datar.     

"Hum," jawab Kenan yang hanya bergumam.     

Raka pun membalikkan tubuhnya dan berjalan ke luar dari ruang raawat Qia. Setelah pintu tertutup Kenan menarik tempat duduk di samping brankar kemudian duduk di kursinya. Ia menatap Qia yang sudah memejamkan matanya. Wajahya terlihat sangat pucat apalagi bibirnya yang pecah-pecah itu. Ia juga tadi merasakan rasa panas yang bersumber dari tubuh Qia.     

Kenan tidak menyangka jika pada akhirnya Qia malah drop seperti ini. Ia pikir ke adaan Qia akan baik-baik saja ketika ia tinggal. Ia pikir demam Qia hanya demam biasa sehingga tidak perlu di bawa ke ruamh sakit. Nyatanya, suhu tubuh Qia sangat panas melebihi suhu tubuh Qia tadi pagi. "Kak, kalau mau tidur. Tidur di sini saja, ini masih muat kalau kakak mau tidur," ucap Qia serya menoleh ke arah Kenan.     

"Udah kamu tidur aja, aku bisa tidur sambil duduk."     

"Kakak nanti bisa keram. Udah, enggak apa-apa. Kakak tidur sebelah Qia aja."     

"Udah ya, Qia tidur lagi. Supaya kondisinya bisa segera pulih."     

"Kak, bis minta tolong pijitin kepala Qia?" tanya Qia.     

"Sini, mana yang mau di pijitin?" tanya Kenan. Qia kemudian memiringkan tubuhnya memunggungi Kenan. Ia pun menunjukkan area mana yang harus di pijat. Kenan memijitnya tidak terlalu keras tetapi masih ada rasa. Setidaknya pas untuk sedikit menghilangkan rasa sakit di kepalanya.     

Suara dengkuran halus terdengar dari Qia Kenan pun menghentikan pijatannya kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh Qia hingga sebatas dada. "Cepet sembuh ya, jangan sakit-sakit terus," ucap Kenan dnegan suara lembutnya tepat di samping telinga Qia. Kemudian ia pun mencium pelipis Qia sebentar. Kenan yang saat ini memberikan perhatian pada Qia tidak ada yang pernah menyangka jika di balik sikapnya ini hanya untuk menutupi aibnya saja.     

Di tempat lain, Raka masih melajukan mobilnya pulang ke appartement. Karena sibuk dengan pemikirannya ia pun tidak membeli makanan untuk di bawa pulang. Sampai di appartement, ia masuk begitu saja dan Chika saat ini sedang berada di ruang televise. Ia yang tadinya sedang bersandar di sandaran sofa kini menegakkan tubuhnya dan menolehkan kepalanya ke arah Raka yang saat ini sedang berjalan masuk Chika menyipitkan matanya untuk memfokuskan kea rah tangan Raka yang tidak membawa apa-apa. Chika berdiri dari duduknya kemudian mengambil tas kerja Raka. "Capek banget ya?" tanya Chika seraya menatap Raka yang hanya diam saja.     

"Ka," panggil Chika karena Raka hanya diam dan kini ia malah duduk di sofa.     

"Ka, mau mandi atau makan dulu?" tanya Chika seraya mendudukkan dirinya di samping Raka membuat Raka kini tersadar dari lamunannya kemudian ia pun menoleh ke arah Chika.     

"Kenapa Chik?"     

"Capek banget ya, sampai enggak fokus gini," ucap Chika seraya membelai wajah Raka.     

"Ah, enggak," ucap Raka seraya menarik tangan Chika dari wajahnya.     

"Mau mandi dulu atau mau makan?" tanya Chika menatap Raka.     

"Ah, iya. Aku lupa beli makan," ucap Raka yang baru ingat jika ia tidak membelikan makan.     

"Enggak apa-apa, kamu mungkin capek. Biar rilex mandi dulu sana. Aku buatin nasi goreg aja gimana?" tanya Chika seraya tersenyum menatap Raka.     

"Boleh," jawab Raka.     

"Ya udah, sana kamu mandi. Aku siapin baju baru nanti aku buat nasi goreng," ucap Chika dengan nada suara lembutnya.     

Chika dan Raka pun melangkahkan kakinya ke kamar mereka. Raka pergi ke kamar mandi, sedangkan Chika menyiapkan pakaian untuk Raka. Selesai menyiapkan pakain untuk Raka ia pun ke luar kamar dan pergi ke dapur. Chika mengambil sosil, bakso ikan untuk campuran nasi gorengnya. Ia pun mengambil cabai , bawang merah dan putih kemudian ia cucui dan ia haluskan dengan coper. Setelah itu ia pun memotong-motong sosis dan juga baksonya. Ia memanaskan minyak kemudian memasukkan sosis dan bakso terlebih dahulu bersamaan dengan bawang bombai. Setelah matang ia baru memasukkan bumbu yang tadi ia haluskan menggunakan coper.     

Menumisnya hingga harum kemudian mematikan kompornya dan memasukkan nasinya yang cukup untuk dua orang. Ia juga memasukkan dua butir telur, garam halus, penyedap rasa, saus tiram sekitar dua sendok makan kemudian kecap secukupnya. Ia aduk semuanya hingga merata dan nasinya juga tidak menggumpal. Setelah rat ia baru menghidupkan kompor dan mematangkan nasinya. Untuk nasi goreng ini Chika hanya asl saja bumbunya, tiba-tiba terpikir dengan bumbu-bumbu itu dan telurnya di masukkan setelah nasi di masukkan mencampurnya rata dengan nasi dan bumbu-bumbu.     

Ia terus mengaduknya supaya tidak lengket. Telur yang tadi basah ini mulai mongering. Di rasa sudah matang, Chika pun merasakan apakah ada yang kurang dari nasi gorengnya. Masih kurang asin dan kurang manis sedikit. Ia ingin rasa nasi gorenganya gurih dan sedikit manis, tetapi tidak terlalu manis. Ia pun menambahkan garam lagi dan juga sedikit kecap manis. Ia kembali mengaduknya hingga rasanya pas. Ia membiarkan sebentar nasinya kemudian ia cicipi rasanya. Sudah pas rasanya, ia aduk-aduk lagi dan diamkan sebentar baru di angkat, Ia menuangkan nasi gorengnya ke piring kemudian mengambil bawang goreng dan menaburkannya di atas nasi goreng. Setelah itu, ia pun membawanya ke meja makan. Tepat setelah itu, Raka datang dengan rambut basahnya.     

TBC….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.