Menikah dengan Mantan

Bab 228 \"REUNI PART 2\"



Bab 228 \"REUNI PART 2\"

3AKU CUMA BISA MINTA MAAF SAMA KALIAN GUYS...     

HAPPY READING...     

Lintang tersenyum saja dengan sikap Kenan. "Aku hanya menyapa saja, apa tidak boleh?" tanya Lintang.     

Kenan menarik pinggang Qia dan mengangkat dagunya tinggi menunjukkan siapa dirinya. Tubuh Kenan lebih tinggi dibandingkan dengan Lintang. Tetapi untuk bentuk tubuh mereka berdua bersaing. Sedangkan untuk ketampanan mereka sama-sama tampan, hanya saja Lintang lebih ke wajah Indonesia sedangkan Kenan lebih ke wajah blasteran karena memang almarhum ayahnya masih ada keturunan balsterannya.     

Lintang hanya tersenyum saja dengan sikap Kenan, ia pun akhirnya memilih pergi dari sana. Ia sedikit ingin menjaga imagenya di depan teman-temannya jika ia bukan pria yang suka merusak hubungan pernikahan orang lain. Namun, siapa sangka bukan Lintang yang sekarang adalah pria yang memiliki obsesi tinggi. Ia pun begitu tertantang membuat wanita yang sudah menikah menyukai dirinya. Walau semau itu hanya untuk kesenangan semata saja.     

"Kak, aku mau ambil minum di sana, ya," ucap Qia seraya menunjuk stan minuman.     

"Jangan ambil alkohol!" peringat Kenan.     

"Memangnya ada?" tanya Qia seraya mengernyitkan dahinya kemudian mendongakkan wajahnya menatao suaminya.     

"Ada lah, jadi jangan sampai minum alcohol," ucap Kenan.     

"Oke, kakak. Siap," jawab Qia semangat. Ia pun kemudian berjalan ke stan minuman untuk mengambil minum.     

"Hai Ken," sapa seorang wanita dengan dress ketat berwarna merah membalut tubuhnya. Wanita itu tersenyum ramah pada Kenan, sedangkan Kenan sudah menatap malas ke arah wanita itu.     

"Sinis amat sih, lo Ken!" ucap wanita itu yang menyadari jika kehadirannya di depan Kenan tidak membuat Kenan terlihat baik.     

"Ada apa?" tanya Kenan dingin.     

"Ya, ampun Ken. Masa iya, aku nyapa aja kamu enggak boleh. Come on, Ken. Itu kejadian udah lama banget, dulu aku masih sangat muda. Jadi, wajar aja kalau masih ada sikapku yang kekanakan," ucap wanita itu yang tidak lain adalah Aurora.     

Kenan yang malas menanggapi pun berjalan menjauhi Aurora sedangkan Aurora menghembuskan napasnya dan tersenyum paksa. Sikap Kenan melebih-lebihi seorang wanita yang marah. Sudah bertahun-tahun lamanya kejadian itu, tetapi bisa-bisanya Kenan masih marah padanya. Aurora tidak mengambil pusing dengan sikap Kenan ia pun pergi ke tempat lain bertemu dengan teman-temannya yang lain. Ketika Kenan sedang berjalan dan perasaannya menjadi kesal setelah bertemu Aurora tanpa sengaja ia menabrak seseorang membuat dia refelek memegang wanita itu. Mata mereka saling bertemu kemudian Kenn pun langsung menegakkan tubuh wanita itu. "Ah, maaf ya," ucap wanita itu agak canggung.     

"Hum," ucap Kenan sebagai balasan.     

"Ah, Kenan kan?" tanya wanita itu membuat Kenan mengernyitkan dahinya. Ia tidak begitu mengingat teman wanita sekelasnya. Karena Kenan yang menganggap wanita itu sampahlah uang membuat Kenan tidak mengingat wanita itu.     

Jika Kenan tidak mengingat teman wanita sekelasnya, lantas bagaimana ia mengingat Aurora. Jawabannya karena Aurora sudah mengusik Qia. Jika Aurora tidak mengusik Qia, ia tidak akan mengingat wajah Aurora. Baginya wanita itu sampah, sehingga ia pun menganggam wajah para wanita itu sebuah sampah. Wanita yang tidak ia anggap sampah itu hanyalah Qia dan juga beberapa wanita yang menjadi rekan bisnisnya. Ia harus mengingat dengan baik para rekan bisnisnya. Itu sebabnya ia akan menatap wanita rekan bisnisnya baik-baik.     

Sampai detik ini, Kenan sendiri tidak tahu kenapa ia bisa begitu mengingat Qia. Berawal karena suara tangisan Qia yang mengusik ketenagan hatinya. Setiap kali Qia menangis, hatinya sama sekali tidak tenang dan tidak menyukai jika Qia menangis. Namun, tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi dengan hatinya. Ada beberapa wanita yang pernah menangis di hadapannya, salah satunya adalah Aurora. Namun, tangisan wanita-wanita itu tidak mempan sama sekali untuk mengganggu ketenangan hatinya. Ketenagan hatinya tidak terusik sama sekali mendengar wanita bernangis.     

Qia yang saat ini sedang berada di stan cemilan pun menatap ke arah para alumni yang datang hari ini. Ia sempat menjadi bagian dari sekolah ini, tetapi hanya sebentar saja. Selanjutnya ia melanjutkan di sekolah biasa sampai ia pun menyelesaikan pendidikannya. Hasil ujian akhirnya pun hanya pas-pasan membuat dirinya enggan untuk melanjutkan kuliahnya. Qia tidak sepandai kakaknya. Kemampuan akademiknya hanya biasa-biasa saja, tidak sebaik kakakynya yang sebelum meninggal mendapatkan beasiswa di Universitas Negri di Bandung. Sebenarnya kakanya waktu itu di terima di Universitas Indonesia, tetapi kakaknya memilik ke Badung supaya bisa lebih mandiri. Nyatanya, semua tidak sesuai rencana. Perasaan sedih itu tiba-tiba muncul dan hatinya sakit mengingatnya. Tanpa ia sadari air mata keluar dari sudut mata sebelah kirinya. Sebuah air mata kesakitan yang saat ini ia rasakan. "Apa kamu enggak apa-apa?" tanya seorang pria dengan wajah oriental itu menatap Qia.     

"Ah, enggak apa-apa," jawab Qia canggung.     

"Ini," ucap pria itu seraya mengulurkan sapu tangan pada Qia.     

"Maaf, enggak perlu," tolak Qia seraya tersenyum.     

Qia kemudian menatap ke depan, ia bisa melihat Kenan yang sedang berjalan ke arahnya dengan wajah marahnya. Dalam hati Qia mengumpat kesal karena kenapa pria yang tidak di kenal ini malah mendekatinya di saat Kenan melihatnya. Tidak mau terjadi kekacauan, Qia membalikkan tubuhnya dan mengambil beberapa cemilan. Kenan kini berdiri di sampingnya dan menatap Qia dengan pandangan mata yang tidak terbaca.     

Qia membalikkan tubuhnya kemudian mengulurkan piring yang berisi cemilan ke arah Kenan. "Mau?" tanya Qia dengan wajah biasa saja.     

"Siapa pria tadi?"     

"Cowok yang mukanya kayak cina-cina gitu?" tanya Qia dengan santainya kemudian ia memasukkan pudding ke mulutnya.     

"Iya!" jawab Kenan tegas.     

"Cuma cowok yang nawarin sapu tangan," jawab Qia begitu santai.     

"Qia!" tegas Kenan dengan nada suara tertahan. Ia tidak mungkin membentak Qia di depan orang banyak seperti ini.     

"Tadi aku nangis karena inget sama kak Nathan. Terus dia mungkin lihat Qia nangis, jadi dia ngasih sapu tangannya ke Qia. Tapi, Qia enggak ambil. Lagian Cuma nangis dikit, enggak perlu sapu tangan," ucap Qia tanpa menatap Kenan. Ia asyik dengan pudding yang saat ini sedang ia makan.     

"Jangan menangis lagi dan membuat para pria menghampiri kamu. Ingat, kamu udah jadi milikku!" tegas Kenan.     

"Hum," jawab Qia yang hanya bergumam kemudian ia pun mengarahkan sendok ke mulut Kenan yang berisi pudding buah. Kenan pun menerimanya serya memegang pergelangan tangan Qia.     

Beberapa orang yang melihatnya menatap iri pada Kenan dan Qia. Qia sendiri hanya biasa-biasa saja melakukan hal itu. Dulu ia biasa melakukannya dengan kakaknya. Bahkan, jika mereka tidak tahu jika Nathan adalah kakaknya, mereka akan menganggap Qia adalah kekasih Nathan. Ya, terbukti ketika masa SMA dulu mengira Qia adalah kekasih Nathan. Setelah tahu dia adik Nathan pun beberapa masih ada yang iri karena mereka sangat serasi. Sibling couple yang meresahkan pada saat itu.     

Qia kembali mengambil makanan ringan untuk menganjal perutnya yang belum terisi nasi mala mini. Ada pudding yang sangat ia sukai, jadi Qia memilih memakan pudding saja dan juga mengambil salad buah. Suaa mc yang membawa acara mala mini pun terdengar di telinga Qia. Namun, Qia tidak begitu memperhatikan karena ia lebih fokus dengan cemilannya saja. Suar musik yang mengalun membuat Qia langsung menghentikan kunyahannya. Kenan sendiri masih setia di saming Qia dengan satu tangannya memegang gelas minumnya.     

Suara seorang pria yang begitu familiar di pendengaran Qia langsung membuat wajah Qia begitu senang. "Wah… ada kak Abi," ucap Qia membuat Kenan langsung menolehkan kepalanya menatap Qia yang begitu senang. Bahkan Qia sudah meletakkan piring kecil yang tadinya berisi cemilan yang sedang Qia makan.     

Kenan mengernyitkan dahinya, kemudian ia mengingat-ingat siapa Abi. Ia kemudian menatao ke arah panggung di depan sana. Lipatan di dahinya semakin bertambah dan kini ia memicingkan matanya untuk melihat wajah pria yang sedang menyanyi seraya memainkan gitar. Tanpa Kenan sadari, istrinya sudah tidak berada di sampingnya lagi. Kenan yang tadinya akan bertanya pada Qia ia langsung kebingungan karena Qia sudah tidak berada di sampingnya. Matanya pun langsung menatap ke sekelilingnya mencari di mana Qia berada.     

Tubuh Qia yang kecil itu membuatnya tidak terlihat karena kerumanan orang – orang yang mendekati panggung. Kenan pun mulai melangkahkan kakinya untuk mencari keberadaan Qia. Sebenarnya Qia tidak bisa di katakana kecil juga karena tinggi Qia seratus enam puluh sentimeter dan tubuhnya sedikit berisi, walau tidak seberapa.     

"Pak, Ken. Cari siapa?" tanya Flora yang menyadari jika Kenan kini berdiri di sampingnya. Janu pun langsung menolehkan kepalanya untuk menatap Kenan.     

"Qia," jawab Kenan singkat.     

"Mungkin Qia ada di depan pak, karena Qia menyukai lagu-lagu milik Abimana," ucap Janu. Ia sering mendengar Qia yang mendengarkan lagu-lagu milik Abimana. Jadi, kemungkinan besar Qia saat ini sedang berada di bagian depan agar lebih bisa melihat jelas Abimana.     

Apa yang di katakana Janu benar, Qia saat ini berdiri di depan dekat panggung untuk menikmati lagu yang sedang dinyanyikan oleh Abi. Missing You, salah satu lagu kesukaan Qia. Tubuh Qia tiba-tiba berpaling ke arah kanan karaena bahunya di tarik kuat. "Kenapa pergi gitu aja?" tanya Kenan begitu dingin.     

Qia langsung menundukkan kepalanya, bukan karena takut tetapi karena ia sedang mengumpati dirinya karena ia saat ini sedang bersama suaminya yang super duper cemburuan tinggal akut ini. Ia benar-benar lupa ketika ia seperti terhipnotis dengan lagu yang sedang Abi bawakan saat ini. "Maaf, kak," cicit Qia dengan suar kecil yang tidak begitu jelas di dengar oleh Kenan. Kenan pun yang kesal karena Qia pergi begitu saja, apalagi perginya Qia karena mendengar ada pria yang sedang menyanyi. Tidak, Kenan tidak menyukai hal itu. Ia pun langsung menarik pergelangan tangan Qia dan mengajak Qia untuk pulang dari sini. Ia sendiri kalau bukan karena kakeknya yang memintanya untuk datang, ia pun tidak akan mau datang.     

Perusahaan Kenan kini sudah menajdi donator tetap di sekolahan itu. Itu sebabnya kakeknya sebagai donutur sudah seharusnya datang, Namun, beberapa tahun terakhir ini Kenan yang datang karena kakeknya sudah tidak baik lagi untuk datang ke acara seperti itu.     

TBC…     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.