Menikah dengan Mantan

Bab 232 \"TIDAK BISA BERSAMA\"



Bab 232 \"TIDAK BISA BERSAMA\"

3SILAHKAN TINGGALKAN LAPAK YA, KALAU KALIAN ENGGAK NYAMAN. AKU CUMA BISA MINTA MAAF AJA SAMA KALIAN YANG MASIH SETIA BUKA CERITA INI. LOVE YOU GUYS…     

HAPPY READING…     

"Urusan Scarlett, papa enggak perlu cemas. Dia enggak akan buat papa malu. Lagi pula sekarang Scarlett sudah menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya. Jadi, lebih baik papa sekarang urus keluarga papa saja. Maaf, kalau kata-kata saya begitu tidak sopan. Hanya saja saya tidak bisa menerima jika istri saya di anggap monster padahal Scarlett wanita baik, hanya saja sikapnya yang kasar dan selalu buat onar sehingga papa mengaggap Scarlett monster."     

"Baiklah, saya pegang kata-katamu bahwa Scarlett tidak akan mengacaukan semuanya."     

Raka tersenyum miring, "Tentu pa," jawabnya. Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka.     

Waktu berlalu begitu saja, tidak terasa kehidupan mereka semua berubah di hari ini. January Putra, sebentar lagi dirinya akan meminang wanita yang di cintainya. Siapa lagi kalau bukan Flora."Sab, apa yang harus gua lakuin. Papa dan mama sama sekali enggak dating. Gua takut sampai nikah sama Kak Janu."     

"Tenang Flo, kalau sampai papa dan mama lo enggak dating, sebelum kakak lo mengucapkan ijab Kabul lo harus berhentiin semunya."     

"Sab, ini bakalan buat malu keluarga," ucap Flora yang sudah mulai merasa frustasi. Haruskah dirinya melakukan hal segila ini hanya untuk membuat orang tuanya mengakui kakaknya sebagai anak. Hari ini benar-benar gila, bahkan Flora tidak menyangka jika orang tuanya benar-benar tidak ada respon selama ia mempersiapkan pernikahannya.     

Seseorang memanggil Flora jika acara akan segera di mulai dan Flora pun di minta datang ke tempat ijab kabulnya yang akan di adakan di masjid. Tadi ia masih merias make-upnya di salah satu ruangan di masjid itu. Flora menarik napasnya dalam-dalam sebelum ia berdiri di damping oleh Sabana.     

Tangan Flora menjadi dingin karena ia takut, ia masih punya beberapa menit lagi untuk bertahan dengan semua kepalsuan yang sudah ia lakukan saat ini. "Apakah sudah siap semua?" tanya pak penghulu seraya menatap pengantin dan dua orang saksi.     

Bu Suri sendiri tidak datang karena tidak kuat melihat apa yang akan terjadi. Ia tidak bisa mengungkapkan kebenarannya karena sudah ada perjanjian antara dirinya dengan ke dua orang tua Janu. Janu sudah menjabat tangan Janu dan kini sang penghulu sudah mengatakan kalimat ijab kabul yang harus di lontarkan Janu. "Hentikan semuanya! Pernikahan ini tidak boleh terjadi!" seru suara seorang wanita.     

Semua orang kini mentap ke arah sumber suara, Flora pun bisa menghembuskan napasnya dengan lega karena pada akhirnya mamanya itu menghentikan semuanya. Lorensia kini sudah berdiri di dekat meja ijab kabul. "Pernikahan ini enggak bisa terjadi," ucap Herman papa Flora yang sudah berdiri di samping istrinya. Janu dan Flora juga kini sudah berdiri dari duduknya.     

Herman memberikan sebuah surat pada Janu yang menunjukkan hasil tes DNA antara dirinya, Lorensia dan Janu. "Apa ini maksudnya?" tanya Janu menatap Herman dan Lorensia bergantina.     

"Kamu anak kandung kami dan kamu adalah kakak kandung Flora," ucap Herman dengan wajah seriusnya menatap Janu.     

"Enggka mungkin!" ucap Janu tidak percaya.     

"Maafkan kami menyembunyikan semua ini," ucap Herman yang kali ini menampilkan wajah penuh dengan rasa bersalahnya.     

"Maafin mama Janu," ucap Lorensia pada akhirnya dengan air mata yang lasung membasahi wajahnya. Janu berjalan mundur merasa semua ini salah.     

"Enggak, kalian bohong!" ucap Janu masih berjalan mundur tidak terima dengan semua hal yang terjadi saat ini. Tidak mungkin Flora adalah adik kandungnya. Tidak, Floa adalah wanita yang ia cintai bukan adiknya.     

"Kalian semua bohong!" teriak Janu tidak terima kemudian ia berbalik dan berlari pergi dari sana. Flora segera mengejar Janu dengan mengangkat tinggi kebaya yang membalut kakinya.     

"Kak Janu!" teriak Flora mengejar kakaknya itu yang terus berlari menjauh.     

"Kakak!" teriak Flora tetapi Janu sudah sangat jauh di depannya bahkan Janu sudah naik ke taxi pergi dari sana     

Flora terus berlari mengejar Janu hingga ia pun terjatuh. Flora berusaha berdiri tetapi ia kembali terjatuh karena kakinya ternyata terkilir. Flora berusaha bangun hingga seseorang menahan dirinya untuk berusaha bangun dan berlari mengejar Janu. "Kamu akan cidera parah jika kamu paksa untuk berdiri," ucap seorang pria yang tidak lain adalah Lintang.     

"Minggir!" marah Flora seraya mendorong tubuh Lintang hingga terjengkang.     

Flora kembali akan berdiri walau sakit ia tetap bersusah berdiri. Lintang pun bangun dan dengan cepat dirinya langsung menggendong Flora ala bridal style. "Kalau kamu enggak mau terluka parah, berhentilah memaksakan dirimu!" tegas Lintang dengan suara dinginnya.     

Ia pun kemudian melangkahkan kakinya ke araha masjid dimana temoat acara tadi berada. "Jangan baw aku ke masjid," ucap Flora dengan suara kecilnya.     

"Terus, mau kemana?" tanya Lintang.     

"Turunin gua di sana, gua bisa pergi sendiri," ucap Flora menunjuk sebuah pohon tinggi.     

"Gua temenin lo," ucap Lintang.     

"Apa peduli lo, turunin gua! Gua bisa pergi sendiri!" tegas Flora.     

"Biar gua temenin lo. Kaki lo itu masih sakit," ucap Lintang malas. Begitu keras kepalanya wanita yang saat ini sedang ia gendong.     

"Apa peduli lo? Bukannya lo senang lihat gua begini?" tanya Flora kesal.     

"Enggak usah bawel, masih untung gua tolongin!" ucap Lintang kesal.     

"Turunin gua!" kesal Flora dan sedikit memberontak.     

"Lu mau gua jatuhin?" tanya Lintang seraya menatap Flora dengan sorot mata tajamnya. Flora akbhirnya diam dari pada di di jatuhkan ke trotoar.     

Di masjid tempat acara Qia sedang menatap dengan wajah kebingungannya. Ia seperti sedang menonton serial televise karena tiba – tiba ada adegan menggagalkan pernikahan karena ternyata calon pengantin kakak beradik. "Kak, ini beneran?" tanya Qia seraya menoleh kea rah Kenan yang saat ini sudha berdiri dari duduknya.     

"Kamu pikir?" tanya Kenan memutar malas bola matanya.     

Qia mendengkus kesal mendengar nada dingin dari Kenan. "Udah, ayok pulang."     

"Ini acaranya enggak di lanjutin?" pertanyaan bodoh apa ini yang di ajukan istrinya. Kenan menatap malas pada istrinya.     

"Apa otakmu tercecer di jalan?" tanya Kenan dengan nada dingin.     

Qia mencabikkan bibirnya kesal menatap suaminya ini. Kenan pun segera menarik pergelangan tangan QIa untuk ke luar dari tempat acara. Mereka berdua masuk ke mobil dan Kenan pun melajukan mobilnya begitu saja. Bagaimana keadaan Qia sekarang? Keadaan Qia sudah jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Setelah dia keluar dari pekerjaan, Qia pun lebih sering ke psikolog dan Kenan pun menemaninya untuk melakukan konsultasi. Dokterpun memberi saran agar Kenan lebih sering mengajak Qia pergi menggunakan mobil. Dojter yang membantu Qia pernah bertanya apa yang membuat Qia tidak kambuh ketika mendapat pelukan dari Kenan. Qia pun menjawab bahwa ia merasa di lindungi dan juga nyaman bersama Kenan. Itu sebabnya saat bersama Kenan bayangan kecelakaan itu muncul.     

Kenan pun akhirnya mengetahui kenapa istrinya bisa setakut itu menaiki mobil pribadi. Karena pada ketika Qia menaiki mobil pribadi ia seperti sedang berada di dalam mobil yang mengantarkan dirinya dan keluarganya ke jurang maut. Itu sebabnya Qia menajdi takut karena bayangan itu bagaikan sebuah film yang tepat berada di depan matanya. Tetapi setelah kurang lebih sebulan ini dirinya sering mengunjungi dokter dan Kenan pun setia bersama dirinya. Ia sudha mulai terbiasa dengan mobil pribadi.     

Ketika bayangan yang ia lihat semakin intens, Qia akan mengenggam tangan Kenan. Kenan yang mengerti pun biasanya akan menarik tubuh Qia ke dalam pelukannya atau ia menepikan mobilnya dan menenangkan Qia terlebih dahulu. Setidaknya kondisi Qia sudah lebih membaik dari sebelumnya. Hubungan pernikahan mereka pun makin harmonis, dan mereka kini sudah tinggal di sebuah rumah yang di beli Kenan. Rumah minimalis menurut Kenan, tapi tidak untuk Qia karena mana ada rumah minimalis memiliki ruangan yang cukup lebar untuk ruang tamu, ruang ke luarga dan ada lima kamar yang bisa di tempati keluarga yang datang menginap dan satu kamar utama.     

Hubungan ranjang mereka pun sudah intens walau Kenan masih meminum obat kuat karena sampai detik ini ia masih belum terbiasa dengan tubuh Qia. "Kamu mau pergi kemana lagi enggak?" tanya Kenan seraya menoleh kea rah Qia. Hanya sebentar saja karena ia harus kembali fokus ke jalanan.     

"Engga, kak."     

"Stock di rumah masih banyak?"     

"Masih, kak," jawab Qis singkat, "Memangnya kenapa, kak?" tanya Qia.     

"Aku mau ke kantor,ada berkas – berkas yang harus segera aku selesaikan."     

"Berkas apa, kak? Memangnya enggak bisa di kerjain besok aja?" tanya Qia seraya menatap suaminya itu yang foks menyetir.     

"Lebih cepat selesai itu lebih baik. Kamu aku antar pulang dulu, setelah itu aku baru akan ke kantor."     

"Hum," jawab Qia yang hanya bergumam saja.     

Mobil pun melaju menuju rumah yang di sebut minimalis oleh Kenan. Qia pun berusaha untuk rilex kemudian memejamkan matanya dan menyandarkan bahunya di sandaran jok. Sampai di rumah, Kenan tidak turun sama sekali. Ia langsung melajukan mobilnya meninggalkan area rumah. Tujuan Kenan saat ini adalah kantor, ia melaju kan mobilnya begitu sampai.     

Mobil melaju, tetapi ada yang aneh dari jalan yang di tempuh Kenan. Ya, aneh, karena jalan yang di tempuh Kenan mengarah kea rah appartement yang sebelumnya ia tempati. Kenan melajukan mobilnya ke apartment dan ia pun memarkirkan mobilnya di basement appartement. Kenan ke luar dari mobil dan berjalan sanati menuju lift yang akan membawanya ke lantai di mana tempat tinggalkanya berada.     

TBC….     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.