Menikah dengan Mantan

Bab 217 \"SIALAN!\"



Bab 217 \"SIALAN!\"

1ADA YANG KANGEN ENGGAK? KAYAKNYA ENGGAK ADA YANG KENGEN YA. PADA MULAI BOSEN YA GUYS… WEHEHEHE… SABAR INI UJIAN KALIAN SEBAGAI PEMBACA. YANG NULIS JUGA SEBENERANYA UDAH GREGET PINGIN TAK HIH KENAN DAN RAKA. WKWKWWK…     

MAAF BANYAK TYPO BETEBARAN.     

HAPPY READING GUYS…     

Selesai memasak Kenan merapihkan semua yang sudah ia pakai. Ia mengambilkan sop yang ia buat ke dalam mangkuk, kemudian mengambilkan nasi juga orak-arik sosis dan telur ke dalam mangkuk. Ia juga membuat teh hangat. Nasi sayur dan lauk pauknya ia letakkan di atas nampan. Begitu juga teh hangatnya ia letakkan di atas nampan. Semuanya sudah siap di atas nampan, tinggal ia bawa ke kamar saja.     

Ia pun membawa nampannya dan berjalan ke kamar mereka. Dengan hati-hati ia pun membuka pintu kamarnya, Qia yang sedang menelphone kini menolehkan kepalanya ke arah pintu. "Ini bang, kak Kennya," ucap Qia seraya menyodorkan handphone ke arah Kenan. Kenan pun melangkahkan kakinya lebar-lebar guna sampai di tempat Qia berada. Ia meletakkan makanan Qia di atas nakas kemudian mengambil handphone dari tangan Qia.     

"Hallo, Ka," ucap Kenan ketika ia melihat siapa nama si penelpohen yang ada di layar handphonenya.     

["Kamu kemana? Katanya mau makan siang bareng,"] ucap Raka dengan nada sedikit kesal.     

Kenan melirik ke arah Qia yang sudah merebahkan dirinya lagi dan memejamkan matanya. "Makan, Qi. Habis itu minum obat, baru kalau mau istirahat," ucap Kenan seraya menutupi handphonenya dengan satu tangannya yang lain, berpikir jika Raka tidak akan mendengar ucapannya barusan.     

"Aku telphone Raka dulu, aku balik kamu harus udah makan," ucap Kenan kemudian segera melangkahkan kakinya pergi dari sana.     

Kenan dengan langkah cepat melangkah ke luar dari kamar, tidak lupa ia menutup pintu kamarnya lagi. "Hallo, Ka," ucap Kenan setelah ia merasa aman.     

["Kamu sibuk ngurusin Qia ya, makanya aku telephone beberapa kali baru di angkat sama Qia?"] tanya Raka dengan nada ketus.     

"Maaf Ka, Qia memang lagi sakit. Jadi aku tadi siapin makanan untuk dia."     

["Kamu udah jatuh cinta ya, sama dia. Makanya kamu peduli sama dia?"] tanya Raka dengan nada kesal.     

"Dia udah jadi istri aku, masa dia sakit enggak aku urusin?" tanya Kenan yang mencoba sabar dengan sikap Raka yang tiba-tiba saja berubah seperti ini. Menurutnya Raka bukanlah pria pencemburu tetapi entah kenapa ia merasa saat ini Raka sedang cemburu.     

["Seminggu kita enggak ketemu, tapi kamu menganggap makan siang kita ini enggak berharga. Aku udah coba terima kamu nikah sama Qia, tapi kamu tiba-tiba datang dan mengatakan hal itu padaku. Aku luluh sama tindakan dan perkataan kamu sehingga aku mau menerima kamu kembali. Tapi, apa ini? Kamu lebih peduliin dia!"] marah Raka.     

"Ka, tolong ngertiin aku. Sekarang Qia udah jadi tanggung jawabku. Kamu juga akan melakukan hal sama jika Chika sakit."     

["Aku harus ngertiin kamu apa lagi sih, Ken?]" tanya Raka kesal.     

"Ngertiin kalau aku udah punya tanggung jawab. Jadi tolong Ka, kamu bisa terima semuanya. Aku juga bisa terima kamu dengan Chika. Jadi, tolong kamu ngertiin aku sama Qia." Raka kesal, ia tidak menjawab tetapi langsung menatikan sambungan telphonenya.     

Kesal, Kenan kesal karena Raka mematikan sambungan telphonenya. Ia pun bergegas masuk kekamarnya. Tidak bisa di biarkan begitu saja. Kenapa Raka mepermasalahkan begitu besar hingga ia mematikan sambungan telphonenya begitu saja. Padahal dirinya saja bisa menerima Raka yang menikah dengan Chika. Jadi, sudah seharusnya bukan jika Raka juga menerima pernikahannya dengan Qia.     

Kenan segera berjalan ke arah lemari untuk mengambil celana jensnya. Ia sendiri sudah memakai kaos, jadi tidak perlu ganti lagi hanya mengganti celanya saja. Dengan langkah tergesa-gesa ia pun berjalan ke arah pintu, "Jangan lupa makan dan minum obatmu supaya kamu tidak lemas terus!" tegas Kenan yang seraya terus melangkah ke arah pintu kamar. Ia pun ke luar begitu saja dari kamar tanoa mendengar jawaban dari Qia. Ia kembali menutup pintunya dan pergi menemuia Raka.     

Qia tidak menjawab bukan karena malas, tetapi karena ia sudah tertidur. Tubuhnya rasanya sakit semua dan kepalanya nyeri. Dari gejalanya sepertinya tekanan darhany sedang tinggi karena kepalanya yang nyeri Qia pun memilih untuk tidur untuk merdahkan rasa sakitnya. Aroma masakan yang Kenan bawakan untuknya sama sekali tidak mengugah seleranya.     

Di tempat lain, Raka sedang berada di dalam mobil untuk pergi ke salah satu restorant yang biasa ia dan Kenan kunjungi. Tadi pagi, ia baru saja sampai dari acara bulan madu. Namun, ia yang ingin bertemu dengan Kenan itu pun segera berangkat ke kantor dengan alasan ada pekerjaa yang harus segera ia kerjakan. Padahal itu hanya kebohongan saja karena pada nyatanya ia hanya ingin bertemu dengan Raka. Seminggu tidak bertemu itu sangat-sangatlah menyiksa.     

Setelah menempuh perjalan beberapa menit, akhirnya ia pun sampai. Ia segera memarkirkan mobilnya kemudia turun dari mobil. Baru saja ia menutup pintu mobilnya dering handphonenya menghentikan ia yang akan melangkah. Ia pun meraih handphonenya di saku celana bahannya itu kemudian melihat siapa yang menelphonenya. Ternyata Kenan yang menelphonenya, ia yang sudah malas pun langsung menekan tombol power agar suaranya berhenti. Walau ia menekan tombol power, itu sama sekali tidak membuat handphonenya mati.     

Ia pun melangkahkan kakinya untuk berjalan ke pintu masuk restorant. Tanpa menghentikan langkahnya, ia mengambil hanphonenya dan melihat siapa yang menelphonenya, ternyata Kenan yang kembali mnelphonenya. Ia pun kembalu menekan tombol power agar saura handphonenya tidak membuat telinganya sakit mendengarnya. Padahal ia bisa menyilent nadanya, tetapi ia terlalu malas menyilentnya. Kembali hanphonenya bordering dan ia pun kembali menekan tombol power. Tanpa melihat id si pemanggil Raka selalu menekan tombol power, karena itu pasti panggilan dari Kenan.     

Satu pelayan yang menjaga pintu tersenyum ramah dan menyapa Raka karena mengenal Raka. "Siang mas Raka," sapa pelayan itu.     

"Siang Dwi," sapa Raka balik.     

Raka pun berjalan ke arah meja yang biasanya ia tempati, seorang pelayan pun segera menghampiri Raka untuk meberikan buku menu. "Siang mas Raka," sapa wanita itu seraya tersenyum ramah.     

"Siang Eka," ucap Raka seray tersenyum sambil menerima buku menunya.     

"Mau pesan seperti biasanya atau beda nih mas?" tanyanya dengan ramah.     

"Apa yang baru?"     

"Yang baru kita ada Green Fetucini dengan shrimp atau beef, sama ada mix berries."     

"Mix berries ini apa?"     

"Salad buah dengan semua jenis berries dengan mayo berries. Kalau mas mau mayonya manis bisa di ganti juga."     

"Asem berarti ya?" tanyanya seraya menatap Eka, si pelayan yang memiliki tinggi badang sekitar 160 sentimeter, kulit kuning langsat, tubuhnya sedikit berisi, pipi chubby tetapi ketika tersenyum tampak manis karena ada gingsul dan lesung pipi.     

"Iya, mas."     

"Hah, saya lagi enggak suka makan asem. Kalau gitu saya pesen lemon squash, lemongrass chiken telurnya kayaka biasa ya dan desertnya saya pesen rainbow ice cream. Oh iya, cemilannya saya pesen spring roll aja," ucap Raka seraya mengulurkan buku menu dan tersenyum.     

"Saya ulangi pesanannya yam mas," ucap Eka. Eka pun mengulangi pesanan Raka, setelah benar pelayan pun pergi untuk menginputkan pesanan Raka.     

TBC…     

YUKS LAH, BANYAKIN KOMNET DAN POWER STONENYA YA GUYS…     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.