Motor dan Parang
Motor dan Parang
Axel menghalangi langkahnya, dia sedang ingin tahu kemana perginya anak usil itu, mengingatkannya pada adiknya yunna yang sama-sama mempunyai tingkah seperti itu.
"Ke rumah pasien dokter " jawab nita dengan nada datar, dia memmandangi axel yang berdiri di hadapannya menghalangi jalannya untuk pergi.
lalu melihat ke arah langit yang memiliki awan hitam, sepertinya nita harus bersiap akan turun hujan lebat dan jika terjadi hujan lebat diapun harus bersiap untuk menyimpan senter karena selalu terjadi mati lampu ketika hujan.
"Aku ikut " axel lalu memegangi satu tangan nita dengan wajah yang terlihat seperti memohon pada nita, lalu kedua matanya berkedip-kedip di barengi dengan senyuman.
Nita seperti seorang ibu yang akan pergi ke pasar dan diikuti oleh anaknya yang manja dan pintar mengambil hati.
"Terus dokter mau ikut menolong partus? " lalu nita bertanya pada axel seraya memandanginya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki axel.
Axel menjawabnya dengan anggukan kepalanya, dia lalu melihat ke arah dirinya sendiri karena teraneh nita yang melihat nya seperti ada sesuatu yang aneh.
"Ada apa? " axel lalu memutuskan untuk bertanya pada nita.
Nita tersenyum lebar, "dokter terlalu keren untuk blusukan memakai pakaian bagus seperti sekarang, lebih baik pakai kaos biasa saja "
Axel menaikkan kedua alisnya, nita memujinya tapi sebenarnya adalah sedang menyindirnya dengan cara yang halus. Padahal cara berpakaian seperti ini adalah yang sangat santai dan sederhana tapi sepertinya tidak jika axel memakainya di tempat ini.
"Ganti saja bajunya, atau aku tinggal sekarang! " nita lalu melihat ke arah jarum jam di tangannya, "lima menit tidak selesai, aku tinggal! " nita lalu melambaikan tangannya ke arah axel dengan senyuman puasnya.
"Aku tunggu di depan puskesmas dokter " dia bicara sambal berjalan meninggalkan axel yang mengerutkan dahinya.
"Dasar wanita gila!! " dengan cepat axel berlari menuju ke dalam rumahnya untuk mengikuti semua yang dikatakan oleh nita untuk berganti pakaian.
Jika di pikir lebih logis axel adalah dokter di tempat ini, tetapi nyatanya dia kalah oleh satu wanita itu yang selalu sengaja membuatnya menjadi laki-laki yang tidak berguna. Dia sering sekali memberikan perintah pada axel, harus melakukan sesuatu dengan cepat dan memikirkan sesuatu masalah yang belum diketahuinya. Nita sangat pelit memberikan semua informasi medis yang ada di desa dan tidak pernah membantunya ketika kesulitan harus melakukan sebuah audit kematian.
'Aku bias kurus kalau terus di latih seperti ini! ' ucap axel dalam hatinya ketika telah selesai berganti pakaian dan berlari menghampiri nita yang terduduk di depan halaman puskesmas yang tersenyum ke arahnya.
Senyuman manisnya yang memiliki kenyataan yang sangat beracun itu membuat axel kesal, tapi dia menyembunyikannya. Karena bagaimana pun axel membutuhkannya untuk supaya memberikannya pengalaman menolong partus di tempat dengan keterbatasan alat-alat medis.
"Pak dokter yang bawa motornya " nita melempar kunci motor yang ada di puskesmas pada aaxel yang berdiri di hadapannya.
"Atau mau aku yang membawa motornya? " lalu nita memberikan sebuah pillihan pada axel, dia kembali mengambil kunci yang tadi dia berikan. Karena melihat cuaca yang semakin tidak bersahabat sekarang ini nita memutuskan untuk mengambil alih.
"Dokter pegangan yang kuat! " ucap nita ketika dia dan axel telah menaiki sepeda motor untuk pergi ke tempat pasiennya.
Axel menertawakan nita yang bicara penuh dengan begitu percaya diri seperti itu, padahal dulu axel pun terkenal paling lihai mengendarai motor di situasi perjalanan apapun. Tapi dia ingin sekali melihat kemampuan wanita paling usil yang pernah di kenalnya.
"Ya tuhan!!! " axel hampir saja terjungkal karena dia yang belum berpegangan dengan baik nita sudah lebih cepat menarik gasnya.
Membuatnya begitu ketakutan, nita mengendarai motor yang dibawanya itu seolah dia adalah the doctor si pemilik lintasan jalan. Melewati jalan tikus tapi dengan kecepatan yang tetap sama.
"Hati-hati!!! " axel berteriak pada nita, tangannya terlihat gemetar dan dari kaca spion nita melihat wajah axel yang lucu karena ketakutan. Tawa nita semakin terdengar keras oleh axel.
"jangan tertawa! " axel berteriak marah pada nita, di jalan yang luar biasa jeleknya seperti ini wanita itu seperti kehilangan akalnya.
"Pasiennya nanti keburu partus dokter " teriak nita pada axel yang terlihat ketakutan.
Kedua tangan axel memegang kepala nita dan mengarahkan nya ke arah jalan, dia tidak mau nita yang sedang mengendarai motor dengan pandangannya ke arah belakang karena itu sangat membahayakan.
"Kamu pikir nyawa kita ada berapa??? " axel memarahi nita, "kamu enak pakai helm, kita ini masih muda dan belum menikah. Sudah itu aku masih mau melihat ibukku melahirkan adik kecilku nanti "
Mendengar hal seperti itu tawa nita semakin menjadi, sepertinya dokter baru nya memang benar-benar tidak pernah mengalami kekerasan hidup seperti sekarang ini. Dia masih harus belajar lagi tentang apa itu sigap dan memanfaatkan sebuah waktu, jika dulu dia biasa bekerja dengan santai tidak ketika axel berada di tempat terpencil. Semua harus dia sendiri yang dapat memutuskan.
"Dokter masih mau punya adik di usia sekarang ini? " teriak nita masih terus fokus pada jalan yang dia lalui itu.
Axel tidak mau mendengarkan ocehan nita yang seperti sebuah pukulan padanya, dia sedang tidak ingin mengatakan apapun pada perempuan aneh di depannnya itu sekarang.
"Fix, aku babak belur lagi hari ini,,, " axel terlemas melihat nita yang lagi-lagi membawa motornya seperti kuda lumping yang kesurupan.
"Berhenti mengeluh dan pegangan! " ucap nita pada axel sebelum dia menarik gasnya lebih cepat dan meliuk-meliuk melewati jalan setapak yang licin dan berbatu seolah-olah sedang berada di arena sirkuit.
Nita tidak berhenti tertawa merasakan tangan axel yang gemetar ketika memegang pinggangnya, ternyata benar jika jiwa maskulin lelaki keren itu hanya ada lima puluh persen saja ketika mereka di bawa ke tempat seperti ini. Nita senang sekali membuat axel kesal seperti sekarang ini, karena sekesal nya dokter muda itu padanya dia tidak pernah berkata kasar.
"Hati-hati, ini pemukiman! " cetus axel dengan suaranya kali ini yang sedikit tenang.
"Iya! " nita lalu memasuki jalan pintas ke sebuah pemukiman.
Karena jalanan yang sepi membuat anneth tetap di kecepatan yang sama.
"Dasar Budak gelo! " seorang nenek memarahi mereka di pinggir jalan dengan memperlihatkan sebuah parang yang dia pakai untuk memotong rumput.
Nita mengeremnya dengan mendadak dan berbalik melihat suara seorang nenek yang sepertinya berteriak padanya.
"Hampura, mak! " nita berteriak ke arah nenek tersebut dengan wajahnya yang masih sama begitu datar dan tanpa dosa.
Dia nyengir ketika melihat axel yang menyilangkan kedua tangannya dengan tatapan tajamnya ke arah nita.
"Di kota tidak ada yang seperti inikan dokter? " nita berucap seraya mengambil daun-daun kering yang menempel di jaket axel dan juga rambutnya, dia tahu itu pasti sedang kesal padanya kali ini.
Nita hanya melihat tarikan dinding dada yang axel kembang kempis tanpa kata-kata apapun, dia seperti sudah tidak memiliki muka tidak bergerak sedikitpun.
"Hampura nya mak! " nita kembali berteriak seraya melambaikan satu tangannya dan melihat axel yang masih terdiam tidak bergerak sedikitpun dan tanpa ekspresi.
"Jalan sekarang! " ucapan axel pun terdengar kaku, dia sepertinya pertama kali mendapatkan sebuah rasa takut sekaligus kesal dan malu karena nita hari ini.
Sambil melanjutkan perjalanannya nita terus menerus berusaha menahan tawanya melihat axel seperti itu, dia sebenarnya merasa bersalah sekarang ini. Tapi dia harus cepat agar pasiennya itu tidak pergi ke dukun beranak dan mendapatkan sebuah tindakan yang tidak steril.
"Sampai! " teriak nita, dia lalu melihat ke arah jarum jam di tanganya dengan wajah yang berseri.
"Tepat sekali dua puluh menit! " nita tersenyum ke arah axel yang berdiri mematung di samping motornya.
Wajahnya sangat tidak enak di pandang, rambutnya yang telah acak-acakkan dan jaket yang dipakainya telah di tempeli banyak daun kering. Penampilannya benar-benar kacau kali ini.
"Beruntung ibu tadi tidak melemparkan parangnya! " ucap axel.
Ternyata dia masih terkejut pada kejadian ketika seorang nenek memarahi mereka dengan memperlihatkan parangnya.
"Kamu tahu kalau kita kena parangnya itu, bisa-bisa kita mati sia-sia! " axel membulatkan kedua matanya ke arah nita.
Axel berdiri dan memandangi dirinya di kaca spion, merapikan rambutnya dengan kesepuluh jarinya. Lalu membersihkan jaket yang dipakainya, tidak mempedulikan nita yang sedang memandanginya dengan aneh.
Wanita di sampingnya itu memang tidak ada ahlak ketika membawa seorang laki-laki paling keren bergelar dokter itu, ketika di kota axel begitu di puja-puja kali ini wanita itu memperlakukannya secara semena-mena..