Dokter edwin Dan Kanita
Dokter edwin Dan Kanita
"Dokter pasien hamil anak kedua, usia kehamilan tiga puluh empat minggu datang dengan perdarahan banyak dan pasien mengatakan ini perdarahan yang kedua kali " dia mengingat perkataan bidan jaga padanya yang sudah lebih dulu melakukan pemeriksaan pada pasien tersebut.
"Tidak ada his dan denyut jantung bayi seratus lima puluh dua reguler, kami sudah memasang infus jaga dan dower cateter serta pengambilan sampel darah untuk laboratorium dan bank darah "
Dia memberitahukan pada stafnya itu untuk mempersiapkan sebuah operasi cito karena ini merupakan perdarahan yang berulang.
Lagi-lagi dia harus berterima kasih karena pekerjaan mendadak seperti ini membuatnya bisa melarikan diri sejenak dari keydee yang sedang melakukan intrograsi padanya.
Kali ini yang dia tanyakan adalah wanita yang di katakan oleh guru privatenya yang sengaja keydee buatka jadwal kencan denganya kemarin malam. Karena dia tiba-tiba membawa yunna bersamanya dan gadis kecil itu mengatakan bahwa dia adalah kekasihnya sekarang.
Dia sudah memberikan kesan seorang sugar daddy yang memilih pasangan muda, cantik dan enerjik sebagai pilihannya sekarang.
Dan karena semuanya sudah terjadi, dia harus memberitahukan siapa wanita yang menurut keydee sengaja di sembunyikan dan selalu dia tanyakan keberadaannya.
"Sudah inform consent? " tanya dokter edwin pada petugas instalasi bedah sentral.
Dia sudah mengganti pakaiannya dengan seragam operasi lengkap dengan masker dan penutup kepalanya.
"Pasien tidak dengan suaminya " jawabnya, "tetapi ada seorang wanita di luar yang bertanggung jawab dan mengatakan bahwa dia adalah kakak dari pasien "
Dokter edwin terdiam sejenak, dia tidak bisa lagi menunda tindakan untuk menunggu suami dari pasien yang sudah terbaring di ruang operasi sekarang ini.
Dia melihat begitu banyak darah yang keluar dan harus dengan cepat melakukannya sebelum pasiennya mengalami syok karena kehilangan banyak darah dan bayi yang masih berada di dalam kandungannya kesulitan mendapatkan oksigen.
"Erin " ucapnya ketika melihat wajah pasiennya sekilas ketika perawat memasangkan tirai kecil yang dipakai agar pasien tidak ketakutan melihat tindakan yang dokter lakukan padanya. Karena kali ini pasiennya mendapatkan sebuah anestesi spinal yang hanya membuat setengah tubuhnya tidak merasakan apapun dalam kesadaran yang penuh.
Dokter edwin berjalan ke arah kepalan pasien untuk memastikan bahwa dia mengenal sosok pasien itu.
"Kamu erin kan? " dia bertanya untuk memastikannya.
"Iya dokter " jawabnya.
Dokter edwin membuka masker yang menutupi wajahnya dan tersenyum ke arah erin.
"Dokter edwin " ucapnya dengan senang dan lalu kedua matanya muncul air mata.
"Dokter tolong selamatkan anakku " ucapnya sambil memegang satu tangan dokter edwin yang sudah memakai sarung tangan steril.
"Kamu juga berdoa, dan aku akan berusaha dengan sebaik mungkin " ucap dokter edwin.
"Terima kasih dokter " dia melepaskan pegangannya pada dokter edwin dan mengusap air matanya agar tenang dan operasi yang akan di lakukan oleh dokter edwin padanya berjalan dengan lancar.
"Kamu sedang apa sampai pergi ke tempat jauh seperti ini ketika hamil besar? " pertanyaan muncul dari dokter edwin ketika sedang memulai operasinya.
"Saya sengaja kesini dokter " jawab erin, "ada yang bilang di sekitar sini ada tempat makan paling enak dan itu membuat saya memutuskan untuk pergi kesini "
Tawa kecil dokter edwin muncul dengan gelengan kepalanya mendengar jawaban erin. Dia sama sekali belum berubah, masih seperti dulu selalu membuat hal lucu dan ada tawa setelah perkataannya.
"Pergi mencari makanan sampai lupa kalau kamu mempunyai riwayat perdarahan di kehamilanmu! " ucap dokter edwin, "kamu nekat sekali hanya demi makanan "
"Iya dokter " erin menjawabnya dan dia tahu apa yang dilakukannya itu salah.
"Ibu kanita juga memarahiku tadi " ucapan erin kali ini membuat kedua tangannya yang sedang melakukan penutupan di lapisan terakhir terhenti ketika dia mendengar erin menyebut nama kanita sekarang ini.
"Dia sangat marah sekali, tetapi akhirnya ibu kanita mau menemaniku ke tempat yang ingin sekali aku datangi " sambung erin.
Dokter edwin menyadarkan dirinya untuk melanjutkan pekerjaannya yang tinggal beberapa tindakan lagi dia selesai menutup luka sayatan operasi yang dilakukannya sekarang ini.
"Sudah selesai " ucap dokter pada erin, "selamat erin, kita observasi lebih dulu putrimu untuk melihat apakah paru-parunya baik-baik saja "
"Terima kasih dokter " erin kembali meneteskan airmatanya ketika dokter edwin bisa menyelamatkan bayinya.
"Tuhan yang memberikan semua kelancaran operasinya " ucap dokter edwin, "jadi kamu harus banyak bersyukur karena dia masih memberikan banyak kesempatan padamu "
"Apa dokter sudah bertemu dengan ibu kanita tadi? " lalu erin bertanya pada dokter edwin sekarang ini.
Dokter edwin tertegun, beruntung dia masih menggunakan masker sehingga erin tidak bisa melihat wajahnya yang terasa panas itu.
Dia bisa tahu pasti jika maskernya dia buka, wajah merahnya akan sangat terlihat jelas oleh erin.
"Dia yang menanda tangani inform consentnya dokter " sambung erin, "karena suamiku sedang bekerja dan dia juga sedang berada di ruang operasi dengan dokter yoga "
"Aku akan menemuinya " ucap dokter edwin.
Setelah dia memastikan bahwa kondisi erin stabil di ruang observasi dan bisa di pindahkan ke ruangan biasanya.
Dia segera berjalan ke arah depan, dan melihat sesosok yang sangat dia ingat dan tidak akan pernah dia lupakan.
'Dia tidak berubah sama sekali, walaupun putrinya sudah beranjak dewasa ' ucap dokter edwin ketika melihat sosok kanita yang terduduk di sebuah kursi menunggu erin.
Dokter edwin masih menggunakan pakaian operasinya dan masker yang menutupi wajahnya ketika wanita yang sudah membuatnya kesulitan untuk membuka hatinya pada orang lain itu berdiri dan menghampirinya.
"Dokter bagaimana kondisi pasien erin? " dia bertanya pada dokter edwin.
Suara lembut yang masih sama seperti dulu yang selalu di dengarnya, dia merasa rindu mendengarkan laporan-laporan kanita setiap pagi ketika dia melakukan kunjungan pada pasien di pagi hari.
"Erin dan bayinya baik-baik saja " jawab dokter edwin.
Dahi kanita terlihat berkerut, dia seperti mendengar suara yang sangat tidak asing di telinganya.
Kedua matanya lalu menatap tajam ke arah dokter edwin yang sedang berdiri di hadapannya dengan wajahnya yang tertutup oleh masker.
"Apa kabar kanita? " dokter edwin akhirnya memutuskan untuk menanyakannya pada kanita dan satu tangannya menurunkan masker yang menutupi wajahnya.
"Dokter edwin " ucap kanita pelan karena sekarang ini dia terkejut sekali bertemu kembali dengan seseorang yang sudah lama tidak dilihatnya.
Lalu senyuman lebar dan wajah senangnya terlihat oleh dokter edwin.
"Aku pikir tidak bisa bertemu dengan dokter lagi! " cetus kanita dengan nada yang sedikit tinggi, "sejak kapan dokter kembali kesini? "
"Kenapa tidak memberitahu saya dokter! " akhirnya dokter edwin bisa kembali mendengar ocehan-ocehan dari kanita yang selalu bisa meramaikan suasana dan tentu saja membuat kebahagiaan di dalam hatinya.
"Sudah lama sekali aku kembali " jawab dokter edwin, "aku sengaja saja tidak memberitahumu "
"Jahat sekali! " gumam kanita.
Membuat tawa kecil dokter edwin muncul, dia sesekali mencuri pandangannya ke arah nita. Di usianya yang sudah tidak bisa dikatakan muda lagi, bisa-bisanya dia merasa wanita di hadapannya itu masih saja selalu menarik perhatiannya.
'Aku bahkan lupa dia tidak pernah malu menyapaku karena dia hanya menganggapku dokter yang pernah bekerja dengannya dulu ' ucap dokter edwin dalam hatinya.
Dia menertawakan dirinya ketika apa yang diinginkan ketika bertemu dengan kanita sama sekali tidak sesuai dengan keinginannya.
Dia berharap kanita akan canggung bicara dengannya dan ketika harus bertemu kembali dia akan merasa malu, sama seperti yang dirasakan oleh dokter edwin sekarang ini. Karena bagaimanapun dulu dia sempat menyatakan perasaannya pada kanita, walaupun tahu dia telah menikah dengan dokter yoga.
Sebuah jawaban yang pasti bahwa selama ini kanita tidak pernah memiliki perasaan yang khusus sama seperti dirinya. Dia pun sempat berpikir naif untuk mau menerima apapun keadaan kanita jika dia bisa berpaling hati padanya dulu.
Dia benar-benar pandai menjaga hatinya hanya untuk dokter yoga saja. Dan semua usaha yang dilakukannya tidak akan pernah membuahkan hasil apapun selain kekecewaan.
"Kondisi erin sudah stabil " ucap dokter edwin ketika dia melakukan pemeriksaan ulang pada erin di ruang perawatan nifas.
Kanita yang berdiri di samping erin tersenyum, "lain kali kalau kamu keras kepala seperti ini hanya untuk sepiring makanan, aku tidak akan pernah mengantarmu! "
"Iya, bu " erin lagi-lagi mendapatkan kemarahan dari kanita, yang tetap saja berbaik hati mau mengantarnya.
"Dokter edwin saya boleh minta tolong satu kali lagi? " ucap erin pada dokter edwin.
"Boleh " jawabnya.
"Antarkan ibu kanita pulang karena tadi kami naik taksi ke tempat ini, dan memutuskan ke rumah sakit ini karena ini tempat yang paling terdekat " ucap erin, "jadi aku tidak akan tenang jika bu kanita pulang sendirian "
"Erin.. " terlihat wajah kanita yang memerah ketika erin meminta dokter edwin untuk mengantarnya.
"Tentu saja, dengan senang hati " dokter edwin tersenyum senang melihat wajah merah kanita yang masih sama.
Itu membuatnya seolah kembali ke masa lalu ketika dia masih bisa melihat kanita dari jarak dekat.
"Tidak apa-apa bu " bisik erin pada kanita, "dokter yoga pasti tidak akan marah, suamiku bilang tadi dia masih harus operasi pasien kedua "
"Ayo cepat, bu. Ikut dengan dokter edwin! " erin sepertinya sengaja sekali sekarang ini.
Dia senang sekali melihat mereka berdua akhirnya bertemu kembali setelah sekian lama dipisahkan oleh jarak.
Dulu dia berharap kepala ruangannya itu bisa menjadi pasangan dokter edwin, jauh sebelum dia tahu kalau ternyata kanita yang memiliki kebaikan hati yang besar itu memilih menjadi seorang ibu sambung dan menikah dengan dokter yoga.
Dia sempat ingin melihat pasangan serasi dokter edwin dan kanita yang tidak akan pernah terjadi sampai kapan pun...