cinta dalam jas putih

Laporan



Laporan

3'Kenapa sampai sekarang belum ada laporan dari bank? ' dokter edwin bertanya-tanya dalam hatinya sambil sesekali melihat ke arah ponselnya yang membisu semenjak awal dia berada di ruangan presentasi.     

'Atau jangan-jangan nita sengaja tidak membeli obatnya! ' selintas pikirannya mengatakan tentang hal yang nita lakukan kali ini. Pikiran buruknya seketika muncul.     

Dia sama sekali tidak fokus pada mahasiswa koas nya yang sedang melakukan sebuah presentasi kasus sebagai hasil evaluasi dari belajar mereka.     

Dia memutuskan untuk mengirim sebuah pesan pada nita, "apa obatnya sudah kamu beli? "     

Dan lalu kembali membaca kertas-kertas laporan yang ada di satu tangannya ketika menunggu pesan balasan dari nita.     

Notifikasi pesan di ponselnya berbunyi dan dengan cepat dia membacanya.     

"Sudah "      

Dokter edwin mengerutkan dahinya dan lalu kembali membalas pesan dari nita.     

"Kamu membayarnya dengan apa? "     

Tidak lama kemudian muncul pesan balasan.     

"Pakai uang "     

"Lalu kartunya? "     

Dokter edwin mengetukkan jari-jarinya di ponsel menunggu balasan pesan singkat selanjutnya.     

"Saya kan tidak tahu nomor pin nya, jadi tidak bisa dipakai! "      

Dan di akhir nita memberikan sebuah emotikon senyuman lebar dengan dua jari perdamaian.     

Tawa dokter edwin muncul, membuat semua orang yang hadir di ruangan itu menoleh ke arahnya.      

Dia melakukan kesalahan ketika semua orang tengah serius mendengarkan presentasi, merasa dirinya terpojokkan akhirnya dia berpura-pura terbatuk untuk menghilangkan kecurigaan semua orang padanya.     

"Lanjutkan! " perintahnya pada mahasiswanya itu.     

Dia mengusap dahinya sambil menarik nafasnya, pantas saja sedari tadi laporan yang di tunggunya tidak kunjung muncul karena ternyata dia lupa memberikan nomor pin dari kartu itu. Dan semua itu karena kebodohannya sendiri.     

"Dokter " seseorang memanggilnya.     

Dia berbalik dan meliha sosok axel yang menghampirinya ketika acara presentasi selesai.     

"Bagaimana menjadi residen disini? " dia bertanya lebih dulu pada axel.     

"Terima kasih karena dokter sudah membantu saya " jawab axel, "ternyata minggu depan akan selesai "     

"Jika dokter tidak keberatan, ayah meminta dokter untuk mau menerima undangan makan malam bersama keluarga " sambung axel.     

"Minggu depan " dia sedang mengingat jadwal akhir pekannya, "sepertinya sudah lama sekali tidak bertemu dengan dokter yoga, saya akan usahakan untuk datang "     

"Tapi ayah sangat berharap sekali bisa bertemu dengan dokter, dan dia juga mengundang pak adit serta keluarganya "      

"Pak adit? benarkah,,, " dan dia ingat sekali dengan teman baiknya itu ketika masih bekerja di rumah sakit yang sama dengan dokter yoga.     

"Saya juga berharap dokter akan datang " axel memperlihatkan wajah memelasnya.     

"Tentu saja kami akan hadir " akhirnya dia membuat keputusan walaupun tidak tahu pekerjaan mendadak apa yang akan di dapatkannya nanti, tapi dia akan meminta tolong pada dokter kaif untuk menggantikannya.     

"Terima kasih dokter " axel mengakhiri pembicaraannya dengan dokter edwin, "saya permisi kembali ke ruang bersalin "     

"Ya " dokter edwin tersenyum melihat langkah axel yang perlahan-lahan menghilang dari pandangannya.     

Sosok itu dulu masih sangat kecil ketika dia terakhir meninggalkan tempat yang begitu banyak memberikannya kenangan paling terindah.     

Tempat yang mengajarkannya jatuh cinta walaupun tidak dapat memiliki, dan bertemu dengan wanita yang sangat menarik perhatiannya. Bukan hanya karena parasnya, tetapi sikap dan kecerdasannya membuatnya terpesona. Dan itu bukan hanya dirinya saja, ada banyak laki-laki yang mengaguminya secara diam-diam pada wanita sederhana bernama 'kanita'.     

Tapi dia sama sekali tidak bisa membayangkan dua wanita dengan panggilan nita akan bertemu dalam satu acara.     

Di tengah pemikirannya itu ponselnya berdering.     

"Dokter maaf " suara bidan magha yang dikenalnya itu terdengar di ujung telinganya.     

"Ada apa? " tanyanya.     

"Dokter ada pasien nona, mengalami perdarahan hebat dan juga kesakitan. Tetapi perutnya semakin membesar "      

"Dokter ghana masih di ruang operasi dengan dokter kaif "     

"Saya kesana " dokter edwin berjalan cepat menuju ruang bersalin dengan sesekali melihat jarum jam ditangannya.     

Dia melihat dokter axel yang sedang mencoba melakukan USG, tetapi karena posisinya di pendidikan residen masih baru dia terlihat kesulitan untuk mendapatkan apa yang menyebabkan kesakitan pada pasiennya itu.     

"Dokter " axel dengan cepat memberikan probe USG pada dokter edwin ketika dia datang.     

"Apa mungkin diagnosa yang saya dapatkan adalah perforasi dokter " ucap axel mencoba meminta penilaian dari pemeriksaan yang dilakukannya walaupun sedikit ragu.     

"Ternyata hasil pemeriksaan urin kehamilan positif " sambung axel, "dan sebelumnya nona ini pernah meminum obat penggugur kehamilan secara ilegal "     

"Dan ternyata setelah di tanya lebih banyak lagi, dua hari yang lalu dia pernah melakukan tindakan kuretase bukan oleh dokter kandungan "      

"Baiklah kita lihat " dokter edwin mencoba memastikan apa yang menjadi kesimpulan axel pada pasiennya sekarang.     

"Lihat ini " dia menunjuk ke arah layar USG meminta axel untuk melihatnya, "ini adalah sebuah cairan bebas "     

Axel memfokuskan pandangannya, "itu bukan di dalam uterus dokter "     

"Ya, ini di rongga perut " dia membenarkan jawaban axel, "kamu benar ini perforasi untuk masalah pertama karena sepertinya orang itu melakukan kuretase yang salah "     

"Karena ternyata masalah kedua adalah kehamilannya ternyata kehamilan ektopik " dia kembali memberitahukannya pada axel sambil menunjuk kembali ke layar USG.     

Axel menganggukkan kepalanya sambil berdecak kagum pada dokter edwin yang sama seperti ayahnya yang di kaguminya.     

"Beritahu pada dokter kaif untuk operasi cito sekarang, jangan lupa untuk sedia darah " perintahnya pada axel.     

"Dan kamu sebaiknya ikut untuk inspeksi seperti apa perforasi itu " sambung dokter.     

"Baik dokter, terima kasih " axel terlihat sangat senang sekali mendapatkan perintah sekaligus sebuah kesempatan langka yang akan menambah ilmunya.     

Dia lupa beberapa waktu lalu pernah membenci sosok yang memberinya perintah itu, tetapi ternyata kebaikannya meluluhkan kebencian axel dan dia berbalik berterima kasih.     

"Dokter "      

Ketika dokter edwin keluar dari ruangan USG di ruang bersalin dia mendapati magha yang seorang diri di nurse station.     

"Kemana yang lain? " tanya dokter edwin.     

"Dorong pasien tadi ke ruang operasi " jawab magha.     

Dia terus menerus melemparkan senyuman manisnya pada dokter edwin yang masih berdiri di depannya, sambil sesekali melirik jam di tangannya.     

"Dokter hari ini saya ulang tahun "      

"Benarkah " ucap dokter edwin, "baiklah saya ucapkan selamat ulang tahun "     

Ucapan itu tidak hanya pada magha saja, terkadang jika kebetulan ada stafnya yang berulang tahun dia selalu mengucapkannya.     

Tetapi ulang tahun magha tidak pernah dia lupa karena dia merupakan staf yang paling pintar.     

"Terima kasih dokter " jawab magha, "biasanya dokter tidak pernah lupa dan terlambat mengucapkan selamat ulang tahunnya "     

"Iya, maaf " ucap dokter edwin, dia lalu mengambil ponselnya.     

"Kamu mau makanan apa untuk hari ulang tahunmu? "     

Magha terlihat senang sekali karena pimpinannya itu masih sama seperti dulu tetap baik padanya.     

"Boleh pizza dokter " pintanya dengan manja.     

"Baiklah, tunggu saja nanti makanannya datang " ucap dokter edwin, "selamat ulang tahun "     

"Saya pergi, ya " dia lalu berbalik dan berjalan meninggalkan magha yang masih berwajah senang karena mendapatkan hadiah di setiap hari ulang tahunnya.     

Dokter edwin lagi-lagi harus kembali ke rumah ketika hari sudah petang karena hari ini banyak sekali kegiatannya tidak dapat di prediksi olehnya.     

"Dokter " nita mengetuk pintu kamar mandi ketika mendapati ponsel yang tergeletak di atas tempat tidur berdering.     

"Ya "     

"Ada telpon, tapi tidak ada namanya " beritahu nita.     

"Kamu angkat saja! "     

Nita mengangkat kedua alisnya dengan bibirnya yang mengerucut.     

"Selamat malam, kami dari pizza delivery order "     

"Delivery order? " tanya nita pelan.     

"Saya mau menanyakan penerima paket pizza spesial di ruang bersalin atas nama siapa? "     

"Tunggu sebentar "     

Dia bertanya-tanya siapa yang mendapatkan makanan spesial dari dokter edwin, dan lalu kembali mengetuk pintu kamar mandi.     

"Dokter, telpon dari pizza delivery order " nita sedikit berteriak, "dia menanyakan pengiriman makanan spesialnya di ruang bersalin atas nama siapa? "     

Nita menunggu begitu lama jawaban dari dokter edwin yang masih berada di kamar mandi.     

Lalu muncul sosok dokter edwin yang mengenakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya, dengan busa-busa yang masih menempel di tubuh dan kepalanya. Nita terkejut dengan kedua matanya yang kali ini sulit untuk berkedip memandangi dokter edwin.     

"Itu... " ucapannya terhenti.     

"Itu siapa? " nita menunggu lanjutan perkataannya.     

"Cepat dokter kasihan kurirnya " nita mengingatkan.     

"Bidan magha "     

"Oke " jawab nita dengan senyuman, dia lalu kembali bicara di telpon dan memberitahukan kurir yang mengirimkan makanan tersebut.     

Dia menyimpan ponsel milik dokter edwin di tempat semula dan mendapati dokter edwin yang masih berdiri di pintu dengan busa-busa.     

"Lanjutkan lagi mandinya " nita berkata seraya mengibaskan satu tangannya meminta dokter edwin untuk melanjutkan mandinya.     

Dokter edwin masuk ke dalam kamar mandi dengan perasaan yang tidak enak, dia menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu terburu-buru melakukan pemesanan sampai lupa menuliskan nama penerima makanan tersebut.     

Dia merasa nita pasti akan marah padanya kali ini...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.