Jodoh Tak Pernah Salah

Part 57 ~ Pelantikan Bara ( 2 )



Part 57 ~ Pelantikan Bara ( 2 )

1"Penyesalan selalu datang terlambat bos, kalo diawal pendaftaran namanya. Sudahlah jalani saja pernikahan ini. Dalamnya hati siapa yang tahu bos. Bisa jadi Dila bidadari surga yang dikirim untuk bos dan mengembalikan bos ke fitrah. Menjadi lelaki normal dan punya anak."     

Bara tertawa terbahak-bahak mencibir ucapan Dian.     

"Kamu udah minum obat belum? Kok sekarang kamu halu?"     

"Jangan tertawa bos. Pegang perkataanku. Aku yakin suatu saat bos akan straight," ucap Dian mendekati Bara.     

Bibir Bara membuat Dian tergoda, ingin sekali mengecup bibir merah sensual itu, namun niat itu ia urangkan. Cari mati jika ia nekat mencium Bara. Jika nekat Bara bisa mencekiknya sampai mati.     

Dian meremas dada Bara penuh gelora. Wajah mereka hanya berjarak beberapa centi.     

"Mungkin saat ini berdekatan seperti ini tak membuat bos bergairah, lihatlah suatu saat nanti posisi ini akan membuat bos gerah dan ingin menerkam Dila atau aku. Aku berani bertaruh semua depositoku di bank."     

Bara membuat jarak dengan Dian," Sudahlah Dian. Jangan membual lagi. Pergi sana jemput Dila. Nanti Koko Andri akan marah padamu karena tidak on time."     

"Aku sunat dia sekali lagi jika berani memarahi aku."     

"Jika kamu sunat sekali lagi bisa habis kejantanannya."     

"Biar saja. Siapa suruh dia berani memarahiku," kelakar Dian.     

"Sudahlah kamu segera pergi. Dila menunggu."     

"Baik bos," ucap Dian pamit.     

Dian mengemudikan mobil menuju kantor Dila. Capem cabang utama bersebelahan dengan kantor DPRD Provinsi. Jika Bara sudah berkantor di DPRD kemungkinan Bara dan Dila akan pergi dan pulang kantor bersama.     

Disatu sisi Dian berharap pernikahan Bara membawa sesuatu yang positif, berharap Dila bisa mengembalikan Bara ke kodrat. Disatu sisi Dian akan merasa menjadi pecundang jika Dila berhasil membuat Bara Straight.     

Jalanan Kota Padang tidak macet, Dian tak perlu menunggu lama untuk sampai di kantor Dila. Enaknya tinggal di kota kecil seperti Padang, kalian tidak akan mengalami kemacetan berjam-jam seperti yang ada di kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Sisi positifnya tidak ada kemacetan, sisi negatifnya warga kota Padang tidak sabaran dalam mengemudi. Jika ada sedikit kemacetan mereka egois, tak mau memberi orang lain jalan. Mereka mau diberi jalan terlebih dahulu. Akibat sifat pengemudi yang egois, mereka sering berselisih paham jika kemacetan terjadi.     

Dian memarkir mobil, lalu berjalan menuju pintu masuk. Satpam dengan ramah membukakan pintu.     

"Selamat siang Ibu. Ada yang bisa saya bantu? Mau bertransaksi di teller apa ke CS?" Sapa seorang satpam di pintu masuk.     

"Saya Dian, mau ketemu Ibu Dila. Kami sudah janjian."     

"Ibu mohon tunggu sebentar. Silakan duduk dulu," balas satpam mempersilakan Dian duduk di kursi tunggu.     

"Terima kasih."     

"Sama-sama Ibu. Maaf saya tinggal sebentar," balas satpam berpamitan menuju ruangan Dila.     

Satpam mengetuk pintu ruangan Dila,"Kep Dila. Ada yang mencari, namanya Dian."     

Dila menoleh pada satpam," Suruh masuk aja Bang. Antar kesini aja."     

"Baik kep,", kata satpam.     

Satpam kembali ke kursi tunggu dan mendekati Dian.     

"Ibu mari saya antar menuju ruangan Ibu Dila."     

Dian bangkit dari tempat duduk.     

"Terima kasih."     

Satpam menunjukkan Dian menuju ruangan Dila. Dengan ramah ia mempersilakan Dian masuk ruangan Dila dan meninggalkan mereka berdua.     

"Selamat siang bu bos," sapa Dian ramah.     

"Siang juga Dian," balas Dila tak kalah ramah.     

"Silakan duduk. Tunggu sebentar ya Dian. Aku akan menyelesaikan pekerjaanku sebentar baru kita pergi," ujar Dila sibuk membaca tumpukan kertas rekomendasi kredit yang diberikan analis kredit ( AO). Banyak permintaan kredit, sebelum memutuskan memberikan kredit, Dila membaca berkas persyaratan kredit nasabah. Apakah nasabah layak diberikan kredit dan sanggup membayar cicilannya.     

Perlu insting yang tajam dalam memberikan kredit pada nasabah. Dila tak mau gegabah seperti Stevi, yang ujung-ujungnya akan disalahkan manajemen karena teledor dalam menyalurkan kredit ke nasabah. Dila akan menyetujui kredit nasabah jika benar-benar layak diberikan dan ada kesanggupan bayar. Dila sangat teliti dan berhati-hati. Pengalaman sebagai analis kredit membuat Dila lebih selektif dalam memberikan kredit. Dila tak ingin hanya fokus dalam mencapai target penyaluran kredit, ia juga fokus dengan penurunan NPL.     

"Siap Bu bos," balas Dian sibuk memainkan ponselnya Daripada bengong menunggu Dila lebih baik ia berselancar di dunia maya.     

"Silakan minum Dian," balas Dila mempersilakan Dian untuk minum. Minumannya kaleng sudah tersedia di atas meja tamu.     

"Terima kasih."     

Dila dan Dian larut dalam dunia masing-masing. Selagi Dila sibuk memeriksa berkas rekomendasi kredit, Dian curi- curi pandang pada Dila.     

Ada sekitar sepuluh menit Dila memeriksa berkas rekomendasi kredit. Setelah semuanya aman, Dila membubuhkan tanda tangan di berkas, tanda setuju kredit diberikan.     

Dila mendekati Dian dan turut duduk di kursi tamu.     

"Maaf membuat Dian menunggu. Sudah makan?"     

"Tidak apa-apa Bu bos."     

"Jangan panggil Bu bos, panggil saja Dila. Kita seumuran Dian."     

"Enggak enak. Anda istri bos, masa panggil nama saja. Aku jadi tidak enak."     

"Dibuat enak aja," kelakar Dila.     

"Enggak bisa atuh Bu bos."     

"Ayolah. Kalo masih panggil aku Bu bos, aku tidak mau pergi," ancam Dila pura-pura merajuk.     

"Baiklah Dila. Kamu memaksa."     

"Aku ingin kita jadi teman Dian. Kamu enak diajak ngobrol. Kita makan dulu atau langsung fititing baju?"     

"Bagaimana kita fitting dulu baru makan?"     

"Usul yang bagus. Kita bisa banyak ngobrol nantinya."     

Dian dan Dila bergegas pergi ke butik. Mereka memutuskan pergi dengan mobil Dian, bukan mobil kantor Dila. Mereka akan fitting di Andri Boutique. Koko Andri salah satu designer terkenal di kota Padang. Pejabat dan para pengusaha menggunakan jasanya.     

"Selamat siang Koko sayang," sapa Dian ketika sampai di butik Andri.     

"Siang juga Dian. Untung lo enggak telat, telat dikit saja mungkin udah gue tinggal," balas Andri pura-pura galak.     

"Koko mau hidup atau mati?" Tanya Dian dalam nada bercanda."     

"Pilih atau saja boleh?"     

"Pilihannya hanya hidup atau mati koko. Kenalin ini Dila istrinya bos Bara."     

Andri menoleh pada Dila dan tersenyum.     

"Siang Ibu Dila ada yang bisa saya bantu," tanya Andri dengan nada mencibir.     

"Jangan banyak gaya Koko. Nanti gue lakban juga mulut lo," balas Dila tak kalah pedas.     

Dian menatap Dila dan Andri dengan tatapan bingung.     

"Kalian saling kenal?"     

"Padang sempit Dian. Jangan terlalu naif. Dila juga pelanggan gue."     

Dian manggut-manggut."Ya sudah cepat ukur Dila. Cepat ya Ko, kami mau makan."     

"Lo baru aja datang, minta cepat aja. Enggak sabaran."     

"Gue lapar," ujar Dian mengelus perutnya.     

Andri mengambil meteran lalu mengukur tubuh Dila.     

"Ini baju kebayanya ngepas atau sedikit longgar Dil?"     

"Sedikit longgar aja Ko. Sesak gue kalo terlalu ketat."     

"Gue paham selera lo."     

Tak butuh lama Andri selesai mengukur tubuh Dila. Lelaki kemayu itu segera membuat rancangan kebaya Dila di atas secarik kertas.     

Ia memperlihatkan sketsanya pada Dian dan Dila.     

"Selera bos banget ini, serasi dengan pakaian bos." Dian berkomentar.     

"Ada koreksi Dil?" Tanya Andri.     

"Gue ngikut aja ko. Sesuaikan saja dengan baju laki gue."     

"Oke siap."     

"Dua sebelum pelantikan sudah selesai ya Ko, kalo enggak lo kena gorok sama bos," balas Dian pura-oura mengancam.     

"Jangan bikin rusuh. Gue bakal lembur kerjainnya. Lo boleh cabut sekarang," ujar Andri mengusir.     

"Senang berbisnis dengan koko," balas Dian centil.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.