Jodoh Tak Pernah Salah

Part 70 ~ Pendengar Yang Baik ( 2 )



Part 70 ~ Pendengar Yang Baik ( 2 )

0"Kalian LDR kayak orang-orang. Maaf kata nich lo aneh, menunggu Fatih tak ada kepastian, parahnya ga ada komunikasi. Kita boleh mengikuti syariat tapi yang benar juga. Harusnya Fatih sebelum ke Mesir datang ke orang tua lo, datang untuk tunangan dulu. Jadi status lo jelas udah ada yang lamar. Kalo orang tua lo tahu mereka enggak bakal jodohin lo."     

"Fatih enggak mau kasih tahu hubungan kami sama orang tua gue."     

"Ni laki enggak benar juga nich. Gantung anak orang enggak ada kepastian," cerocos Anda menahan sebal. Kalo ketemu sama Fatih, Anda bakal ceramahin tu cowok siang dan malam. Berani membuat sahabatnya galau tingkat dewa.     

"Lo dengar gue dulu. Fatih enggak seperti yang lo pikir," kata Dila membela.     

"Alasan dia enggak mau hubungan kalian diketahui orang tua lo kenapa? Kasih gue satu alasan hingga perbuatan dia bisa dibenarkan."     

"Fatih anak dari mantan ART keluarga gue. Dia enggak mau dibilang numpang hidup sama orang tua gue nanti. Makanya dia berjuang keras agar posisinya sama ma gue. Dia ingin orang melihat dia sukses tanpa bantuan ayah gue. Dia ga mau dibilang cowok matre. Dia ingin buktikan pada dunia, dia bisa berjuang sendiri tanpa bantuan orang lain. Dia tak mau menjadi cibiran orang lain karena statusnya anak dari mantan ART keluarga gue."     

Anda manggut-manggut tanda mengerti. Ia membenarkan prinsip Fatih yang tak ingin dibilang matre dan memanfaatkan keluarga Dila. Ia ingin membungkam omongan negatif orang lain. Satu sisi Anda salut dengan Fatih, tidak mau numpang hidup sama wanita. Kebanyakan lelaki jaman sekarang maunya senang aja tanpa mau kerja keras jika sang wanita banyak harta.     

Satu sisi Anda menyayangkan sikap Fatih yang tak mengikat Dila dengan bertunangan terlebih dahulu. Harusnya Fatih memberi tanda pada Dila dan keluarganya bahwa ia akan meminang Dila ketika selesai pendidikan di Mesir.     

"Gue juga enggak bisa menyalahkan Fatih sepenuhnya. Sebagai lelaki ia mempunyai prinsip yang kuat. Ingin posisi kalian sejajar dulu untuk membungkam mulut pedas netizen, tapi satu sisi Fatih juga salah. Setidaknya dia ngomong ke orang tua lo, jika ingin meminang lo. Setidaknya orang tua lo enggak pusing mikirin kenapa lo jomblo. Lo menunggu kedatangan Fatih. Kenapa Fatih tak bicara sama orang tua lo tentang hubungan kalian?"     

"Fatih merasa belum pantas menemui orang tua gue karena posisinya saat itu. Dia belum jadi siapa-siapa. Dia sudah minder duluan dan takut mendapat penolakan."     

"Nah itu kesalahannya. Dia belum coba tapi udah minder duluan. Gue rasa ayah dan bunda Lo bukan orang tua yang egois Dila. Mereka akan mendukung kalian jika itu yang buat lo bahagia. Enggak jauh-jauh dech contohnya. Uda lo aja poligami, mau enggak mau kedua orang tua lo setuju, asal uda lo bahagia. Bagi orang tua yang terpenting kebahagiaan anak mereka. Gue bisa ngomong gini karena gue udah jadi orang tua Dila," kata Anda mengelus wajah Dila seraya merapikan rambut Dila ke sudut telinga.     

"Lo benar," balas Dila dengan suara parau. Mendengar penjelasan Anda membuat dadanya sesak. Kenapa ia tak berani mengutarakan isi hatinya pada ayah dan bunda.     

Jika Dila berani mengutarakan isi hatinya saat itu mungkin pernikahannya dan Bara tak pernah terjadi. Dila juga yakin ayah dan bunda tak akan memaksakan kehendak. Nasi sudah jadi bubur, Dila menyadari kesalahannya. Hanya ingin membahagiakan orang tua ia menerima perjodohan ini. Ia tak ingin kedua orang tuanya pusing mendengar celotehan tetangga mereka karena ia belum menikah padahal usianya sudah tiga puluh tahun. Telinga ayah dan bunda jadi panas mendengar gosip para tetangga yang menganggap Dila tidak laku, bahkan ada yang kejam mengatakannya lesbian. Orang tua mana yang tidak sakit hati jika anak gadis mereka dikatai seperti itu.     

Walau Dila dan keluarga tinggal di komplek elit para pengusaha kota Padang tetap saja tabiat ada ibu-ibu penggosip dan tukang gibah. Manis diluar tapi didalamnya busuk.     

"Gue turut sedih lihat lo kayak gini. Trus hubungan lo sama suami gimana? Apa dia mencintai lo?"     

"Dia juga terpaksa menikah sama gue. Dipaksa nikah juga karena umurnya sudah tiga puluh lima tahun. Kami bisa dibilang bukan suami istri. Kami hanya menganggap hubungan kami seperti teman. Didepan keluarga kami mesra di belakang ya gitulah."     

"Apa lo ada perasaan sama suami lo? Kata orang cinta itu datang karena terbiasa. Apa lo enggak mengalami hal seperti itu?"     

Dila menggeleng. Anda mengerti jika di hati Dila hanya ada nama Fatih. Lelaki yang selalu dimimpikan siang dan malam. Hampir tiap hari dulu waktu kuliah Anda mendengar Dila menggigau menyebut nama Fatih. Anda paham jika wanita setia seperti Dila akan sulit jatuh cinta.     

"Gua cuma anggap dia teman. Tak lebih, apalagi gue enggak sreg sama dia. Sifat kami bertolak belakang. Suami gue orang yang tegas, ambisius, tidak suka dibantah, cenderung kejam dan sadis."     

"Kok lo bisa bilang gitu? Lo sudah liat buktinya? Kalo dengar cerita dari orang lain jangan percaya."     

"Gue menyaksikannya sendiri Anda."     

"Seperti apa kekejamannya?"     

"Senin kemaren ada kejadian di kantor gue. Seorang anggota DPRD kota narik uang di teller enggak mau antri. Alasannya mau ke bandara ada kunker ke Jakarta. Satpam kantor negur tu anggota dewan. Nah anggota DPRD tu ngamuk dan marah. Gue bawa anggota dewan ke ruangan gue. Enggak enak di dengar nasabah lain, ribut-ribut. Omongannya pedas dan menghina banget. Nah si anggota dewan ini memaki gue dan ancam bakal laporin gue ke direksi biar gue kena mutasi karena merasa diperlakukan tidak baik. Trus dia bilang mungkin suami gue akan mengemis dan minta maaf kalo gue di mutasi. Dia merasa sebagai wakil rakyat harus diberi fasilitas khusus."     

"Jijik banget gue dengarnya. Ngapain ngambil uang di teller kalo bisa ambil di ATM. Ngambil di ATM limitnya bisa sampai sepuluh juta."     

"Ceritanya dia gaptek. Enggak bisa pakai ATM."     

"Zaman udah canggih masih ada gaptek enggak ikuti perkembangan zaman. Norak tu anggota dewan. Gimana mau maju kota Padang kalo salah satu dewannya gila hormat dan gaptek kayak gitu."     

Dila menunjuk Anda,"Lo jangan segitunya menghina kota kelahiran gue. Gue somasi juga."     

Mereka berdua tertawa terbahak-bahak.     

"Lanjutin dong cerita lo tentang si anggota dewan," titah Anda masih penasaran dengan cerita Dila.     

"Nah pas si anggota dewan menghina gue dan bawa-bawa suami gue. Suami gue dengar di depan pintu ruangan gue. Ternyata dia datang ke kantor cari gue. Karena ada si anggota dewan dia nunggu diluar, nah si anggota dewan maki-maki gue. Suami gue gerah dan berdiri di depan pintu. Nah ketika dia bilang suami gue bakal ngemis-ngemis ke dia. Suami gue naik darah dan masuk ke ruangan gue. Tahu enggak lo si anggota dewan berubah drastis melihat kedatangan suami gue."     

"Kok bisa berubah drastis?"     

"Karena suami gue anggota DPRD juga. Si Bapak DPRD kota sementara suami gue DPRD provinsi. Bahkan laki gue ketua DPRD provinsi."     

"Suami lo enggak kaleng-kaleng Dila." Anda berdecak kagum.     

"Pantas aja orang tua lo jodohin sama dia. Sebelum jadi dewan kerjaannya apa?"     

"Pengusaha. Kontraktor, developer, tambang dan sawit."     

"Enggak main-main suami lo," kata Anda memuji.     

"Lo jangan berlebihan. Karena punya kekuasaan suami gue seenaknya. Tahu enggak lo, suami gue balik maki anggota dewan itu karena telah menghina gue. Enggak sampai disitu dia juga kasih pelajaran sama si anggota dewan."     

"Pelajaran bagaimana?" Anda semakin kepo.     

"Dia menjebak anggota DPRD kota ketika sedang kunker ke Jakarta," kata Dila memberikan smartphone pada Anda dan memperlihatkan berita online tentang penggerebekan si anggota dewan.     

Anda berteriak histeris sampai menutup mulutnya karena kaget. Tak menyangka suami Dila akan sekejam.     

"Suami lo benar-benar mengerikan," kata Anda mengomentari Bara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.