Part 77~ Hasutan Clara ( 1 )
Part 77~ Hasutan Clara ( 1 )
Clara mencoba mendekati Ira, tante Egi agar bisa semakin dekat dengan Egi. Sudah beberapa Minggu ini Egi tinggal di rumah Ira dan Musba karena kondisinya belum pulih. Musba sudah keluar dari rumah sakit. Ancaman untuk membongkar identitas Egi pada Ira hanya gertakan saja. Musba tak pernah merealisasikannya.
Pagi ini Clara datang kembali ke rumah Egi. Ira menyambut kedatangannya.
"Clara apa kabar?" Sapa Ira ramah.
"Baik tante. Tante dan om bagaimana?" Tanya Clara basa-basi melirik ke arah Musba. Clara sangat membenci Musba karena lelaki tua itu yang membuat Egi jadi bengkok.
Ira sangat senang Clara sering berkunjung ke rumah karena selama ini Egi tidak pernah membawa dan mengenalkan teman wanitanya.
Ketika Clara datang dan mengaku sebagai teman dekat Egi, Ira sangat senang. Setidaknya Egi akan mempunyai pendamping dan tak sendiri lagi.
"Egi mana tante? Clara melirik sekitarnya.
"Egi masih di kamar. Badannya kurang fit."
"Dia sudah sarapan tante?"
"Belum. Ini tante mau antar sarapan ke kamar dia."
"Biar saja aku yang antar tante," kata Clara mengambil sarapan Egi.
Musba melirik Clara dengan tatapan tidak suka. Merasa tersaingi entah ingin memiliki Clara.
"Anak perempuan zaman sekarang tidak tahu etika," ucap Musba mengomentari Clara.
"Enggak tahu etika bagaimana Mas?" Tanya Ira bingung.
"Pagi-pagi sudah datang ke rumah laki-laki. Tidak tahu malu padahal aku melihat Egi tak suka padanya. Jadi perempuan tidak ada harga dirinya."
"Mas jangan bicara gitu," kata Ira melirik Clara yang sudah ada di lantai 2.
"Nanti kedengaran sama Clara."
"Bagus kalo dia dengar. Biar tahu diri dia."
"Mas biarkan saja. Lagian aku senang ada yang memperhatikan Egi. Selama ini dia enggak pernah punya pacar, tapi melihat Clara aku jadi bahagia. Sudah saatnya Egi membina rumah tangga. Umurnya sudah matang."
"Egi tidak suka wanita itu," jawab Musba sengit.
"Biarkan saja. Cinta datang karena terbiasa. Ini malah kejutan buat aku, ada perempuan yang begitu mencintai Egi. Dia cantik dan pengusaha juga. Beruntung bisa jadi mertua dia."
"Kamu matre sekali Ira."
"Aku tidak matre Mas. Aku realistis. Pasti bangga dong punya menantu seperti Clara. Udah cantik, berpendidikan dan pengusaha. Beruntungnya aku jika Egi menikah dengan dia."
"Dia bisa cari pria lain bukan Egi," balas Musba ketus. Ia tak terima Egi dimiliki orang lain.
"Kok kamu gitu sich Mas?" Cebik Ira kesal.
"Seharusnya kamu mendukung aku bukan mematahkan aku. Kamu benci sekali Egi mendapatkan wanita seperti Clara. Apa karena Egi keponakan aku bukan kamu?"
"Bukan begitu," jawab Musba terbata-bata. Ia bukannya tak suka tapi ia cemburu Clara mendekati Egi.
"Jika tidak kenapa tidak mendukung hubungan mereka berdua? Sebagai wali Egi kita harus mendukung mereka. Aku sudah tua dan ingin menggendong cucu. Teman sosialitaku sudah punya cucu dan aku iri. Berharap Clara bisa menaklukkan hati Egi."
"Terserah kamu saja," jawab Musba malas berdebat.
Sementara itu Clara masuk dalam kamar Egi. Ia menaruh sarapan di atas nakas. Egi masih tidur dengan berselimut kain. Dengan iseng Clara membuka selimut Egi. Pria tampan itu tidur nyenyak bak anak bayi, bertelanjang dada dan hanya memakai boxer pendek.
Clara bersorak gembira melihat kemolekan tubuh Egi. Lama ia mematung melihat mahakarya Tuhan yang paling agung. Tanpa rasa malu dan masa bodoh Clara mengelus punggung Egi.
Kulit Egi sangat halus bak pualam, warnanya merah bak bayi yang baru lahir. Clara benar-benar gemas. Egi membuatnya gila dan Clara sangat ingin memilikinya.
Clara mengelus punggung Egi dari atas sampai bawah. Ia menikmati sentuhan tiap sentuhan di kulit Egi. Ia membayangkan jika tangan halus Egi balik menyentuh tubuhnya.
Clara memekik karena tangannya dicekal Egi.
"Jauhkan tangan lo dari tubuh gue," kata Egi dengan seringai iblis. Ia sangat tidak suka dan benci dengan kelancangan Clara.
"Sakit tahu," protes Clara mencebik kesal.
"Lo enggak bisa jaga tangan. Lancang sekali masuk dan meraba tubuh gue. Siapa yang mengijinkan lo masuk ke kamar ini?"
"Tante Ira."
"Tante Ira?" Tanya Egi tidak percaya.
"Enggak mungkin tante mengijinkan lo masuk ke kamar gue. Apa yang lo bilang sama tante hingga beliau percaya sama lo?"
"Rahasia. Urusan antar wanita," balas Clara mendekati Egi dan berusaha menyentuh dada Egi, tapi laki-laki itu menepis tangannya. Bukan Clara namanya jika menyerah begitu saja, ia tetap berusaha mendekati Egi hingga Egi jatuh ke ranjang.
Clara menghimpit tubuh Egi dengan nakal ia meremas dada Egi. Refleks Egi mendorongnya dengan kasar.
"Lo benar-benar tidak tahu malu," maki Egi kesal menunjuk Clara.
"Buat lo gue rela enggak tahu malu," balas Clara dengan gaya nge-gas.
"Pergi dari sini,"usir Egi.
"Kalo gue enggak mau gimana?"
"Gue akan seret lo keluar dari kamar ini."
"Gue akan remas...." Mata Clara melirik selangkangan Egi dan ingin meremasnya.
Untung saja Egi menghindar hingga tangan Clara tidak mendarat di kejantanannya. Wanita di depannya benar-benar barbar dan tak tahu malu.
"Lo..."Egi menatap Clara dengan emosi.
"Kenapa menghindar sayang? Enak," goda Clara mengedipkan matanya.
Egi benar-benar pusing dan tak tahu lagi bagaimana mengusir Clara. Semenjak kejadian di rumah sakit, Clara semakin agresif mendekatinya. Baru kali ini Egi pusing menghadapi wanita sebebal Clara.
Clara pantang menyerah, tak tahu malu, semakin dihina dan dikasari ia semakin nekat. Egi sudah tak tahu lagi bagaimana cara menghadapi ular betina yang satu ini.
"Gue pikir Dian wanita paling menyebalkan dan tak punya otak, tapi ternyata lo lebih di atas Dian," kata Egi mengungkapkan kekesalannya.
Clara tertawa seperti tertawa kuntilanak. Bulu kuduk Egi meremang mendengar Clara tertawa.
"Lo bisa diam enggak sich?"
"Jika lo bersikap manis gue akan diam," balas Clara memberi ciuman jarak jauh.
Egi semakin dongkol menghadapi kegenitan Clara. Semenjak kejadian di Yatch, Clara semakin gencar mendekatinya.
"Kenapa lo enggak berhenti ganggu gue? Lo tahu jika gue gay dan enggak bakal bisa suka sama lo."
"Gay bukan kodrat tapi pilihan. Gay bisa disembuhkan dan gue mau bantu lo buat sembuh."
"Gue enggak mau sembuh. Gue sudah bahagia dengan kehidupan gue sekarang."
Clara membuang ludah seraya memantik rokok.
"Bahagia dari HongKong. Jangan munafik Egi. Lo tidak bahagia. Lo tertekan."
"Jangan sok tahu."
"Bukan sok tahu tapi gue emang tahu. Lo tertekan bukan tinggal bersama om dan tante lo. Apalagi tinggal satu rumah dengan orang yang menjadikan lo gay."
Clara menghembuskan asap rokok ke wajah Egi, terlihat Egi kaget mendengar ucapannya.
"Apa maksud lo?"
"Jangan berpura-pura. Gue tahu jika om Musba yang membuat lo jadi gay. Dia mencabuli lo sejak kecil."