Part 83 ~ Kenyataan Pahit
Part 83 ~ Kenyataan Pahit
Entah apa dosa yang telah aku perbuat
Aku merasakan hidup di ujung persimpangan
Aku tak tahu harus berbuat apa
Aku galau, tak mampu untuk berpikir
Langkah apa yang harus aku lakukan
Luka ini menyesakkan dada
Sesal seribu sesal
Kini tak ada guna lagi
Aku tak ingin menyalahkan siapa-siapa
Mungkin ini sudah takdirku
Memiliki suami seperti Tuan
Entah Tuhan sedang mengujiku
Entah aku yang akan merubahnya
Kenyataan ini tidaklah mudah bagiku
Bagai luka disiram air jeruk
Perihnya tak terkira
Menyayat luka kembali berdarah
Kini aku sendiri....
Menahan duka nestapa
Hanya Tuhan tempat aku mengadu
Berkeluh kesah semua luka lara
Tuhan aku tahu...
Engkau tidak mengujiku di batas kemampuan hamba
Cuma berikan aku kekuatan lebih
Untuk menyongsong hari
Menyongsong masa depan
Berpikir positif akan ada pelangi setelah hujan
( Fadila Elvarette )
******
Entah apa yang ada di benak Dila untuk saat ini. Informasi yang diberikan Anda sangat menyesakkan dadanya. Tak pernah menyangka menikah dengan seorang gay, tak hanya itu lelaki yang ia nikahi sangat jahat, kejam, sadis dan pembunuh berdarah dingin.
Tipuan apa yang sedang dimainkan Bara hingga kedua orang tua Dila tak mengetahui sepak terjang Bara. Mereka telah menjodohkannya dengan lelaki yang salah. Dila menangisi nasibnya. Kenapa cobaan ini harus menimpanya.
Matanya bengkak karena kebanyakan menangis. Dila jadi tak enak pada pramugari karena ia telah membuat geger. Pingsan setelah melihat video ciuman Bara dan Egi.
Dila memakai kacamata hitam agar mata bengkaknya tak kelihatan. Naura sudah menunggunya di terminal kedatangan. Bandara BIM sangat kecil hingga Naura dengan mudah melihat kedatangan Dila.
"Dila," teriak Naura memanggil Dila.
Dila tak bersemangat dan kehilangan gairah hidup karena Bara. Mungkin Bara sudah sampai di rumah orang tuanya.
Naura memeluk Dila, baru beberapa hari tidak bertemu sang adik ipar membuatnya rindu.
"Kangen banget sama Dila."
"Aku juga uni," balas Dila dengan suara parau. Entah kenapa dadanya sangat sakit dan ia tak sanggup menahan sakit yang ia rasakan.
"Ada apa dengan kamu?" Naura curiga dengan gelagat Dila yang tak biasa.
Naura memicingkan mata menangkap sesuatu yang mencurigakan.
"Ada apa denganmu? Apa kamu baik-baik saja?"
"Uni aku belum sholat, bagaimana kita sholat dulu biar tidak kehabisan waktu Maghrib?" Dila mengalihkan pembicaraan.
"Baiklah." Naura mengalah. Ia bisa memahami kondisi Dila. Sebagai dokter VCT ia bisa memahami kondisi psikis seseorang.
VCT adalah singkatan dari voluntary counseling and testing, yaitu serangkaian tes untuk mengetahui Anda apakah positif atau negatif mengidap HIV. Tes ini bersifat rahasia dan sukarela, yang berarti keputusan untuk mengikuti tes sepenuhnya pilihan Anda sendiri dan Anda memiliki hak untuk privasi mutlak.
Naura adalah dokter VCT yang melakukan tes pada pasien yang diduga mengidap HIV/ AIDS. VCT adalah proses tiga tahap yang melibatkan konseling pra-tes, tes HIV, dan konseling setelah tes.
Tahapan awal untuk tes VCT adalah konseling. Konseling ini bertujuan untuk mempersiapkan Anda terhadap tes HIV nantinya dan membantu Anda mengantisipasi hasilnya — apakah positif atau negatif.
Pemandu dalam konseling pada tes VCT adalah seorang konselor terlatih yang akan lebih dulu bertanya seputar alasan Anda mengikuti rangkaian tes VCT ini.
Selanjutnya konselor akan menjelaskan kepada Anda tentang apa itu HIV, bagaimana penularannya, seberapa besar risiko Anda, hingga menjelaskan mengenai pemeriksaan, pengobatan, dan pencegahan HIV.
Dokter juga akan memperbaiki kesalahpahaman yang mungkin Anda miliki tentang HIV, serta menjelaskan pentingnya dan manfaat mengetahui status HIV Anda.
Selain itu, dokter akan membahas berbagai pilihan yang tersedia bagi Anda dan memberi Anda kesempatan untuk mengajukan pertanyaan yang mungkin Anda miliki tentang HIV atau tes HIV.
Naura dan Dila meninggalkan bandara. Mereka sholat di mesjid besar tak jauh dari bandara. Dila lebih banyak diam, tak bicara sepatah kata pun. Naura sudah menebak ada yang tidak beres terjadi pada adik iparnya. Saat mereka berbalas chat, Dila masih ceria seperti biasanya. Berarti ada sesuatu hal yang terjadi ketika Dila di atas pesawat.
Dila berdoa dengan khusyuk. Naura melihat Dila menangis dalam doanya. Hati Naura ikut bergerimis melihat Dila menangis tersedu-sedu. Seumur-umur mengenal Dila semenjak pacaran dengan Iqbal belum pernah ia melihat Dila menangis seperti ini.
Ini sinyal tak baik untuk Naura. Ada peristiwa besar yang terjadi beberapa hari belakangan ini pada Dila. Naura masih menduga-duga apa yang telah terjadi pada Dila selama diklat di Jakarta.
Mereka kembali ke mobil dan meneruskan perjalanan menuju rumah. Tiba-tiba Dila meminta Naura memutar arah, menunda kepulangan ke rumah. Mobil mereka berhenti di tepi pantai tak jauh dari bandara.
"Dila ada apa sebenarnya?" Naura memberanikan diri bertanya. Ia sangat khawatir dengan kondisi Dila.
"Tidak apa-apa uni."
"Jangan bohong sama uni. Uni bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi. Kamu berbeda dan bukan seperti Dila yang uni kenal."
"Aku hanya capek uni," jawab Dila berbohong menatap pantai.
Naura kesal dan gemas karena Dila masih saja berbohong padanya. Naura menarik tangan Dila dan mata mereka beradu pandang.
"Lihat uni dan katakan semua baik-baik saja," kata Naura galak.
Dila tak berani beradu pandang dengan Naura. Ia berusaha menghindar.
"Masih bilang kamu baik-baik saja?" Tanya Naura lagi.
"Ini bukan Dila yang uni kenal. Dila yang uni kenal sangat ceria, tidak menyedihkan seperti ini."
"Apa aku menyedihkan uni?" Dila malah balik bertanya.
"Sangat menyedihkan hingga aku tidak mengenalmu lagi." Naura berpangku tangan. Berharap pertahanan Dila runtuh dan bercerita padanya.
"Uni," tangis Dila pecah. Ia memeluk Naura dengan erat. Saat ini Dila sangat butuh dukungan dari orang terdekatnya. Hanya menangis yang bisa ia lakukan.
Naura membiarkan Dila menangis dalam pelukannya. Untuk saat ini biarlah Dila menumpahkan kesedihannya. Naura mengelus punggung Dila. Ia ikut sedih melihat beban berat yang dipikul Dila.
"Uni kenapa nasibku seperti ini?" Tanya Dila dalam Isak tangisnya.
Naura memberikan tisu, Dila segera menghapus air matanya. Matanya bengkak dan merah karena menangis.
"Apa yang terjadi?" Naura memberi Dila segelas air mineral.
Dila segera meminum air mineral pemberian Naura. Ia harus kuat dan tak boleh lemah seperti ini. Masa depannya masih panjang.
"Banyak kejadian yang terjadi uni. Ini diluar kuasaku," kata Dila ambigu.
"Apa maksudmu?" Naura masih bingung dengan ucapan Dila.
"Banyak hal yang terjadi uni. Hitungan menit bisa membalikkan keadaan. Seperti aku. Tadinya aku masih baik-baik saja ketika chat denganmu, setelah itu duniaku serasa runtuh. Aku merasa hancur berkeping-keping. Aku tidak bisa menerima kenyataan."
"Tidak bisa menerima kenyataan? Apa maksudmu?" Naura semakin penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi pada Dila.