Jodoh Tak Pernah Salah

Part 101 ~ Hasutan Ria



Part 101 ~ Hasutan Ria

1Iqbal khawatir, sudah dini hari tapi Naura blom juga pulang. Pesta sangeet sudah selesai dan sang istri juga belum juga ada dirumah. Iqbal dan Ria menumpang di mobil Defri. Mereka sudah di rumah dan bersiap untuk istirahat.     

Ria sibuk membersihkan sisa make up di wajahnya. Pesta sangeet membuatnya tak bisa move on. Menari ala film Bollywood membuatnya serasa berada dalam film India yang sering ia tonton. Saat menari dengan Iqbal, Ria merasa bak pasangan Kajol dan Shah Rukh Khan.     

Iqbal mondar mandir menunggu Naura di depan teras rumah. Ia mengkhawatirkan istri pertamanya. Ria menyusul Iqbal ke teras rumah.     

"Ada apa uda?" tanyanya menyentuh pundak sang suami.     

"Aku menunggu Naura. Dia belum pulang padahal sudah dini hari."     

Ria mencebik kesal karena Iqbal sangat mengkhawatirkan madunya. Ria juga tahu Iqbal sangat menghargai dan sangat menyayangi Naura karena mengijinkan Iqbal menikah lagi dengannya.     

"Katanya uni sedang mengurus pasien. Kondisinya kritis. Nanti juga pulang."     

"Tapi biasanya dia akan memberi kabar jika tidak pulang."     

"Mungkin uni sibuk makanya lupa mengabari uda. Mari kita tidur karena sudah malam."     

"Anak-anak sudah tidur?"     

"Sudah. Aku sudah melihat mereka bertiga di kamar."     

"Baguslah kalau begitu."     

"Mari istirahat uda," kata Ria merangkul Iqbal menuju kamar.     

"Tunggu. Kamu ambilkan handphoneku. Aku mau menghubungi Naura dulu. Jika sudah, baru kita tidur. Perasaanku tidak enak."     

Ria merungut kesal dibelakang Iqbal. Ia mengambil handphone Iqbal dan memberikan pada suaminya.     

My Husband Calling....     

Naura yang sedang tidur di sofa terjaga karena mendengar dering smartphone. Matanya membulat karena Iqbal menelpon. Naura tepok jidat karena lupa mengabari sang suami, jika ia tidur di rumah sakit.     

:telephone_receiver: "Assalamu'alaikum uda,"sapanya ramah.     

:telephone_receiver: "Walaikumsalam. Kamu dimana sayang?"     

:telephone_receiver: "Maaf lupa mengabari uda. Aku masih di rumah sakit," kata Naura berdusta. Tidak mungkin ia mengatakan yang sejujurnya pada Iqbal. Jika Iqbal tahu apa yang terjadi pada adiknya mungkin akan menyulut perang dunia antara Iqbal dan Bara.     

:telephone_receiver: "Tumben tidur di rumah sakit. Seberapa parahkah pasien kamu?"     

:telephone_receiver: "Parah uda. Dia pasien spesial bagiku. Ia sakit karena ulah suaminya. Aku menaruh perhatian khusus padanya," ujar Naura kembali berbohong.     

:telephone_receiver: "Kenapa dia bisa kena HIV?"     

:telephone_receiver: "Di- dia tertular dari suaminya. Mereka baru saja menikah, tapi dia tidak tahu suamianya mengidap HIV. Dia tertular setelah satu bulan menikah, sekarang dia kritis," kata Naura gemetar.     

:telephone_receiver: "Jadi kamu tidur di rumah sakit?"     

:telephone_receiver: "Iya. Maafkan aku lupa memberi tahu uda."     

:telephone_receiver: "Tidak apa-apa. Hati-hati jangan lupa istirahat."     

Sambungan telepon terputus. Ria mendekati Iqbal.     

"Dari nada bicaranya uni sepertinya berbohong."     

Iqbal mendengus kesal,"Kenapa kamu bicara seperti itu? Kamu menuduh Naura?"     

"Bukan begitu," jawab Ria salah tingkah.     

"Bicara uni gugup. Biasanya uni ga pernah gugup seperti ini. Tapi nada bicaranya itu syarat dengan kebohongan. Maaf aku jujur. Tadi ketika uni minta kunci mobil sangat tergesa-gesa. Pasien gawat darurat, cuma ekspresi uni tak pernah seperti itu. Seperti ada hal spesial dengan pasiennya. Kalo memang uni sibuk pasti kabari uda, tapi ini tidak."     

Iqbal termakan hasutan Ria. Memang Naura sedikit berbeda dari biasanya. Tak pernah ia se-khawatir ini dengan pasiennya. Hati kecil Iqbal pun bertanya-tanya kenapa Naura terburu-buru ke rumah sakit.     

"Atau kita ke rumah sakit menyusul uni?" Ide gila Ria muncul. Setidaknya jika Naura dan Iqbal bertengkar akan sangat menguntungkan baginya. Ia akan disayang dan Iqbal akan menjauhi Naura sementara waktu.     

"Kenapa aku harus menyusul Naura ke rumah sakit? Aku percaya padanya."     

"Bukan masalah percaya atau tidak uda. Hanya memastikan biar uda tidak khawatir. Uda tak bisa membohongi aku. Uda itu khawatir dengan kondisi uni."     

"Sudahlah tidak perlu," tolak Iqbal walau dalam hati ia risau. Ingin memastikan tapi tak mau dianggap mencurigai sang istri.     

"Bagaimana jika aku meminta Soni mengecek ke rumah sakit?" Ria mengusulkan adiknya untuk mengecek keadaan Naura di rumah sakit.     

"Terserah kamu saja," balas Iqbal pasrah. Ia kembali ke kamar. Semoga Naura baik-baik saja.     

Ria menghubungi Soni, adiknya untuk datang ke rumah sakit Harmoni untuk mengecek keadaan Naura.     

"Pastikan Soni. Aku yakin jika Naura tidak ada di rumah sakit. Gelagatnya sangat mencurigakan. Jika kecurigaan aku benar, sangat bagus untukku. Iqbal dan Naura akan bertengkar hebat dan posisi aku sangat diuntungkan."     

"Tentu saja kak. Aku akan lakukan perintah kamu, cuma kakak tahu konsekuensi jika meminta aku datang kesana?"     

"Kau...,"desis Ria sebal. Ujung-ujungnya Soni memjnta uang untuk bermain judi.     

"Tak ada yang gratis di dunia ini kakak. Mengertilah dengan dunia kami. Kamu saja sekarang jaga image tidak mau bermain judi karena suami kamu."     

"Lakukan saja perintah aku. Cepat laksanakan dan beri aku laporan."     

Soni tersenyum smrik,"Baiklah kakak. Sesuai perintah kamu."     

*****     

Soni datang ke rumah sakit. Ia pergi ke UGD mencsri tahu keberadaan Naura. Soni mendatangi perawat yang sedang bertugas.     

"Maaf suster. Saya adiknya dokter Naura."     

"Ya ada yang bisa saya bantu?" balas sang perawat ramah.     

"Tadi uni bilang ada telepon dari rumah sakit. Ada pasien uni yang gawat darurat. Biasanya uni mengabari kalo tidak pulang, tapi kami hubungi tidak diangkat teleponnya. Jika boleh tahu uni ada dimana?"     

Kening sang perawat berkerut. Ia merasa tak menerima pasien dokter Naura. Ia mencoba mengecek buku registrasi apakah ada pasien dokter Naura atau tidak. Setelah di cek memang tidak ada pasien dokter Naura malam ini dan dokter Naura tak ke rumah sakit malam ini.     

"Maaf uda tidak ada dokter Naura ke rumah sakit malam ini untuk pasien UGD."     

"Baik. Terima kasih," kata Soni tersenyum bahagia.     

Soni segera menghubungi Ria untuk memberi tahu hasil pencariannya di rumah sakit.     

"Bagaimana?" Tanya Ria bersemangat di telepon.     

"Sabar kakak," ujar Soni menggoda Ria.     

"Aku sudah tak sabar Soni. Apa Naura ada di rumah sakit?"     

"Sesuai dengan dugaan kakak, Naura memang tidak ada di rumah sakit. Dan rumah sakit tidak melakukan pemanggilan padanya. Aku rasa Naura berada di suatu tempat atau ada pria idaman lain."     

"Pria idaman lain?" Ria tersenyum bahagia."Jika itu benar. Aku bahagia sekali adikku. Semoga itu benar walau perasaan aku mengatakan tidak."     

"Jangan lupa bayaran aku kakak. Tugas sudah adik selesaikan."     

"Tenanglah Soni. Aku akan transfer."     

"Terima kasih kakak. Semoga rejeki kamu lancar."     

Telepon pun terputus. Ria bersorak gembira kembali ke kamar. Ia membangunkan Iqbal yang sedang tidur lelap.     

"Uda bangun," panggil Ria dengan suara pelan. Ia berulang kali mengguncang tubuh Iqbal hingga terjaga.     

"Ada apa?" Iqbal mengucek mata. Ia masih mengantuk.     

"Soni dari rumah sakit. Uni tidak ada disana."     

Antara kaget dan kecewa dibohongi. Iqbal menggerutu kesal.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.