Jodoh Tak Pernah Salah

Part 102 ~ Aku Kesakitan



Part 102 ~ Aku Kesakitan

3Matahari menyapa pagi dengan mesranya. Cakrawala telah menunjukkan warnanya. Sejauh mata memandang hanya kedamaian yang dihadirkannya. Ayam berkokok menunjukkan hari sudah pagi. Malam telah berganti dengan pagi.     

Naura tertidur di sofa di sebelah Dila. Ia mengucek mata dan melihat jam dinding. Waktu sudah menunjukkan jam enam pagi. Waktu subuh telah terlewati. Naura bergegas mengambil wudhu dan sholat di sebelah ranjang Dila.     

Dalam doanya Naura berharap Dila baik-baik saja. Berharap sang adik ipar akan mendapatkan kebahagiaan. Semoga setelah kejadian ini kebahagiaan akan menyelimuti Dila.     

Seusai sholat subuh Naura mendekati Dila. Perlahan-lahan ia mengecek suhu tubuh Dila. Suhunya sudah normal dan tak panas lagi. Tensi darah Dila juga sudah normal. Bersyukur, hanya itu yang dilakukan Naura saat ini. Kondisi Dila baik-baik saja walau ia mengalami pendarahan akibat dipaksa berhubungan intim.     

"Haus...."Dila menggigau dalam mimpi.     

Naura bergegas mengambilkan minuman dan memberikannya pada Dila.     

"Uni," panggil Dila kaget ketika melihat sosok Naura di depan matanya. Bukankah ia bersama Bara terakhir kali? Kemana si brengsek itu?"     

Dila bertanya-tanya. Kenapa Naura yang ada di depannya sekarang bukan si brengsek Bara? Satu sisi ia senang karena tidak berada di sarang harimau, satu sisi ia penasaran apa yang terjadi hingga ia bersama Naura.     

"Minumlah!" titah Naura memberikan air minuman beserta sedotan.     

Dila dibantu bangkit dari ranjang, duduk meminum air putih.     

"Terima kasih uni."     

"Sama-sama,"balas Naura mesra membelai pipi Dila.     

"Kenapa aku ada disini? Dimana ini?" Dila menoleh sekeliling.     

"Kamu berada di klinik pribadi teman aku."     

"Apa yang terjadi padaku?" Tanya Dila retoris, kemudian ia menyadari kenapa berakhir seperti ini.     

"Mana si brengsek itu?" Emosinya meledak-ledak     

Naura mengangkat bahu dan pura-pura tidak tahu.     

"Si brengsek mana?"     

"Siapa lagi kalau bukan ketua dewan terlaknat itu?" umpat Dila kesal mengepal tangan.     

"Bara?"     

"Iya," jawab Dila emosi.     

"Ada apa dengan dia?"     

"Si brengsek itu memperkosa aku. Walau dia suamiku, tapi tidak berhak memaksa aku seperti ini dan ini sakit," kata Dila menunjuk pusat dirinya.     

"Kenapa bisa dia memperkosa kamu? Bukankah dia gay?" Naura keheranan.     

"Mungkin dia dirasuki jin makanya dia normal dan memperkosa aku. Aku kesal padanya dan aku ingin mematahkan kejantanannya." Dila berusaha berdiri tapi ia mengeluh nyeri karena pusat intinya sakit.     

"Awwwww. Sakit," keluh Dila lagi.     

"Jangan banyak bergerak. Kata Syakir kalau banyak bergerak makanya dia akan robek. Bersabarlah untuk beberapa hari. Keadaan kamu akan pulih."     

"Berapa hari jalanku tertatih-tatih seperti ini?"     

"Tiga sampai lima hari."     

"Aku harus mengambil cuti. Jika aku paksa masuk kantor dan pulang ke rumah akan jadi bahan perbincangan. Mereka pasti tahu jalan aku begini karena baru saja belah duren."     

"Terus apa alasannya kamu tidak pulang?"     

"Aku yakin Bara sudah membuat alasan pada keluarga kenapa aku tidak pulang uni."     

Naura bertepuk tangan karena analisis Dila benar.     

"Kamu luar biasa. Sudah menduga jika Bara sudah beralibi. Dia kirim pesan pada Iqbal dan mengatakan kalian sedang menghabiskan waktu berdua di sebuah resort melakukan honeymoon kedua."     

"Aku sudah tak sabar bertemu si brengsek itu. Akan aku patahkan kejantanannya biar dia tidak bisa memperkosa aku lagi."     

"Kamu tidak takut atau trauma bertemu Bara?" Naura keheranan. Setahunya korban pemerkosaan akan mengalami trauma dan depresi.     

"Tidak sama sekali," jawab Dila tegas.     

"Kenapa tidak? Bukannya korban pemerkosaan akan trauma dan histeris? Kamu kenapa tidak?"     

"Uni mau aku trauma dan menangis meratapi nasib?"     

"Bu-bukan begitu," ujar Naura memberi penjelasan."Cuma kamu aneh saja Dila. Cuma aku senang kamu baik-baik saja soalnya semalam kondisi kamu memprihatinkan. Semalam aku menghajar suamimu sampai babak belur dan aku menendang selangkangannya."     

Dila tergelak tawa memeluk Naura.     

"Benarkah uni?" Naura mengangguk.     

"Terima kasih telah memberikan dia pelajaran. Aku juga akan memberikan dia pelajaran. Berani sekali dia membuat aku kesakitan dan pendarahan seperti semalam."     

"Syukurlah kamu tidak trauma. Aku takut kamunya trauma."     

"Tidak uni. Aku tidak trauma. Aku tahu diri karena dia berhak atas diriku. Tapi aku benci cara dia mengambilnya," kata Dila bangkit dari ranjang namun ia mengeluh kesakitan merasakan nyeri di pusat tubuhnya.     

"Ya Tuhan sakit sekali."     

"Dila jangan bergerak dulu. Kamu kena jahitan karena selaput dara kamu robek seperti orang habis melahirkan."     

"Pantas saja aku pingsan. Brengsek kau Bara," umpat Dila kesal.     

"Jangan marah-marah. Kamu baru saja siuman."     

"Bagaimana aku tidak marah uni. Dia memaksaku, sudah tahu kesakitan dia tetap saja memasuki aku. Mana pendarahan lagi."     

"Sabar," bujuk Naura mengelus punggung Dila.     

"Bagaimana aku bisa sabar jika si brengsek itu sudah mengambil paksa kegadisanku."     

"Sehatkan dulu diri kamu. Besok kita akan pikirkan cara membalas perbuatannya."     

"Uni aku takut," kata Dila merajuk dan takut.     

"Takut kenapa?"Naura memeluk Dila.     

"Aku takut tertular penyakit dari dia. Berikan aku vaksin. Berikan aku vaksin."     

"Tenanglah. Tidak usah takut. Kamu akan aku berikan vaksin. Lagian hasil medical check up dia akan keluar hari ini. Semoga dia baik-baik saja. Aku akan memberikan kamu vaksin upaya pencegahan."     

"Terima kasih uni. Aku padamu."     

"Bisakah kamu ceritakan kejadian semalam?"     

*****     

Flash Back.....     

Dila kelelahan menari. Ia duduk bersantai dekat kolam berenang. Ia meninggalkan Bara yang sedang asik battle dance. Ia tak sanggup mengimbangi tarian karena ia memang tidak suka menari.     

Dila bersantai dekat kolam renang yang kebetulan sepi. Semua tamu berkumpul di lantai dansa. Hanya beberapa orang mondar-mandir di sekitar kolam dan anak-anak yang bermain.     

Malam itu Dila merasa hampa walau berada di keramaian. Ia memikirkan nasib pernikahannya dengan Bara. Permintaan Herman untuk membantu Bara kembali ke kodrat menghantuinya. Jika ia bertahan, membantu Bara maka ia akan terjebak pernikahan semu. Jika terus membahagiakan orang lain ia kapan bahagia? Ia pun harus bahagia. Kebahagiaannya pupus karena tak menikah dengan pria yang ia cintai dan apesnya ia menikah dengan gay.     

Saat Dila melamun, seorang pemuda tampan dan wanita cantik mendekatinya.     

"Hai Dila, apa kabar?" Sapanya ramah.     

Dila menoleh pada laki-laki yang memanggilnya.     

"Kau?" Katanya kaget.     

"Jangan kaget Dila. Ini aku."     

"Bagaimana aku tidak kaget. Kenapa kau ada di pesta sepupuku?" Tanya Dila heran. Ia tahu lelaki di depannya ini pasangan gay Bara.     

"Kamu ingat dengan aku?"     

"Kau teman suamiku bukan?" Tanyanya pura-pura tak tahu Egi kekasih suaminya.     

"Aku Egi," kata pria itu mengenalkan diri.     

"Lalu kenapa kau ada disini?"     

"Aku ingin bicara dengan kamu. Ini tentang suamimu."     

Apa yang ingin dia bicarakan tentang Bara? Aku ikuti saja permainannya. Aku penasaran! Dila berbisik dalam hati.     

"Aku ingin katakan rahasia besar suamimu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.