Jodoh Tak Pernah Salah

Part 137 ~ Tausiah Subuh



Part 137 ~ Tausiah Subuh

3Bunyi alarm membangunkan Bara dari tidurnya. Ia melihat jam baru menunjukkan pukul 4.30 pagi dan belum masuk waktu salat subuh. Bara mengucek mata dan melihat kesamping, ternyata ia masih tidur sendiri tidak ada Dila disebelahnya.     

Wajah Bara tertekuk menyadari Dila belum kembali dan dalam hati ia bertanya-tanya kemanakah istrinya pergi? Kenapa dia pergi tanpa meninggalkan jejak? Bara dan Dian kewalahan melacak keberadaannya.     

Bara menyibakkan selimutnya bangkit dari ranjang, bertelanjang dada dan hanya bercelana Boxer. Ia berjalan menuju jendela dan menyibakkan gorden jendela. Ia melihat pemandangan danau yang ada di depannya. Alam belum terang tidak ada cahaya matahari, kondisi ini hampir sama dengan Bara. Hatinya gelap semenjak kepergian sang istri. Dila baru menghilang selama satu Minggu tapi Bara merasa sudah bertahun-tahun. Saat ini memandang danau merupakan kegiatan rutin yang dilakukan Bara semenjak kepergian Dila.     

Bara kurang bersemangat akhir-akhir ini. Ia tak fokus bekerja karena memikirkan Dila. Semua pekerjaannya telah di handle oleh Dian. Untung saja Bara memiliki sekretaris merangkap asisten yang multi talenta. Dian bisa melakukan semuanya dan ia sangat pintar bernegosiasi dan juga berbisnis. Bara bersyukur memiliki Dian disampingnya.     

Bara mengambil ponsel di atas nakas dan menelpon Dian. Untung saja Dian langsung mengangkatnya pada panggilan pertama.     

"Dian, aku telah bangun, datanglah kemari temani aku jalan-jalan pagi bersama Abi. Kita salat subuh berjamaah dulu di mesjid," kata Bara.     

"Baik bos," balas Dian segera bangkit dari ranjang. Sebenarnya ia masih mengantuk karena menyelesaikan proposal proyek namun Bara memintanya menemani mau bagaimana lagi. Ia terpaksa harus pergi menemani bos yang sedang galau.     

Bara bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri, berhubung cuaca sangat dingin Bara mandi menggunakan air panas. Ia pun keluar dari kamar mandi setelah tubuhnya bersih. Tak lupa Bara memakai baju koko, kopiah dan celana katun. Ia telah bersiap untuk pergi ke masjid. Sementara itu Abi dan Dian sudah datang. Mereka menunggu Bara di teras rumah.     

"Teteh bos banyak berubah ya semenjak ditinggal sama Bu Dila," kata Abi sembari menunggu Bara.     

"Ya begitulah. Ternyata ada hikmahnya Dila meninggalkan bos, jadi bos tuh mulai sadar. Dia sekarang udah sholat dan kemudian dia udah mau belajar agama dan mengaji."     

"Aku aja sampai kaget lho teh. Bos bisa berubah kayak gitu, drastis banget. Nggak kayak bos yang kita kenal selama bertahun-tahun."     

"Jangankan kamu Bi, aku aja yang jadi asistennya bos bertahun-tahun aja kaget, apalagi kamu. Tapi syukurlah bos buat berubah ke arah yang positif."     

" Aku boleh nanya enggak teteh? Teteh jangan marah ya?" kata Abi ragu-ragu.     

"Kamu mau tanya apa?"     

" Itu Bos udah mulai straigh ya? Udah mulai cinta sama Bu Dila? Kayaknya hubungan bos sama Egi udah berantakan alias bubar?"     

"Sepertinya bos akan menjadi pria normal. Bos dan Egi mereka udah end," jawab Dian menguap.     

"Bos berubah gara-gara Bu Dila ya teh?"     

"Iya."     

"Kalo tahu gitu mending bos nikah dari dulu sama Bu Dila."     

"Jodoh mana tahu Abi."     

Obrolan antara Dian dan Abi pun terhenti karena mereka melihat kedatangan Bara.     

Bara sangat tampan dalam balutan baju koko dan kopiah hitam. Dian pun semakin terpesona melihat sang bos tapi ia segera menyadari tidak boleh menyukai sang bos karena telah menikah dan ia mulai mencintai istrinya tanpa disadari.     

Mereka bertiga menuju masjid terdekat. Bara sholat sangat khusuk dan Abi memperhatikannya. Setelah salat subuh selesai, mereka menyempatkan diri mendengarkan tausiah dari ustad. Tausiahnya singkat tapi cukup meresap dalam sanubari Bara.     

Bara masih mengingat isi tausiah ustad tadi.     

'Perkawinan adalah ikatan suci, agung dan kokoh, antara seorang pria dan wanita sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Allah SWT, untuk hidup bersama sebagai suami-isteri. Al-Qur'an menyebutkan dengan kata-kata "Mitsaaqan ghaliza" yakni perjanjian yang suci dan mulia, yang setara dengan perjanjian Allah dengan para Nabi.     

Pemahaman lembaga perkawinan, baik yang disebutkan dalam ajaran agama maupun dalam konteks yuridis ini, menunjukkan bukti betapa dimensi kedalaman dan sucinya ikatan perkawinan.Sabda Rasulullah SAW: yaitu: "Baitii Jannatii", "Rumah tanggaku adalah sorga bagiku."     

Namun pada praktiknya tidak mudah mewujudkan kerukunan, keharmonisan, ketenteraman, kedamaian dalam rumah tangga yang berujung kepada kebahagiaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya muncul konflik dalam rumah tangga yang dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan.     

Perkawinan merupakan lembaga sakral yang harus dijaga dan dihormati. Karena sakral dan sucinya hubungan perkawinan, maka berbagai cara harus ditempuh untuk menyelamatkan sakralitas dan keutuhannya. Atas dasar itulah pada prinsipnya perceraian dilarang dalam Islam, kecuali berbagai upaya untuk menyelamatkannya itu sudah diupayakan, namun tetap tidak berhasil. Hal ini dapat dilihat dari isyarat Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya :     

اَبْغَضُ الْحَلَالِ اِلَى اللهِ الطْلَاقِ (رواه ابو داود, ابن ماجه, الحاكيم)     

Artinya : "Sesuatu perbuatan yang paling dibenci Allah adalah thalak" (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, Al Hakim)     

Berdasarkan isyarat itu, ulama sepakat mengatakan bahwa perceraian merupakan solusi terakhir sebagai pintu darurat yang boleh ditempuh, manakala bahtera rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya, sifatnya sebagai alternatif terakhir. Islam menunjukkan, sebelum ditempuh jalan terakhir tersebut, tempuhlah usaha-usaha perdamaian antara kedua belah pihak, baik melalui "Hakam" (Arbitrator) dari kedua belah pihak maupun melalui tindakan-tindakan tertentu yang bersifat pengajaran.     

Ada dua kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang dapat memicu timbulnya keinginan untuk memutus perkawinan, yaitu:     

1.Terjadinya "Nusyuz dari salah satu pihak.     

Manakala "Nusyuz" (ketercelaan) tersebut datang dan tumbuh dari pihak isteri, maka suami berkewajiban terlebih dahulu untuk memberi pengajaran kepada isterinya. Sedangkan kalau nusyuz itu muncul dari pihak suami, maka Islam memberikan solusi agar isteri melakukan pendekatan damai dengan suaminya. Menurut Ahmad Rafiq, pendekatan damai yang dilakukan isteri tersebut dapat dengan cara isteri merelakan haknya dikurangi oleh suami untuk sementara agar suami bersedia kembali kepada isterinya dengan baik.     

2. Terjadi perselisihan dan cekcok antara suami dan istri. Apabila terjadi percekcokan dan perselisihan rumah tangga, maka Islam memberikan jalan keluar agar masing-masing suami isteri menyediakan juru pendamai (hakam) dari kalangan keluarga untuk menyelesaikan konflik dan persengketaan rumah tangga tersebut.'     

Selesai mendengarkan tausiah ustad mereka undur diri dan bersiap untuk pergi jalan-jalan pagi. Pakaian olahraga telah Bara persiapkan dan ada di dalam mobil. Ia mengganti baju koko dengan baju olahraga di kamar mandi mesjid.     

Tausiah ustad masih terngiang-ngiang di telinga Bara. Ia sadar Dila meninggalkannya karena ia telah 'Nusyuk', melakukan perbuat tercela, apalagi perbuatannya dilaknat oleh Tuhan menjadi seorang gay.     

"Dian," panggil Bara lirih.     

"Iya bos."     

"Aku mengerti kenapa Dila meninggalkanku. Dia tidak mau punya suami tercela dan menyimpang seperti aku. Mulai hari ini aku berjanji akan berubah. Aku akan menjadi suami yang diimpikan Dila. Aku akan menjadi imam yang baik untuk istriku."     

"Aku mendukung bos. Semoga bos segera kembali ke kodrat."     

"Aku akan berubah demi Dila."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.