Jodoh Tak Pernah Salah

Part 141 ~ Perbincangan Zyan dan Dila



Part 141 ~ Perbincangan Zyan dan Dila

2Dian dan temannya meninggalkan club dengan perasaan puas. Dian bernafas lega karena telah memberikan pelajaran pada Egi. Semoga apa yang dia lakukan pada hari ini membuat laki-laki itu kapok dan tidak mendekati Bara lagi. Jujur Dian sangat benci dan muak melihat Egi yang begitu gigih dan pantang menyerah memperjuangkan cintanya pada Bara. Padahal Dian sudah berulang kali menghalangi hubungan mereka, tapi Egi tidak pernah menyerah, dia selalu semangat untuk memperjuangkan cintanya pada Bara. Mungkin inilah jadinya jika LGBT jatuh cinta. Sekali mereka jatuh cinta mereka akan mati-matian memperjuangkan cinta mereka dan cenderung sadis jika dikhianati.     

" Apakah kau tidak terlalu kejam kepadanya Dian?" tanya teman pria Dian.     

"Tidak," jawab Dian tegas.     

"Dia pantas mendapatkan semua itu. Kau tahu Jimmy perbuatan mereka menyimpang."     

" Jika menyimpang kenapa kamu dukung hubungan mereka selama ini?"     

"Aku mendukungnya karena aku mencintainya," jawab Dian dengan jujur.     

"Itu yang salah Dian."     

"Aku akui aku salah Jimmy tapi sekarang Bara sudah berusaha kembali ke kodrat. Apa salahnya aku mendukung dia?"     

"Tidak salah cuma aku melihat kamu terlalu kejam pada Egi. Tidak perlu mematahkan kaki dan tangannya."     

"Itu masih lebih baik daripada aku membunuhnya. Kalau aku lebih kejam bisa saja aku menyandera Egi, lalu menyiksanya dan melemparnya ke kolam ikan piranha sehingga ia mati dan tinggal tulang belulang."     

Jimmy geleng-geleng kepala tak menyangka Dian yang lemah ini telah berubah menjadi wanita sadis. Dia bahkan tidak pernah menggunakan hatinya lagi untuk bertindak.     

Dian sudah berubah, bukan lagi gadis cengeng yang suka menangis. Dian cenderung sadis dan kejam. Ia sudah tidak menggunakan hatinya lagi bahkan tak segan-segan membunuh orang dalam satu kali pukulan telak.     

"Itu belum kejam Jimmy. Asal kau tahu hukuman bagi LGBT dilempar dari ketinggian sampai mati."     

"Kenapa kau tidak lempar Bara dari ketinggian biar dia mati? Bukankah Bara LGBT?" balas Jimmy menohok.     

"Jimmy tutup mulutmu!" balas Dian menggertak.     

"Bara sudah mulai bertobat dan dia sedang belajar straight. Apakah salah jika aku mendukung Bara kembali ke kodrat?"     

"Tidak salah. Cuma menurutku kau terlalu kejam pada Egi."     

"Biarkan saja. Biar dia tahu rasa."     

"Kau mau aku antar kemana?"     

"Antar aku ke bandara, aku akan pergi ke Australia menyusul Bara."     

"Alvin merindukanmu. Sesekali kunjungi dia ke pesantren."     

"Jangan sebut namanya di depanku. Aku tidak akan menemuinya."     

"Sampai kapan melampiaskan kesalahan padanya?"     

"Aku tidak tahu."     

"Kau masih tidak mau terima tawaran untuk jadi anggota BIN? Kau sangat potensial Dian."     

"Sekali tidak ya tidak. Jangan tawari aku lagi jadi anggota BIN."     

"Satu lagi info untukmu. Kasusmu dan Bara sudah resmi ditutup bulan ini. Kemungkinan si brengsek itu akan kembali ke Indonesia."     

Dian mengepalkan tangannya," Aku tidak akan membiarkan dia bisa bernapas dengan lega. Lima belas tahun aku dan Bara menderita. Aku akan membunuh dia dengan tanganku sendiri."     

*****     

Selama berada di Australia Dila menyibukkan diri bekerja di restoran baru Mark. Ia tersanjung karena Mark memberinya kepercayaan sebagai bagian akuntansi.     

Karena Dila pegawai bank makanya Mark mempercayakan keuangan restorannya dikelola oleh Dila.     

Dila pun tersanjung atas penghargaan Mark. Ia dipercaya dan diijinkannya bekerja di restoran Mark.     

Dila sangat menikmati kegiatan barunya bekerja di restoran Mark setidaknya ia bisa melupakan masalah rumah tangganya dengan Bara. Terakhir ia pergi meninggalkan Bara setelah pria itu menidurinya. Masih teringat jelas dalam ingatannya malam itu ia direcoki obat perangsang sehingga lepas kendali dan malam itu mereka berhubungan suami istri.     

Paginya setelah salat subuh Dila pergi dari rumah. Ia sengaja naik travel ke Pekanbaru. Dila tak ingin Bara melacak keberadaannya jika pergi langsung dari Padang menuju ke Jakarta, makanya Dila memutar otak dan memilih rute Pekanbaru Jakarta.     

Dila berharap kepergiannya bisa memberi pelajaran pada Bara. Ia telah menulis surat dan mengutarakan isi hatinya dalam surat yang ditulisnya untuk Bara.     

Dila pun masih terikat janji dengan Herman untuk membantu Bara kembali ke kodrat. Tapi entahlah, apakah ia bisa menunaikan janjinya pada Herman apa tidak. Jujur ia sudah tak sanggup jika hidup bersama Bara. Selama ini dia tak bahagia, sikap Bara yang otoriter, suka memaksakan kehendaknya. Dila tidak siap jika suatu hari orang lain tahu jika suaminya seorang gay.     

Dila tidak dapat menyembunyikan rasa malunya pada orang-orang jika identitas Bara terkuak. Mereka akan mencibir Dila sekali lagi. Menikah di usia matang, dijodohkan, tahu-tahu suaminya gay. Mungkin Dila perempuan paling malang di dunia ini.     

Saat sedang melamun seseorang menegur Dila.     

"Vani. Maaf Dila,"panggil Zyan.     

"Hei Zyan," balas Dila melambaikan tangan.     

"Sudah lama datang?"     

"Baru saja. Kenapa melamun Vani?" tanya Zyan keceplosan memanggil Dila dengan nama Vani.     

"Siapa Vani? Kenapa selalu memanggilku Vani?"     

"Vani adalah mantan kekasihku."     

" Zyan jangan menggombaliku, mengatakan aku mirip dengan mantan kekasihmu. Aku bukan anak kecil yang bisa kau gombali. Usiamu berapa sekarang?"     

"Aku dua puluh tujuh tahun."     

"Aku sudah tiga puluh tahun dan kau seperti adik untukku."     

"Bukankah sudah lumrah brondong berpacaran dengan wanita lebih tua? Bukankah sekarang lagi trend?" Zyan menaikkan sebelah alisnya.     

Dila mengambil buku lalu memukulnya pada Zyan. Pria itu berlari menghindari pukulan Dila.     

"Seenak saja kau katakan aku tua. Wanita tua berhubungan dengan brondong sudah jadi trend. Kau tidak tahu jika aku sudah menikah?"     

"Apa kau sudah menikah?" Kening Zyan berkerut tak percaya pengakuan Dila atau ini hanya akal-akalan Dila agar ia tak menggoda Dila lagi.     

"Iya. Aku sudah menikah. Aku sudah memiliki suami."     

"Lalu kenapa kau datang sendiri ke Australia? Jika punya suami di mana suamimu? Bolehkah aku berkenalan?"     

"Aku berlibur sendirian, suamiku sibuk bekerja. Dia seorang pengusaha dan politisi yang sibuk seperti ayahmu makanya aku hanya datang sendiri."     

"Atau kau melarikan diri dari suamimu karena kalian ada masalah?" goda Zyan membuat Dila bungkam.     

"Jika boleh tahu di mana Vani? Kenapa kalian bisa putus?" Dila mengalihkan pembicaraan.     

Zyan menekuk wajah sedih, air mukanya keruh mengingat Vani.     

"Itulah Dila, aku tidak tahu Vani berada dimana. Begitu putus kami miss komunikasi. Kami putus setelah bertengkar hebat. Aku terlalu cemburu pada Vani sehingga dia minta putus dariku," kata Zyan tiba-tiba curhat.     

"Ya ampun Zyan jadi cowok itu jangan terlalu pencemburu. Kadang kalau kita terlalu cemburu para wanita itu muak dan jengah dan akhirnya dia minta putus."     

"Itulah kesalahan aku Dila. Aku bingung mencari Vani. Tidak ada jejak keberadaan Vani. Apakah kamu saudara kembar Vani? Kalian sangat mirip."     

Dila tak habis pikir dengan kelakuan Zyan yang kekanakan.     

"Jangan konyol Zain, aku tidak punya saudara kembar. Aku hanya dua orang bersaudara, satu lagi kakakku laki-laki. Mungkin ini rayuan gombal terbaru mengatakan wanita seolah-olah memiliki saudara kembar atau mirip dengan mantan. Kau pikir aku akan tertipu."     

" Dila aku tidak gombal. Kau benar-benar mirip dengan Vani atau kau Vani tapi tidak ingat padaku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.