Part 151 ~ Ketika Monyet Jatuh Cinta
Part 151 ~ Ketika Monyet Jatuh Cinta
"Jika sekali lagi aku panggil dia tidak juga buka pintu aku akan mendobrak pintunya," gerutu Bara kesal.
Ketika Bara akan menendang pintu, Dian membukanya hingga Bara hampir terjatuh karena kakinya melayang.
"Kenapa bos?" tanya Dian menguap.
Mengabaikan pertanyaan Dian, Bara masuk ke dalam dan duduk di sofa. Dian mengekori dari belakang. Ia duduk berseberangan dengan Bara.
"Kenapa sich bos? Pagi-pagi buta bangunkan aku. Masih ngantuk ini," gerutu Dian kesal.
"Tidur aja kerjaan kamu. Aku membawa kamu kesini buat kerja bukan tidur," kata Bara memarahi.
"Ya elah bos. Hari masih pagi kenapa marah-marah? Enggak dapat jatah ya semalam?" goda Dian menaik turunkan alisnya.
"Tutup mulutmu Dian!"
"Baiklah."
"Aku belum ijinkan kamu bicara. Diam ya harus diam." Bara berpangku tangan. Memikirkan percakapannya semalam dengan Dila yang belum ada ujungnya. Dila tak menjawab apakah memberi kesempatan apa tidak.
"Aku minta kesempatan pada Dila. Aku minta dia membantu aku kembali ke kodrat dan aku sudah jelaskan pada dia jika aku dan Egi sudah berakhir. Tapi dia biasa saja, tak ada respon. Aku tak mau tahu. Apa pun yang terjadi Dila harus kembali padaku. Aku harus bagaimana Dian meluluhkan hati Dila?"
Dian tutup mulut dan diam seribu bahasa. Ia hanya menjadi pendengar yang baik. Tak kunjung dapat tanggapan dari Dian, Bara naik darah.
"Aku bertanya padamu kenapa diam saja?"
"Bukankah bos meminta aku diam. Makanya aku diam. Lagian bos belum mengijinkan aku bicara."
Bara menggaruk kepalanya gusar,"Jika aku bertanya dan butuh jawaban kamu berarti aku mengijinkan kamu bicara. Kenapa kamu jadi oon gini Dian? Biasanya kamu mengerti tanpa aku harus bicara."
"Bos sekarang beda dan labil."
"Apa kamu bilang? Aku labil?"
"Iya bos labil," balas Dian menohok. "Jatuh cinta membuat bos labil."
"Sejak kapan aku jatuh cinta?" tanya Bara menyangkal ucapan Dian.
"Bos jatuh cinta pada Dila dan aku bisa merasakan itu."
"Siapa bilang?"
"Aku yang bilang bos."
"Kenapa kau jadi menyebalkan seperti ini Dian?"
"Aku tidak menyebalkan. Bos yang menyebalkan."
"Kau berani melawanku atau aku..."
"Atau mau potong bonusku?" gertak Dian.
"Aku akan potong bonusmu karena berani menyatakan aku menyebalkan."
"Ya sudah jika begitu. Potong bonusku dan masalah Dila urus sendiri. Buat apa aku bantu bos jika bonusku tetap di potong. Mending aku istirahat karena kerja lembur bagai kuda. Enggak ada istirahatnya."
"Jangan….Dian. Aku tidak akan memotong bonusmu asal….."
"Asal aku bantu mendekatkan bos dengan Dila bukan?" tebak Dian dihadiahi dua jempol oleh Bara.
"Kamu pintar sekali Dian. Empat jempol buat kamu."
"Bos kasih cuma dua jempol."
"Dua lagi, jempol kakiku." Bara tertawa nyengir melihat kakinya.
"Huftttt," balas Dian membuang napas. "Kenapa bos datang ke kamarku?"
"Ini masalah Dila."
"Ya ada apa dengan Dila?"
"Dia tidak mau memberi aku kesempatan. Dia keukeh bercerai denganku."
"Bos sich masih malu mengakui perasaan bos. Bilang bos cinta sama dia masalah selesai dan dia akan mau kembali pada bos."
"Siapa bilang aku jatuh cinta padanya?" Bara mengelak.
Dian bangkit mengambil minuman dari dalam kulkas. Ia mengambil dua kaleng softdrink dan memberikannya satu untuk Bara.
"Bos aku kenal dengan bos sudah lama bahkan sejak bos remaja. Jangan mendustai hati bos. Sebenarnya bos sudah jatuh cinta sama Dila tapi malu mengakui perasaan bos."
"Jangan ngawur kamu."
"Siapa yang ngawur ini kenyataannya bos. Alah mah jan baduto juo lai bos, bos tu kalau suko kecek an se suko. Indak usah baduto-duto. Suko dan jatuah cinto samo bini sorang indak ado salahnyo. Jikok bos gengsi akui perasaan bos beko Dila diambiak dek bule tu baru tahu raso bos." Dian bicara dalam bahasa Minang.
(Sudahlah bos jangan berbohong lagi. Bos kalau suka katakan saja suka. Enggak usah berbohong. Suka dan jatuh cinta sama istri sendiri enggak salah kok. Jika bos gengsi mengakui perasaan nanti Dila diambil bule itu baru tahu rasa).
"Indak ado den suko samo Dila doh. Jan mangarang juo lai Dian. Den pertahankan Dila jadi bini den demi reputasi dan den indak nio buek musuah tapuk tangan kalau den bacarai." Bara tetap dengan pendiriannya tak mau mengakui perasaannya.
(Tidak ada aku suka pada Dila. Jangan mengarang kamu Dian. Aku mempertahankan Dila jadi istri demi reputasi saja dan aku tidak mau membuat musuh bertepuk tangan jika aku bercerai).
"Masih saja mengingkari jika suka sama Dila," gerutu Dian sebal.
"Ya sudah kalo enggak suka ma Dila enggak usah usaha bawa dia pulang. Kalo alasannya cuma demi reputasi dan enggak mau Wira, Clara dan Egi bertepuk tangan. Ngapain ngotot minta Dila kasih kesempatan. Tinggal bilang aja ma Dila. Kita tinggal terpisah tapi status kita tetap suami istri, jika ada tugas kedewanan yang butuh peran istri kamu harus ikut berpartisipasi."
"Mana bisa kayak gitu Dian. Namanya suami istri yang tinggal serumah. Apa kata orang jika kami tinggal terpisah?"
"Bos kalo anak remaja jatuh cinta dinamakan cinta monyet, nah kalo bos bisa aku bilang Monyet sedang jatuh cinta. Cinta tapi tak mau mengakui," ledek Dian tertawa terpingkal-pingkal.
"Dian kau," gerutu Bara kesal menahan kesal dan amarah.
"Sudahlah jangan marah-marah. Bukankah pagi ini kita ada janji sarapan dengan Tuan Smith? Membahas kerja sama dan Tuan Smith mau kasih voucher menginap di resort dia?"
Amarah Bara mereda dan tak jadi marah. Ia pergi dari kamar Dian dan bersiap-siap menemui Tuan Smith. Satu jam kemudian Dian dan Bara sudah sampai di restoran tempat janjian dengan Tuan Smith. Baru saja menginjakkan kaki di restoran darah Bara mendidih melihat Dila sedang mengobrol dengan Zyan. Bahkan lelaki bule itu menyanyikan sebuah lagu untuk istrinya.
Bara gerah dan ingin menghajar Zyan karena berani mendekati istrinya. Dian mencegah Bara agar tak membuat keributan. Hari masih pagi dan awal yang buruk jika bertengkar dengan seseorang.
"Tahan emosi bos. Bos harus bisa mengendalikan emosi. Jangan kemukan emosi di depan. Bisa jadi mereka hanya teman biasa. Ini Perth bos menjunjung kebebasan antara pria dan wanita,bukan Padang yang memiliki batasan antara perempuan dan laki-laki.
"Tapi seharusnya Dila sadar posisinya. Dia istriku."
"Iya sabar," kata Dian mengingatkan."Mari kita temui Tuan Smith. Yang mau bos hajar anak Tuan Smith, bisa hancur kerja sama kita jika bos menghajar putranya. Nanti akan aku atur caranya agar kalian bisa bersama kembali. Jika bos bisa menahan emosi aku janji akan membuat Dila liburan di resort Tuan Smith dengan bos."
Bara luluh mendengar ucapan Dian. Ia mengekori Dian berjalan menuju tempat VIP, tempat ia janjian dengan Tuan Smith.