Jodoh Tak Pernah Salah

Part 161 ~ Honeymoon Kedua ( 10 )



Part 161 ~ Honeymoon Kedua ( 10 )

2 Ciuman mendadak Bara membuat Dila kaget dan shock. Matanya terbuka lebar saat Bara mencoba melesakkan lidahnya dalam mulut Dila seperti yang pernah Bara lakukan sebelumnya. Jantung Dila berpacu lebih cepat. Kecemasan luar biasa tengah menyergap perasaan Dila. Membuat keringat dingin ke luar dari pori-pori kulitnya. Ia takut orang menggerebek mereka dan mengarak keliling kampung. Dila lupa jika ia berada di pulau Rottnest yang menjunjung kebebasan bukan Padang yang masih kuat dalam menjalankan adat dan istiadat.     

"Bara lepaskan," ucap Dila dengan suara tercekat karena mulutnya di bungkam mulut Bara. Ia memukul dada Bara agar melepaskan ciumannya.     

Pukulan Dila terlalu kuat sehingga Bara melepaskan ciumannya.     

"Kau tidak tahu malu," kata Dila memarahi Dila.     

"Tidak tahu malu bagaimana?"     

"Kamu menciumku di tempat umum. Tidak malu dilihat orang?"     

Bara tertawa terbahak-bahak. Ia gemas sehingga mencubit kedua pipi sang istri.     

"Kenapa kamu mencubitku?" Dila protes tak terima dicubit.     

"Ini Rottnest Dila bukan Padang. Mau ciuman atau berbuat mesum lainnya bebas. Anggap saja ini pemanasan sebelum nanti malam kita bercinta," kelakar Bara. Matanya tak lepas memandang paus menari-nari di atas lautan seakan menggodanya.     

"Aldebaran kau mesum," teriak Dila lantang.     

"Terserah kau bilang mau mesum atau apa. Aku tidak peduli," kata Bara melirik jam tangan.     

"Sudah waktunya makan siang. Mari kita makan!" Bara menarik tangan Dila dan membawanya makan ke restoran terdekat.     

"Aku juga sudah lapar. Tadi aku hanya sempat makan sedikit."     

"Nanti puas-puaskan makan," kata Bara membelai kepala Dila.     

"Kenapa kamu suka sekali membelai rambutku?"     

"Suka saja. Rambut kamu bagus dan hitam. Lebih bagus lagi jika memakai hijab."     

"Kamu memintaku memakai hijab?"     

"Tidak. Aku hanya bilang jika memakai hijab lebih bagus."     

"Kamu doakan saja aku bisa segera menggunakan hijab. Semoga kita berdua sama-sama dapat hidayah dan bisa lebih baik lagi."     

"Aminnnn."     

Mereka berdua bersepeda menuju restoran terdekat. Berwisata di pulau Rottnest sangat bagus bersepeda. Kita bisa menjelajahi pulau dengan bebas. Di pulau ini binatang liar berkeliaran dengan bebas seolah mereka sudah menyatu dengan manusia.     

Ada banyak hewan liar lain yang hidup di sana. Sebut saja burung camar, burung gagak, bahkan ada burung merak. Entah bagaimana burung merak ini sampai di Rottnest Island yang posisinya berada di barat Australia. Burung itu menjadi satu-satunya burung merak yang hidup di Rottnest Island dan tetap dibiarkan liar sampai sekarang. Sungguh menjadi pengalaman yang berkesan. Tanaman hijau yang asri serta langit yang biru bersih menemani sepanjang perjalanan. Kontur jalan juga naik turun.     

Bara mengajak Dila berlomba. Siapa yang duluan sampai di restoran. Yang kalah akan bayar makan siang kali ini. Tak mau kalah, Dila memacu sepedanya dengan cepat. Bara mengalah dan membiarkan Dila memenangkan lomba kali ini. Senyum terkembang di bibir Dila ketika ia sampai duluan di restoran. Bara ikutan senang melihat kebahagiaan istrinya.     

"Kamu mau pesan apa?" Tanya Bara ketika mereka sudah sampai di restoran.     

"Samakan saja dengan yang kamu pesan asal halal."     

"Baiklah," kata Bara melihat menu makanan.     

Lima belas menit kemudian makanan sudah terhidang di atas meja. Ada berbagai jenis makanan yang terhidang. Steak daging, kornet, jus stoberi, burger. Mereka berdua makan dengan lahap dan menghabiskan semua makanan di atas meja tanpa sisa.     

"Kita mau kemana lagi?" tanya Bara mengambil segelas air putih dan meminumnya.     

"Aku bingung tidak tahu tempat wisata disini. Aku baru pertama kali kesini," jawab Dila kebingungan.     

"Mau skydiving? Sangat seru menikmati Rottnest di atas ketinggian."     

"Tidak….tidak," tolak Dila mentah-mentah. Ia takut ketinggian.     

"Kamu takut ketinggian?"     

"Sudah tahu aku takut masih saja mengajak aku skydiving."     

"Kamu harus melawan ketakutan kamu. Ada aku, jangan takut. Seperti naik roller coaster malam itu. Kamu menikmatinya bukan."     

"Benar sich…tapi….."     

"Jangan pakai tapi. Mari kita skydiving. Harusnya kamu berkata seperti itu," kata Bara menggoda sang istri.     

"Aku harus menyenangkan kamu dulu sebelum kamu menyenangkan aku nanti malam," kata Bara mengerlingkan mata nakal.     

Dila mau muntah dan eneg mendengar ucapan vulgar yang terlontar dari mulut sang suami. Dila harus membiasakan telinganya mendengar kata-kata mesum sang suami.     

"Kita lihat saja nanti Aldebaran. Apa milikmu bisa ereksi secara alami," kata Dila menantang.     

"Aku suka gaya kamu yang berani seperti ini," puji Bara sekaligus mengejek. Dila saja gugup dan ketakutan tapi sok berani.     

"Mari kita lihat dan saksikan. Mari kita skydiving," ajak Dila.     

"Dengan senang hati."     

*****     

Dian merasa diikuti oleh seseorang ketika ia sedang shopping di mall. Dian waspada tingkat tinggi. Untung saja Jimmy sudah memberi peringatan padanya jika ada musuh yang mengejarnya dari dua arah. Dian mengatur strategi untuk menangkap dua penguntitnya. Ia harus tahu kiriman siapakah penguntit yang mengikutinya. Kiriman Clara atau si bajingan telah merusak hidupnya.     

Dian memasang strategi. Berjalan perlahan-lahan membaca situasi sekitarnya. Ia harus mencari tempat sepi untuk menciduk kedua lelaki yang mengikutinya. Dian berkelok ke pemukiman penduduk. Kebetulan jalanan di sekitarnya sangat sepi.     

Saat Dian berkelok ke gang sebelah kanan, kedua penguntit kehilangan jejak Dian.     

"Kemana dia pergi?" kata si botak pada pria berambut cepak. Mereka bicara menggunakan bahasa Indonesia.     

Dian yang sedang sembunyi di atas atap rumah warga mendengar percakapan mereka. Ia penasaran siapa yang mengirim mereka. Mereka jauh-jauh datang dari Indonesia hanya untuk memburunya.     

"Dia benar-benar licin. Padahal kita sedikit lagi mendapatkan dia. Gue yakin dia sedang sembunyi dekat sini," kata si pria berambut cepak.     

"Gue berpikiran sama. Kita berpencar. Lo kesana dan gue kesini," balas si botak. Mereka berdua berpencar mencari keberadaan Dian.     

Dian mengambil kesempatan untuk menghajar kedua pria itu. Ia lompat dari atap dan memukul si botak. Pukulan Dian dari atas mengenai kepala si botak dan darah segar keluar dari kepala si botak. Dian memecahkan tempurung kepala si botak. Dalam satu pukulan si botak KO.     

"Brengsek kau," kata si botak sebelum pingsan.     

Dian membereskan si botak dan menaruhnnya di bagasi mobil. Setelah itu Dian memburu si pria berambut cepak. Mereka bak main petak umpat di antara gang. Saat si cepak fokus melihat ke depan. Dian menyergapnya dari belakang. Dian mencekiknya dan dalam satu gerakan cepat ia menotok tubuh si cepak sehingga pria itu tak bisa bergerak. Tak hanya itu Dian juga menotoknya hingga tak bisa mengeluarkan suara.     

"Kalian harus ikut denganku dan jelaskan semuanya," kata Dian dingin bak malaikat pencabut nyawa bagi si cepak.     

Mata si pria berambut cepak membulat tak menyangka wanita di depannya sangat mengerikan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.