Part 164 ~ Malam Pertama Uhug….. ( 1 )
Part 164 ~ Malam Pertama Uhug….. ( 1 )
"Berarti Dian menyuruh kita di dalam kamar saja. Menghabiskan waktu di ranjang," balas Bara mengerlingkan mata nakal menggoda Dila.
Dila melemparkan sebuah lingerie pada Bara dan tepat mengenai wajahnya. Bara merentangakan lingerie yang dilempar Dila.
"Seperti lingeri milik Ana Steel dalam film Fifty Shades Of Grey," kata Bara tersenyum nakal.
"Ya ampun Bara. Pantas saja kamu mesum tontonan kamu film itu. Kamu sudah terlalu sering menodai telingaku dengan kata-kata mesum kamu." Kepala Dila mau pecah mendengar ocehan Bara.
"Jangan bilang ternodai sayang. Terbiasalah. Kamu enggak bisa keluar karena pakaian kamu kurang bahan. Terus kita melakukan apa sayang?" Lirik Bara nakal menatap ranjang.
Kekesalan Dila kumat. Ia mengambil bantal dan memukulnya pada Bara. Tak mau kalah Bara juga mengambil bantal dan memukulkannya pada Dila. Bara hanya memukul pelan tak kasare seperti Dila. Terjadilah perang bantal di antara keduanya hingga kapuk bantal bertebaran di kamar bak sebuah awan. Mereka saling tertawa dan melepaskan kelelahan di ranjang.
"Kita seperti anak-anak Dila," ucap Bara dengan suara ngos-ngosan.
"Kamu yang mulai duluan Bara."
"Tapi seru bukan?"
"Sedikit," balas Dila malu-malu. Ia pun bangkit dari ranjang.
"Kamu mau kemana?"
"Aku mau mencuci bajuku dulu dan menjemurnya. Jika tidak bagaimana aku bisa keluar. Aku harus membeli beberapa potong pakaian. Tidak mungkin aku memakai lingerie."
"Pakai saja, tapi di depanku saja."
"Maunya kamu."
"Kamu hanya boleh berpakaian atau tidak berpakaian hanya di depan suamimu. Suami anda saya nyonya," ledek Bara tersenyum manis.
"Suka-suka kamu jika bicara." Dila pergi ke kamar mandi mencuci pakaian dan mandi.
Sementara itu Bara sibuk membersihkan kapuk yang bertebaran di atas ranjang. Pihak resort bisa ngamuk jika melihat kamar mereka yang berantakan seperti ini.
Tiga puluh menit di kamar mandi Dila keluar dari kamar mandi menggunakan kimono. Setidaknya kimono bisa dipakai menjelang pakaiannya kering. Ia tak perlu memakai lingerie di depan Bara.
Dila menjemur pakaiannya di kursi dekat kolam renang yang ada di kamarnya. Menjelang pakaiannya kering Dila duduk di tepian kolam seraya memainkan ponselnya. Sudah lama ia tak berkomunikasi dengan Naura. Ia ingin tahu keadaan keluarganya di Padang. Dila menelpon Naura.
Naura langsung mengangkat dalam dering pertama.
"Dila apa kabar?" tanya Naura antusias. Ia sudah kangen dengan adik ipar serasa adik kandung.
"Aku baik uni. Uni gimana? Aku ganggu nggak?"
"Aku baik. Kebetulan pasienku sudah habis. Tumben nelpon. Ada apa?"
"Bagaimana keadaan rumah?"
"Suasana memanas Dila."
"Memanas bagaimana?" Dila berdecit kaget.
"Uda Iqbal tak menceraikan Ria. Ayah marah besar karena Iqbal tak mendengarkan ucapannya. Ria tinggal di paviliun belakang rumah. Dia tetap berstatus istri Iqbal Cuma hubungan mereka seperti orang asing."
"Maksudnya?"
"Iqbal memberi dua pilihan pada Ria. Pilihan pertama bercerai, pergi dari rumah dan anak-anak di bawah pengasuhan Iqbal. Pilihan kedua mereka tidak bercerai, tapi Ria tidak tinggal di rumah utama, tinggal di paviliun dan hubungan mereka tak bisa seperti dulu. Iqbal tak menganggap Ria istrinya lagi, hanya sebagai ibu dari anak-anaknya."
"Itu tidak adil untuk Ria. Tidak seharusnya uda menghukum dia seperti itu. Ria salah cuma jika uda bersikap seperti itu bukankah sudah jatuh talaq jika mereka tidak berhubungan selama tiga bulan?"
"Uni sudah mengatakan pada Iqbal, tapi kamu tahu sendiri bagaimana kerasnya sikap Iqbal Dila."
"Aku paham uni."
"Dila kamu sudah sebulan lebih pergi ke Perth. Kapan kamu pulang?"
"Belum tahu uni."
"Bunda sudah menanyakan kamu. Kenapa tak berkunjung? Bunda malah berprasangka jika Bara melarang kamu datang ke rumah. Telpon bunda memberi kabar. Sejak kamu pergi dari rumah bunda sering melamun."
Dila menggigit bibir merasa bersalah telah membuat bundanya bersedih. Ia tak mau membagi kesedihannya dengan bunda, tak mau menambah beban di hati sang bunda.
"Iya uni. Katakan sama bunda aku minta maaf belum datang ke rumah."
"Setidaknya datanglah ke rumah dan cerita pada bunda. Biar bunda merasa tenang dan bahagia. Oh ya, Dian tak lagi datang kemari menanyakan keberadaan kamu."
"Mana mungkin dia datang ke tempat uni kami sudah bertemu." Gerutu Dila sebal melihat Bara membersihkan ranjang dari kapuk yang berserakan.
"Bara menemukan kamu di Perth?" Naura tak dapat menyembunyikan kekagetannya.
"Iya. Malah aku sekarang disandera Bara di pulau Rottnest."
"Apa menyandera kamu?" Naura mendadak pucat."Apa uni harus lapor polisi atau bagaimana?"
"Jangan paranoid uni. Bara membawa aku liburan kesini."
"Bagaimana ceritanya kalian bisa ketemu. Ternyata dia berusaha keras menemukan kamu. Melihat sikapnya belakangan ini uni bisa melihat jika dia benar-benar ingin bertaubat. Dia butuh bimbingan kamu untuk kembali ke kodrat. Orang seperti Bara sangat gampang tergoda dan masih terombang-ambing."
"Aku sudah memutuskan membantu dia kembali ke kodrat."
"Apa? Kamus serius?" Naura tak menyangka Dila membuat keputusan seperti ini.
"Kenapa uni kaget seperti itu?"
"Enggak nyangka aja jika kamu akan ambil keputusan membantu Bara secara kamu cinta mati sama Fatih."
"Aku sudah bertemu dengan Fatih secara tak sengaja di Jakarta?"
"Jadi dia sudah kembali?" Mata Naura membulat tak percaya.
"Iya. Dia sudah kembali ke Indonesia. Dia masih di Jakarta memberi kuliah umum di berbagai Universitas dan memberi kajian. Melihat dia sekarang aku minder untuk bersamanya dan merasa tak pantas untuk dia."
"Kenapa kamu bisa bicara seperti itu?"
"Aku mengerti dan paham satu hal. Sebelum kita lahir di dunia ini jodoh dan kematian sudah ditulis di Lauhul Mahfudz. Nama Fatih tidak dituliskan sebagai jodohku. Aldebaran jodoh yang diberikan Tuhan untukku. Kami memang tak ditakdirkan bersama uni."
"Kamu menyerah dan memulai dari awal dengan Bara?"
"Entahlah uni. Aku hanya ingin menepati janji pada papa mertuaku untuk membantu anaknya kembali ke kodrat setelah Bara normal mungkin aku akan pergi."
"Ini tidak adil buat kamu Dila. Kamu layak untuk bahagia. Jika kamu yakin Bara akan bertaubat dan kembali ke kodrat. Apa salahnya kamu terima dia sebagai suami kamu dan belajar mencintai dia?"
"Tidak semudah itu uni. Aku belum bisa move on dari Fatih. Aku tahu telah berdosa mencintai laki-laki yang bukan suamiku, tapi hatiku tak bisa berpaling dari dia. Cintanya telah mendarah daging dalam tubuhku. Dalam helaan napas dan darahku hanya Fatih."
"Uni tahu ini tak mudah untuk kamu Dila. Setidaknya lupakanlah Fatih. Hargailah sebuah pernikahan. Perniakah bukan untuk mainan. Pernikahan itu suci dan kalian berjanji di hadapan Tuhan."
Dila menghapus air matanya tak mau jika Bara melihatnya.
"Aku akan belajar uni move on dari Fatih."