Jodoh Tak Pernah Salah

Part 171 ~ Penculikan Dila



Part 171 ~ Penculikan Dila

1"Jika terjadi sesuatu pada adikku, aku tidak mengampuni kalian."     

"Adikmu terlalu bodoh sehingga dia tak bisa mengalahkan suami dia," balas si pilot menatap Dila yang telah duduk di kursi malas.     

"Jack. Beraninya kau," balas Ana menampar si pilot.     

"Tidak perlu saling menyalahkan dan memaki. Bawa wanita itu ke kamar. Kabarkan pada Tuan jika misi kita berhasil," lanjut Jack memegang pipinya, bekas tamparan Ana.     

"Bawa dia ke kamar!" Titah Ana melirik empat orang pelayan. Mereka segera membopong Dila dan membawanya ke kamar.     

Langit yang cerah di pagi yang indah. Matahari telah terik menampakan cakrawalanya. Dila bangun dari tidurnya. Ia kaget mendapati dirinya berada di sebuah ranjang besar. Dila bangkit memandang sekitarnya. Ia kaget melihat pemandangan di depannya. Tempat ini di kelilingi lautan. Dila berada ditempat terpencil di sebuah pulau. Dila memendarkan pandangan sekeliling kamar, di samping ranjang ada sofa besar yang sangat nyaman. Ada kursi malas dan sebuah gitar terletak di atasnya.     

Dila berjalan ke arah jendela. Ia bisa melihat pemandangan kota dari kaca. Hamparan laut dan pulau berjejeran di depannya. Dila kebingungan berada di pulau apa ia sekarang? Dari kamarnya Dila dapat melihat pemandangan kota Perth. Lampu jalan berkelap kelip.     

"Aku ada dimana? Kenapa aku bisa berada disini?" Dila memegang kepalanya yang sedikit pusing. Ia berusaha mengingat. Mata Dila membelalak, ia ingat. Terakhir ia makan siang di atas kapal bersama Bara. Kala itu ia kebelet pipis dan pergi ke kamar mandi. Saat kembali seseorang membekap mulutnya hingga ia pingsan.     

"Aku telah diculik," kata Dila dengan tangan dan tubuh gemetar. "Kenapa mereka menculik aku? Ya Allah tolong bantu hamba. Selamatkan aku dari orang-orang jahat."     

Dila berusaha mencari jalan keluar. Tempat itu terlalu luas. Mansion ini hanya satu-satunya di pulau ini. Pulau ini langsung berbatasan dengan laut lepas. Dila bingung harus berbuat apa. Apa yang akan terjadi padanya? Apa motif penculikannya? Siapakah yang melakukannya? Sejuta tanya berkelebat dalam pikirannya.     

Dila mencari sesuatu yang bisa membantunya mencongkel jendela. Ia berniat kabur dari jendela dan akan berenang melintasi lautan agar sampai di kota Perth. Saat sibuk mengacak-acak kamar dan membuatnya berantakan seseorang masuk kamar tanpa ia sadari.     

"Apa yang anda lakukan nona?" Tanya Ana melirik tajam. Ia menggunakan bahasa Inggris.     

Dila berdecit kaget melihat kedatangan seorang wanita yang seumuran dengannya. Memakai celana kulot, kemeja putih, rambut pirang terikat.     

"Kau siapa?" Tanya Dila kaget. Melihat tatapan wanita di depannya yang tak bersahabat Dila menjadi waspada.     

"Aku Ana. Kepala pelayan di mansion ini."     

"Kenapa aku bisa disini? Kenapa kau menculikku?"     

Ana membuang muka dan tertawa terbahak-bahak. Dila menatap ngeri pada wanita di depannya. Ekspresi Ana bak seorang psikopat yang ia tonton di film-film. Bulu kuduknya merinding. Dila mundur secara teratur menjauhi Ana.     

"Kenapa anda menjauh dariku nona? Apa aku terlihat menakutkan?" Senyum terkembang dari kedua sudut bibir Ana.     

Ana senang jika Dila takut padanya. Setidaknya Dila akan berpikir dua kali untuk kabur dari sini.     

"Kau terlihat mengerikan."     

"Kau orang yang keseribu mengatakan aku mengerikan." Ana tersenyum evil.     

"Lepaskan aku dari sini!"     

"Sayangnya aku tidak bisa memenuhi permintaan anda." Ana mendekati Dila dan berbisik di telinganya. Ana memegang pipi Dila dengan kuat.     

"Pantas saja Tuan ingin menginginkan kamu. Kecantikan kamu telah membuatnya buta dan hilang akal."     

"Siapa tuan kamu? Aku tidak kenal kalian. Aku datang ke negara ini untuk liburan."     

"Justru karena kau datang ke negara ini. Tuan kami memiliki semangat hidup lagi."     

"Persetan dengan tuanmu. Aku sudah menikah dan suamiku akan mencariku."     

Ana mendecih seakan meremehkan Dila, "Suamimu tidak akan bisa menemukan kamu karena tuan kami memiliki kekuasaan di negara ini."     

"Siapa namamu?"     

"Panggil aku Ana."     

"Ana kita sesama wanita. Seharusnya kau tidak melakukan ini padaku. Aku sudah menikah dan punya suami. Kalian telah menculik aku dari suamiku."     

"Tuan tidak akan peduli asal kau ada disampingnya."     

"Siapa tuanmu?" Pekik Dila dengan suara tegas. Ia tak dapat menahan amarah. Mengambil sisir ia melempar Ana. Untung saja wanita itu bergerak cepat. Ana menghindar sebelum sisir mengenai kepalanya.     

"Ternyata kau barbar juga," sarkas Ana menahan tawa.     

"Cepat lepaskan aku!"     

"Kau akan lepas jika tuan melepaskan kamu."     

"Siapa tuanmu?"     

"Sebentar lagi kau akan tahu siapa Tuan."     

"Cepat beritahu aku. Jangan buat aku penasaran!" Gerutu Dila menahan kesal.     

"Sabarlah nona," ujar Ana menepuk-nepuk pundak Dila. "Tahan sikapmu jika tidak...���     

"Jika tidak apa?" Tantang Dila menatap netra Ana.     

Ana mengambil gelas dan menuangkan air mineral. Ia menyodorkan minuman pada Dila.     

"Sepertinya anda butuh minum nona. Suara anda serak karena marah-marah."     

Dila menepis gelas dari Ana sehingga gelas itu pecah dan berderai di lantai.     

"Anda galak sekali nona," sarkas Ana mentertawai Dila.     

"Bagaimana aku tidak galak. Kalian telah menculikku dan mengurung aku di tempat terpencil seperti ini."     

"Tenanglah nona. Ini tak seperti yang anda pikir. Anda diculik tapi kami tidak menyiksamu. Anda akan mendapatkan fasilitas mewah dan kekayaan jika menurut."     

"Aku tidak butuh fasilitas mewah dan kekayaan. Aku sendiri sudah kaya," balas Dila ketus.     

Ana tertawa terbahak-bahak namun, tawa Ana membuat Dila ketakutan dan merinding. Ia sadar jika wanita di depannya psikopat dan sanggup berbuat nekat.     

"Kekayaan kamu belum seberapa dengan kekayaan tuan kami," balas Ana menarik rambut belakang Dila.     

"Awwww….," rintih Dila menahan sakit. Jambakan Ana sangat kuat dan tenaganya sama dengan laki-laki.     

"Jangan macam-macam nona. Menurutlah!"     

"Aku tidak mau."     

"Jika anda tidak mau maka tuan tidak segan berbuat kasar pada anda atau bahkan memperkosa anda di kamar ini."     

Dila frustasi mendengar ancaman Ana. Tak boleh lelaki lain menyentuhnya seujung jari pun. Ia wanita yang sudah menikah. Yang boleh menyentuhnya hanya suaminya. Dila akan nekat bunuh diri jika tuannya Ana berani menyentuhnya.     

Dila menggigil dan gemetar. Ia terduduk di lantai. Ana mendekatinya dan merunduk.     

"Anda sepertinya ketakutan nona?" tanya Ana disertai gelak tawa. "Anda wanita lemah rupanya."     

"Aku tidak lemah seperti yang kau kira," balas Dila seraya menangis.     

"Lantas?"     

"Aku wanita timur yang menjunjung tinggi harga diri martabat. Aku wanita yang sudah bersuami. Mempertahankan kesucianku. Kesucianku hanya untuk suamiku. Kau dengan mudahnya mengatakan jika tuanmu akan memperkosaku jika aku tidak menurut.��     

"Masa kau takut diperkosa?" Ledek Ana.     

"Jangan samakan budaya aku dan budaya kalian. Budaya kami menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita apalagi jika seorang istri. Kata-katamu telah melecehkan harga diriku sebagai istri."     

Ana berputar-putar mengeliling Dila seraya bertepuk tangan.     

"Jika dilihat anda sangat setia dengan suami anda."     

Dila yang sedari tadi tertekan dengan kata-kata Ana memberanikan diri melawan. Matanya menjuling ke arah Ana dan tersenyum sinis.     

"Anda sudah berani melawanku nona?" Ana menatap kesal pada Dila.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.