Part 188 ~ Cerita Dian
Part 188 ~ Cerita Dian
Dila memejamkan matanya seraya meremas rambut belakang Bara. Timbul gelanyar-gelanyar aneh di tubuhnya ketika Bara menyesap rongga mulut dan menautkan lidah mereka. Bertukaran saliva yang mampu meredam dahaga cinta.
Bara tak tahan lagi sedikit demi sedikit ia menidurkan Dila di ranjang. Beberapa hari tak bertemu dengan Dila membuatnya rindu, rindu mengecup dan menghirup aroma tubuh Dila yang sudah bak morfin baginya.
Dila melenguh menikmati cumbuan demi cumbuan yang Bara berikan padanya. Hasrat yang menggelora membuat mereka lupa jika sedang berada di rumah sakit. Bara tak rela melepaskan ciuman mereka, terus menekan tubuh Dila hingga terbaring di ranjang. Bara semakin giat bekerja karena hasrat yang menggebu terus memaksanya mencumbu sang istri lebih dalam. Lidah Bara terus mendikte lidah Dila untuk membalas ciumannya.
Mata Dila bergerak sayu, ia merasakan lidah Bara kembali menerobos rongga mulutnya. Memaksanya untuk meladeni french kiss yang sedang dilancarkan Bara. Ciuman mereka semakin intim hingga Dila tak sadar tangan Bara telah bergerak ke dadanya, merabanya lebih dalam. Bara merasakan benda kenyal nan empuk dari telapak tangannya. Benda itu sudah menjadi tempat favorit untuknya.
"Bara," lenguh Dila membuat hasrat Bara semakin terbakar.
Tangan Bara bergerilya menjelajahi tubuh Dila bahkan berusaha masuk dalam pakaian Dila. Terang saja Dila menahan tangan Bara karena ia sadar sedang berada di rumah sakit. Dila memberontak menolak sentuhan sang suami. Sayangnya Bara tak menyadarinya karena nafsunya telah mencapai ubun-ubun. Bara menghimpit tubuh Dila agar mereka semakin intim. Dila pun mengelak. Bukannya tak mau melayani Bara namun tempatnya tidak tepat. Gemas karena Bara tak menggubris penolakannya, Dila menggigit bibir Bara hingga berdarah dan mendorongnya hingga jatuh ke bawah ranjang.
Bara mengelus pantatnya yang sakit. Pinggangnya serasa mau patah karena berciuman dengan lantai.
"Dila kenapa mendorongnku?" Hasrat Bara yang tengah melambung tinggi langsung hilang.
"Kamu tidak mengindahkan penolakanku."
"Apa salahnya jika kita…."
"Ingat ini dimana? Ini rumah sakit Bapak ketua DPRD," sarkas Dila mencibir sang suami.
"Bapak ketua mau kita dipergoki ena-ena di rumah sakit?" Dila melotot tajam pada Bara.
Bara tersenyum kecut, senyum tersungging dari sudut bibirnya. Bara menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bara jadi malu sendiri dengan aksi mesumnya. Kalo rindu emang bikin orang jadi lupa diri. Mau mengajak Dila bercinta tapi tidak tahu tempat dan kondisi.
"Maafkan aku Dila," kata Bara menahan malu.
"Tiada maaf bagimu kecuali..."
"Kecuali apa?
"Ceritakan tentang Dian padaku."
Dila dan Bara duduk di sofa seraya meneguk minuman yang ada di atas meja. Dila mengemil buah apel yang telah di kupaskan Bara tadi
"Apa yang ingin kamu ketahui tentang Dian?"
"Semuanya?"
"Semuanya yang bagaimana
"Bagaimana Dian bisa melakukan lemparan tadi hingga tepat sasaran? Dia terlihat sangat menakutkan. Hanya orang terlatihlah yang bisa melakukannya."
Bara mengambil napas dan mengisi paru-parunya dengan oksigen. Cerita tentang Dian sangat panjang mungkin akan mengalahkan episode panjang tukang bakwan naik haji. Bara mengambil segelas air lalu meminumnya kemudian bercerita.
"Dian bisa seperti itu karena mendapatkan pelatihan militer. Dian sudah sabuk hitam dalam karate. Dia bisa jadi pelatih. Tak hanya bisa karate, dia juga bisa kempo dan silek harimau."
"Wowwwwww…..hebat sekali," kata Dila kagum. "Jarang seorang wanita mampu menguasai silek harimau asli Minangkabau. Tekniknya sangat susah. Lalu kenapa dia harus menguasai bela diri?"
"Mungkin sudah saatnya kamu tahu Dila. Aku dan Dian jadi korban pemerkosaan pada tahun 2005. Mungkin kamu sudah tahu cerita kami lima belas tahun yang lalu."
"Aku sudah dengar namun aku mau dengar langsung dari kamu."
"Efek pemerkosaan itu aku dan Dian mengalami gangguan mental hingga kami di rawat di rumah sakit jiwa untuk memulihkan rasa trauma kami. Dian dan aku seperti orang gila saat itu. Kami sering menjerit setiap malam ketika teringat peristiwa itu. Peristiwa itu benar-benar meninggalkan trauma yang mendalam bagi kami berdua. Aku lebih cepat sembuh daripada Dian. Aku merasa bersalah padanya. Seandainya Dian tak berteriak minta bantuan saat mereka menculikku mungkin mereka tak membawa Dian. Aku selalu mendukung Dian apa pun yang terjadi. Aku semangati dia agar traumanya cepat hilang. Aku anggap dia seperti adikku yang sangat berharga. Ketika Dian mulai sembuh dan bersikap normal dia minta padaku untuk disediakan guru bela diri. Alasannya kala itu agar bisa melindungi dirinya ketika ada orang yang berbuat jahat padanya. Aku menyanggupi bahkan papa mencarikan guru kami pensiunan BIN. Guru kami tak hanya mengajarkan kami bela diri tapi juga mengajarkannya bagaimana menjadi seorang mata-mata. Pelatihan yang kami terima dari layaknya pelatihan anggota BIN, Dian menguasai ilmu negosiasi dan otaknya sangat pintar dan cepat mempelajari sesuatu. Kebencian pada si brengsek yang telah memperkosa kami membuat dia bertekad untuk menjadi wanita kuat yang tak terkalahkan. Asal kamu tahu saja pimpinan BIN mengejarnya untuk di rekrut menjadi agen."
"Aku salut melihat Dian. Setelah peristiwa pahit yang dia alami akhirnya Dian bisa bangkit. Dia bukan gadis lemah seperti dulu menjelma jadi wanita kuat."
"Kamu tahu kenapa aku menjadi gay?"
"Kenapa?" Dila memperhatikan Bara dengan seksama. Penasaran bagaimana Bara menjadi seorang gay.
"Trauma masa lalu membuatku menjadi gay. Aku mendeskripsikan rasa jijik akan sentuhan pria dengan cara menyukainya. Aku melakukannya agar tak terus dihantui trauma pemerkosaan itu. Namun caraku salah. Ketika aku kuliah di London aku menjadi korban pemerkosaan gay disana. Anehnya ketika dia melakukannya aku tidak trauma dan jijik seperti dulu tapi malah menikmatinya. Satu sisi aku membenci apa yang dia lakukan satu sisi aku malah menikmatinya. Perasaanku abu-abu saat itu. Kamu tahu apa yang dilakukan Dian pada pemerkosaku di London?"
"Apa?"
"Dian mencekik laki-laki itu dan membakarnya," kata Bara dekat di telinga Dila hingga membuat istrinya ketakutan
"Mengerikan sekali Bara."
"Dian melindungiku seperti aku melindunginya. Sebenarnya kami berdua sedang berusaha membalas jasa masing-masing."
"Karena itu Dian meninggalkan Bandung dan menetap di Padang bersamamu?"
"Ya benar."
"Kenapa si pelaku menculikmu?"
Bara terdiam sejenak, mengusap wajahnya. Alasan si pelaku memperkosanya karena ada andil Bara di dalamnya.
"Kenapa Bara?"
"Saat kejadian itu aku berusia dua puluh tahun dan berkuliah di ITB. Kami dulu tinggal di Bandung. Adik si pelaku yang bernama Sisil menyukaiku namun aku mengolok-olok Sisil. Dia mengirimi aku surat cinta, karena tak menyukainya aku malah mengolok Sisil dan memberi tahu teman-teman. Pada masa itu belum ada istilah bully seperti sekarang. Sisil di bully teman-teman karena mengatakan cinta padaku. Masa itu masih langka perempuan lempar bola, dianggap wanita murahan jika katakan cinta duluan sama cowok. Sisil tak tahan mendapatkan bullyan dan cibiran dari teman-teman satu kampus. Sisil bunuh diri karena perbuatanku."
"Apa?" Dada Dila terasa sesak mendengar cerita Bara.