Part 192 ~ Masa Lalu Zyan ( 2 )
Part 192 ~ Masa Lalu Zyan ( 2 )
"Atau kamu juga memiliki perasaan padanya? Atau ketika aku tour keluar kota kamu memasukkan dia ke rumah ini untuk menemani kamu?"
Duggg .....Vani terluka mendengar ucapan Zyan. Vani wanita yang sangat menjunjung tinggi sebuah kesetiaan. Masa lalu kedua orang tuanya telah memberinya cukup pelajaran. Bagaimana sakitnya dikhianati. Makanya Vani selalu setia pada Zyan dan hanya mencintai laki-laki itu.
Perasaan Vani tercabik-cabik mendengar ucapan Zyan. Bagaimana Zyan dengan mudah mengucapkan kata-kata itu padanya. Wanita yang sedang hamil perasaannya sangat halus dan gampang baperan. Vani menangis terisak-isak mendengarkan ucapan sang kekasih.
Hatinya sangat pedih, berusaha menyakinkan diri jika Zyan mengatakannya karena emosi, namun tetap saja Vani tak terima tuduhan Zyan.
Tuduhan Zyan sangat keji padanya. Vani menangkap omongan Zyan secara tidak langsung meragukan siapa anak dalam kandungannya.
Vani paham jika Zyan cemburu melihat kelakuan Daniel padanya. Pria mana yang tidak marah melihat wanita yang ia cintai dipeluk dan dicium pria lain. Tak hanya sekali namun berulang kali. Betapa pun Vani mengerti apa yang dirasakan Zyan, tak seharusnya sang kekasih mengeluarkan kata-kata itu. Lebih baik Zyan diam menurut Vani.
Tangisan Vani menganak sungai. Ucapan Zyan bak bom yang telah meluluh lantakkan hatinya. Zyan termenung, menyadari jika ucapannya telah melukai sang kekasih.
Zyan tak berani menatap wajah Vani yang menangis. Ia memalingkan wajahnya. Zyan merasa apa yang ia lakukan pada Daniel benar. Pembelaan Vani juga salah, melarangnya untuk memukul Daniel. Sudah tahu pria itu telah lancang namun Vani tetap saja membelanya.
Zyan mengambil ponsel. Ia menelpon ambulan untuk membawa Daniel ke rumah sakit. Zyan tahu jika ia keterlaluan memukul Daniel, nyaris membunuhnya.
Setengah jam kemudian ambulan datang. Para perawat mengangkat Daniel dan membawanya ke rumah sakit. Ketika Vani akan naik mobil ambulan Zyan menarik tangannya.
"Mau kemana kamu?" Zyan mencengkram kuat pergelangan tangan Vani.
"Aku mau ke rumah sakit memastikan kondisi Daniel."
"Buat apa?"
"Aku hanya memastikannya Zyan. Aku tidak mau Daniel kenapa-napa. Walau Daniel bersikap lancang padaku namun dia telah membantuku selama ini."
Tatapan Zyan nyalang dan liar bak serigala sedang mencari mangsa. Zyan tak habis pikir dengan sikap sang kekasih. Daniel telah melecehkannya tapi masih saja peduli.
"Apa perasaan kamu sebenarnya pada Daniel? Segitu pedulinya?"
"Zyan cukup menuduh aku! Kamu sudah keterlaluan menfitnahku."
"Fitnah?" Zyan memutarkan matanya malas.
"Kamu menfitnah aku barusan. Kamu tahu jika aku sangat menjunjung tinggi sebuah kesetiaan. Aku tahu bagaimana sakitnya dikhianati. Aku tak mau kejadian yang dialami orang tuaku terjadi padaku Zyan."
"Melihat sikapmu membela Daniel aku jadi tak percaya padamu. Bisa jadi kamu telah menuruni sifat suka selingkuh seperti mama kamu." Ucap Zyan pedas tanpa mempedulikan perasaan Vani.
Plakkkkk!! Vani menampar Zyan. Penghinaan Zyan telah menodai harga dirinya. Ia telah setia pada Zyan tapi laki-laki itu masih saja mencurigainya bahkan mengatainya menuruni perangai selingkuh sang mama. Vani tak terima semua tuduhan Zyan yang dilontarkan bertubi-tubi.
Vani pergi ke kamar mengemasi barang-barangnya. Ia mengumpulkan baju dan memasukkannya dalam koper. Vani tak terima ucapan Zyan dan ingin meninggalkannya. Vani akan membesarkan anak mereka seorang diri. Jika Zyan mencintainya seharusnya tak mengatakan kata-kata itu.
"Mau kemana kamu?"
"Aku mau pergi dari sini!" Balas Vani menghardik.
"Kamu tidak boleh pergi dari sini!" Zyan mengultimatum.
Vani masih terisak, mengamati kemarahan di wajah tampan Zyan. Vani menjadi cengeng, tak bisa menghentikan tangisnya. Ia benar-benar merasa tersudut.
"Aku ingin pergi dari sini. Aku tidak kuat menghadapi sikap tempramental kamu Zyan. Kamu menakutkan ketika marah. Ucapan kamu pedas dan tajam bak mata pisau. Lidah memang tidak bertulang Zyan namun kata-kata yang di ucapkan si lidah mampu menghancurkan hati orang. Lidahmu lebih tajam dari pada pedang."
"Kamu akan meninggalkan ayah dari anakmu?" Kening Zyan berkerut. "Tega sekali kamu memisahkan anak itu dariku Vani. Jangan – jangan anak yang kamu kandung bukan anakku." Kata Zyan tanpa rasa bersalah. Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya.
"Zyan kau jahat," teriak Vani histeris memegangi perutnya. Bibirnya gemetar dengan mata terbelalak. Dadanya sesak, kata-kata Zyan terngiang-ngiang di telinganya.
"Aku bukan wanita rendahan yang tidur dengan sembarang laki-laki. Kau tahu sendiri jika aku memberikan keperawananku padamu. Aku bahkan rela menutupi hubungan kita demi kariermu. Namun ini balasan yang kamu berikan padaku."
Vani menggeleng-geleng tak terima tuduhan demi tuduhan yang dilontarkan Zyan. Dunianya seakan runtuh tak kuat menghadapi sikap temperamental sang kekasih. Vani tahu jika sang kekasih mengalami gangguan emosional. Vani pikir Zyan telah berubah namun ternyata tidak.
Zyan tertawa sinis dengan kepala mendongak. Ia mencengkram lengan Vani agar tak pergi darinya.Vani berusaha melawan Zyan. Ia tak tahan lagi, tak sanggup jika terus hidup bersama Zyan. Bukan hanya satu kali Vani dituduh yang bukan-bukan. Selama ini ia selalu memaafkan namun kali ini ucapan Zyan keterlaluan dan Vani tak bisa memaafkannya. Bagaimana Zyan bisa meragukan ayah dari bayi yang di kandungnya.
Vani menendang selangkangan Zyan. Sang lelaki berteriak histeris karena kejantananya sangat perih. Vani memanfaatkan kesempatan itu untuk lari. Vani mengambil kunci mobil. Zyan bangkit berusaha mengejar Vani. Zyan menyadari betapa kejamnya tuduhannya pada Vani. Pantas saja Vani tak terima perkataannya.
Ucapannya sangat menyakiti sang kekasih. Ia tak mau kehilangan Vani makanya Zyan menyusul dengan jalan tertatih-tatih.
Zyan berhasil masuk ke dalam mobil ketika Vani mengeluarkan mobil dari bagasi.
"Keluar dari sini!" Usir Vani dengan nada tinggi. Ia tetap menjalankan mobilnya membelah jalanan kota Perth.
"Maafkan aku baby. Aku tak sengaja mengucapkan kata-kata itu. Aku cemburu Vani, aku terlalu mencintai kamu dan takut kehilangan kamu. Pleasee….jangan tinggalkan aku," kata Zyan mengiba.
"Kamu sudah sering mengucapkannya Zyan. Aku sudah tak sanggup bersama kamu. Asal kamu tahu papaku meninggal karena diselingkuhi mana mungkin aku akan berselingkuh dari kamu. Kamu keterlaluan Zyan bahkan kamu meragukan bayi dalam kandunganku."
"Baby….aku minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku janji."
"Kamu sudah terlalu sering berjanji Zyan, tapi kamu selalu mengingkarinya. Aku tidak bisa lagi."
Zyan kembali emosi karena Vani menolaknya. Zyan merebut setir mobil dari Vani, berusaha menghentikan mobil yang dikemudikan Vani.
"Kamu enggak boleh tinggalkan aku. Sekali lagi kamu milikku kamu miliku," kata Zyan mengintimidasi,merebut setir mobil dengan paksa. Terjadilah aksi rebut-rebutan setir mobil.
"Aku ingin pergi dari kamu," balas Vani menohok.
"Tidak akan bisa."
Mereka bertengkar hebat dalam mobil. Akibat aksi rebutan setir mobil, mobil berputar tak tentu arah. Emosinya yang memuncak membuat Zyan membanting stir ke kanan. Mobil mereka jatuh dari jembatan dan masuk ke dalam jurang.
Mobil mereka berasap. Keduanya luka-luka. Zyan duluan yang buka mata. Ia melihat Vani sudah tak sadarkan diri dengan darah membasahi pelipis. Mata Zyan membelalak ketika melihat darah di selangkangan Vani.
Zyan berusaha mengeluarkan Vani dari mobil dengan sisa-sisa tenaga yang ia punya. Ketika mereka keluar dari mobil, mobil yang mereka tumpangi meledak.
"Zyan," panggil Vani pelan seraya memegang tangan Zyan.
"Vani jangan bicara dulu. Aku panggilkan ambulan untuk menyelamatkan kamu dan anak kita."
"Tidak perlu Zyan. Aku hanya ingin katakana jika bayi ini memang anak kamu," kata Vani terbata-bata.
"Aku tahu, aku salah menuduhmu tadi," ucap Zyan terisak tangis. Genggaman tangan Vani semakin lama semakin melemah.
"Zyan, jaga dirimu," kata Vani sebelum menghembuskan napas terakhir.
"Vani...….." Pekik Zyan memeluk Vani, setelah itu pemandangannya buram dan ia jatuh pingsan.
Flashback end