Part 195 ~ Pertemuan Fatih dan Bara ( 1 )
Part 195 ~ Pertemuan Fatih dan Bara ( 1 )
Keluarga besar Bara dan Dila bertolak ke Jakarta setelah dapat kabar dari Bara jika mereka sudah sampai Jakarta dan Dila sudah berada di rumah sakit. Keluarga Bara yang datang adalah Herman dan Ranti. Keluarga Dila yang datang adalah Naura, Iqbal, Defri dan Lusi.
Dua keluarga sepakat pergi bersama ke Jakarta. Mereka diliputi rasa khawatir dengan kondisi Dila yang baru saja diculik dan keguguran. Berita penculikan Dila masih jadi pembicaraan netizen di Indonesia. Mereka berspekulasi tentang penculikan Dila. Pesawat dari Padang telah mendarat di Jakarta. Dua keluarga tak sabaran menuju rumah sakit. Mereka sedang menunggu bagasi.
"Bagaimana keadaan Dila ya?" Lusi melirik Naura dan Ranti.
"Kata Bara, Dila masih shock dan down karena kehilangan bayinya," jawab Ranti memelas.
"Padahal ini cucu pertama bagi keluarga kami, namun dia belum ditakdirkan untuk lahir ke dunia."
Lusi menepuk-nepuk pundak Ranti memberikan kesabaran. Dua nenek harus bersabar karena cucu mereka telah kembali pada Sang Pencipta.
"Pasti tidak mudah bagi Dila melewati semua ini," lanjut Ranti lagi.
"Bagaimana kata dokter kondisi Dila?" Lusi bertanya pada Naura.
"Dila masih membutuhkan perawatan bunda. Luka akibat kecelakaan belum pulih apalagi dia juga keguguran. Bara memutuskan merawatnya di Jakarta dulu baru pulang ke Padang. Bunda aku pamit dulu ke kamar mandi, kebelet."
Naura berlari menuju kamar mandi. Ia meminta tolong untuk mengambil bagasi mereka. Entah cuaca yang dingin atau tubuhnya bermasalah Naura pipis tiap sebentar. Dalam pesawat Naura sudah pipis sebanyak sepuluh kali padahal penerbangan Padang ke Jakarta hanya ditempuh dalam waktu satu setengah jam.
Keluar dari kamar mandi karena terburu-buru Naura bertabrakan dengan seorang pria yang kebetulan keluar dari kamar mandi pria.
"Naura," panggil si pria ramah.
Naura mendongakkan kepala melihat siapa yang menyapanya. Mata Naura terbelalak.
"Fatih," panggilnya.
"Apa kabar Naura?" Sapanya lagi sembari menangkupkan tangan ke dada.Ikhwan seperti Fatih menghindari sentuhan dari wanita yang bukan mahramnya.
"Baik Tih. Kamu apa kabar?" Naura ikutan menangkupkan tangan ke dada. Dari kecil Fatih memang sudah alim. Dari mereka berempat Fatih, Iqbal, Dila dan Naura sendiri hanya Fatih yang sholatnya tidak pernah bolong-bolong
"Alhamdulilah baik juga."
"Kapan pulang dari Mesir?"
"Dua bulan yang lalu."
"Kok enggak langsung pulang ke Padang?"
"Masih ada urusan di Jakarta. Aku isi kuliah umum di berbagai universitas dan isi kajian juga. By the way Naura kenapa di Jakarta? Ada pelatihan dari IDI?"
"Bukan," bantah Naura.
"Lalu?"
"Kami sekeluarga mau nengok Dila."
Hati Fatih bergetar ketika nama Dila disebut Naura. Fatih juga tidak ketinggalan berita. Dila diculik ketika berada di Australia.
"Aku dengar dia diculik. Bagaimana keadaannya?" Fatih mengkhawatirkan kondisi Dila.
Naura tersenyum ironi melihat ekspresi diwajah Fatih. Ia tak dapat menyembunyikan rasa khawatirnya. Dua orang yang saling cinta namun takdir tak menuliskan mereka untuk berjodoh.
"Dila baik-baik saja. Dia mengalami keguguran," kata Naura tak enak hati.
Dada Fatih merasa sesak mendengar Dila keguguran. Dila telah mengandung anak dari suaminya, berarti Dila sudah melupakannya. Entah kenapa hati Fatih hancur mengetahui Dila mengalami keguguran. Hatinya hancur bukan karena turut berduka atas kehilangan bayinya Dila namun karena wanita yang ia cintai telah mengandung anak orang lain. Walau Fatih sudah coba merelakan dan melupakan rasa cintanya namun ia belum bisa move on sepenuh. Bayang-bayang Dila masih menghantuinya.
Bila hati para pria berbunga-bunga akibat jatuh cinta, tidak berlaku bagi Fatih. Ia justru merasa tersiksa akibat jatuh cinta karena tak bisa memiliki. Kasih tak sampai rupanya sangat menyiksa perasaannya yang sudah berharap cintanya berbalas. Dila, wanita yang dicintainya semenjak kecil sudah menikah. Mereka dua saling mencintai tapi takdir tak menuliskan mereka bersama. Kini Fatih harus berbesar hati menerima kenyataan. Jika Dila mau mengandung anak dari suaminya berarti ia telah belajar mencintai suaminya.
"Fatih." Naura melambaikan tangan ke depan wajah Fatih karena sang pria melamun. Entah apa yang dilamunkannya Naura tidak tahu.
"Fatih," panggilnya sekali lagi.
"Iya Naura," balas Fatih tersadar dari lamunannya.
"Kamu kok melamun?"
"Maaf Naura. Jika boleh tahu kamu pergi melihat Dila sama siapa?"
"Ada Iqbal, ayah, bunda dan mertua Dila."
"Ada om Defri dan tante Lusi?" Fatih sumringah mendengar nama orang tua angkatnya.
"Bolehkah aku menemui mereka?"
Naura tergelak tawa, "Tentu boleh. Kenapa bertanya seperti itu?"
"Takutnya enggak mau di ganggu," kata Fatih tergelak tawa.
Mereka berdua pun pergi menemui keluarga Dila. Naura merasa tak enak hati melihat Fatih. Pria itu berusaha tertawa walau hatinya gerimis. Pria mana yang tak sedih jika wanita yang dicintai menikah dengan pria lain dan dia pun memiliki andil kenapa perjodohan itu terjadi. Andai Fatih berani mengakui perasaannya pada Defri dan Lusi lalu meminta Dila bertunangan dengannya selama kuliah di Mesir mungkin ceritanya akan berbeda. Tapi itulah takdir tak ada yang tahu. Takdir merupakan rahasia Tuhan.
Fatih bersembunyi di balik punggung Naura. Mereka akan memberi kejutan untuk Defri, Lusi dan Iqbal.
"Uda, bunda, ayah coba tebak aku sama siapa?" Tanya Naura sok berteka-teki.
"Sama siapa?" Kening Iqbal berkerut mencoba berpikir.
"Ayah, bunda coba tebak."
Defri angkat bahu karena tak bersemangat untuk bermain tebak-tebakan. Lusi pun begitu tak mau berpikir siapa yang ditemui Naura.
"Tara," kata Naura bersemangat. Fatih muncul di belakang Naura.
Semua anggota keluarga kaget dan tak menyangka bertemu dengan Fatih.
"Fatih," panggil Iqbal tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Akhirnya ia bertemu dengan sahabat kecil yang sudah dianggap keluarga. Walau Fatih anak ART namun Iqbal tak menjaga jarak di antara mereka bahkan mereka layaknya saudara.
"Iqbal," panggil Fatih memeluk Iqbal. Hampir sepuluh tahun mereka tidak bertemu karena ia berada di Mesir.
"Apa kabar bro?" tanya Iqbal
"Alhamdulilah baik," balas Fatih melihat Defri dan Lusi. Ia pun bersalaman dengan keduanya sembari mencium tangan.
Defri mengelus-elus rambut Fatih. Waktu terlalu cepat berlalu dan Fatih sekarang semakin tampan dan berwibawa. Auranya membuat wanita bertekuk lutut dan wajahnya sangat teduh.
"Fatih sudah lama tidak ketemu. Senang sekali akhirnya kita jumpa lagi. Kamu semakin tampan. Om kira kamu akan menetap di Mesir dan menikah dengan wanita sana," ujar Defri tersenyum sumringah.
"Enggaklah om. Kama pun bangau tabang baliaknyo pasti ka kubangan juo," balas Fatih menggunakan bahasa Minang. ( Kemana pun bangau terbang pasti akan kembali ke kubangan artinya sejauh apa pun kita pergi merantau pasti akan balik ke kampung halaman).
"Pandai bana Fatih kini. Sangko om alah lupo jo ranah Minang," sarkas Defri menepuk-nepuk pundak Fatih. " Jauh bana pai sakolah."