Part 212 ~ Video Call Cyra
Part 212 ~ Video Call Cyra
Ting...…Sebuah pesan masuk
From : Cyra Tetangga Cairo
Fatih umi Farida rindu padamu. Beliau ingin melihat wajahmu.
Fatih tersenyum membaca pesan dari Cyra. Hampir saja dia berburuk sangka pada Cyra. Fatih mengambil smartphone dan melakukan VC pada Cyra.
Saat panggilan terhubung Fatih melihat wajah cantik Cyra tersenyum menyambutnya.
"Assalamualaikum Fatih apa kabar?" Tanya Cyra dalam bahasa Arab.
"Walaikumsalam. Baik. Kamu bagaimana?" balas Fatih tersenyum ramah pada Cyra.
"Alhamdulilah baik juga. Umi dan Abiku titip salam untuk kamu."
"Salam balik Cyra. Mana umi Farida?"
"Ini," kata Cyra mengarahkan kamera pada umi Farida.
Wanita tua yang telah ringkih tersenyum menatap wajah tampan pada layar smartphone Cyra. Umi Farida sangat terharu sampai meneteskan air mata dan menyentuh layar seakan menyentuh wajah Fatih.
"Fatih umi kangen nak," katanya beruraian air mata.
"Umi kenapa nangis?"
"Umi kangen sekali sama kamu. Katanya janji hubungi umi kenapa tidak hubungi umi?"
"Aku hubungi umi kok cuma umi tidak angkat."
"Enggak ada kok. Kalo kamu telepon pasti umi angkat."
"Coba cek handphone umi. Coba cek Cyra," kata Fatih meminta bantuan pada Cyra.
Umi Farida memberikan handphonenya pada Cyra. Gadis itu segera mengecek handphone umi Farida dan tersenyum lucu. Ia melihat banyak notifikasi panggilan tak terjawab dari Fatih. Maklum namanya orang tua kurang pandai memakai smartphone.
"Pantas saja umi tidak tahu kamu menghubunginya. Handphonenya mode silent." Cyra tertawa ngakak memperlihatkan handphone umi Farida.
"Umi bukannya Fatih tidak menghubungi umi tapi uminya enggak angkat telepon Fatih."Kata Cyra lagi mencuri pandang pada Fatih. Dua bulan sudah Fatih kembali ke Indonesia. Selama itu pula ia memendam kerinduan pada sang penakluk hatinya. Fatih artinya sang penakluk. Fatih sudah meluluh lantakkan dan menaklukan hati Cyra. Melihat wajah Fatih di layar smartphone cukup untuk mengobati kerinduannya
"Benarkah?" Umi Farida tersenyum manis menatap keduanya.
"Masih bilang aku tidak hubungi umi?" Fatih pura-pura merajuk pada ibu angkatnya. "Sejauh apa pun aku sama umi dan abi tidak akan melupakan kalian. Kalian selalu ada di hatiku."
"Maafkan umi ya nak. Ini efek rindu sama kamu. Umi kehilangan anak laki-laki umi."
"Mana kehilangan umi? Ini kita bisa ketemu walau secara virtual. Aku juga kangen sama umi."
"Kamu sudah makan nak?" Namanya orang tua pasti selalu mengkhawatirkan anak mereka.
"Tadi sudah umi sekarang belum. Lagi beres-beres."
"Makan jangan telat Fatih. Jika umi disana sudah umi suapi kamu makan. Beres-beres mau kemana?"
"Mau ke Bandung Umi. Aku isi kajian dan materi di sebuah pesantren. Mereka mengadakan lomba kreativitas untuk anak-anak pesantren. Aku diminta kasih ceramah disana sekaligus memberikan terapi untuk anak-anak."
"Cieee mentang-mentang sarjana psikologi islam," cibir Cyra mencandai Fatih. Ia mengarahkan kamera ke wajahnya.
"Aku hanya mampu melakukan itu Cyra. Maklumlah hanya itu kemampuanku," balas Fatih.
"Muhammad Fatih merendah sekali. Sok fakir ilmu padahal ilmu yang luas," jawab Cyra tertawa. Melihat senyum di wajah Fatih membuat moodnya membaik.
"Mana umi?" Tanya Fatih tak enak berlama-lama memandang wajah Cyra. Selama mereka bertetangga baru kali ini Fatih melihat wajah Cyra dari dekat. Cyra benar-benar cantik dan membuatnya terpesona. Selama di Cairo ketika mereka bicara Fatih banyak merunduk dan tak menatap Cyra.
Cyra mengalihkan kamera pada umi Farida.
"Berapa hari kamu di pesantren?"
"Kurang lebih dua minggu umi."
"Sudah menemui kedua orang tuamu?"
"Belum umi."
"Kenapa belum?" Umi Farida kaget.
"Masih banyak acara dan kajian disini. Aku juga mengisi kuliah umum di berbagai universitas di Indonesia. Aku akan keliling Indonesia."
"Sesibuk apa pun pulanglah dulu ke Padang. Tengok ayah dan ibu. Jika kesibukan terus di utamakan kamu enggak bakal ketemu dengan orang tuamu."
Fatih menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Iya umi. Insya Allah aku akan pulang."
"Utamakan orang tua Fatih. Nanti jika berumah tangga kamu akan utamakan istri dan anakmu dan orang tuamu makin terabaikan."
"Tidak umi."
Cyra terbatuk mendengar umi Farida membahas rumah tangga dengan Fatih. Gadis itu menjadi salah tingkah.
"Cyra bisa tinggalkan kami sebentar? Umi mau bicara secara pribadi sama Fatih." Umi Farida menoleh pada Cyra dan gadis itu segera pergi ke dapur. Umi Farida yang datang ke flat Cyra untuk meminta tolong VC dengan Fatih karena dia tidak bisa menggunakan fitur VC di WhatApp.
"Umi mau bicara apa?" Tanya Fatih setelah Cyra pergi.
"Soal Naima," kata Umi Farida.
"Kenapa dengan Naima?" Fatih kaget mendengar nama Naima dari mulut umi Farida.
"Kemaren dia datang ke flat kami dan curhat sama umi."
"Curhat apa?"
"Tentang kamu."
"Aku?" Fatih menunjuk dirinya sendiri.
"Iya kamu. Naima mengirimkan surat buat kamu. Secara tidak langsung mengatakan cinta sama kamu. Kenapa tidak membalas suratnya?" Tanya umi Farida dengan mode galak.
Fatih memijit pelipisnya karena lupa. Rencananya dia akan mengirimkan pesan pada Naima sesampai bandara Cairo namun dia lupa membalasnya karena Zaki dan Reno malah membahas tentang Cyra yang menyukainya.
Fatih hanya tersenyum menatap umi Farida.
"Kenapa kamu senyum-senyum?"
"Aku lupa umi. Rencananya waktu udah sampai bandara mau balas tapi lupa gara-gara Zaki dan Reno ajak ngobrol masalah Cyra."
"Jangan bilang Cyra juga suka sama kamu?" Umi Farida memelankan suaranya agar tidak di dengar Cyra.
"Begitulah umi," jawab Fatih malu-malu.
"Naima nangis-nangis karena kamu tidak merespon suratnya. Kenapa enggak tertarik pada Naima? Dia cantik dan anak Kyai?"
"Tidak bunda," jawab Fatih enteng tanpa beban.
"Jadi kamu suka sama Cyra?"
"Enggak juga umi."
"Lantas?"
"Enggak suka keduanya."
"Lalu gadis mana yang kamu sukai Fatih?"
"Sebenarnya aku berjanji meminang seorang gadis sekampung denganku umi namun dia keburu dinikahkan orang tuanya," kata Fatih dengan wajah sendu.
"Kok bisa?"
"Aku yang salah umi. Aku pengecut tidak berani menemui orang tuanya dan mengikat anaknya dengan pertunangan sebelum ke Mesir. Dia sudah dinikahkan dengan orang lain." Fatih menangis. Ini pertama kalinya ia menangis dan menumpahkan perasaannya.
"Ya Allah Fatih. Apa perempuan itu Dila?"
"Darimana umi tahu?" Giliran Fatih yang kaget dengan penuturan umi Farida.