Part 228 ~ Panggil Aku Sayang
Part 228 ~ Panggil Aku Sayang
Jam sudah menunjukkan jam delapan malam. Karyawan yang lain sudah pulang. Hanya tinggal Renata, Dila dan security. Renata sedang pergi membeli makan malam. Dila memberi tahu temuannya pada Renata karena Renata juga pejabat di kantor ini. Renata juga tak habis pikir dan tak menduga orang seperti Adrian bisa melakukan fraud sebesar ini.
"Dila ini makanannya." Renata masuk ke dalam ruangannya. Kebetulan Dila membuat berita acara di ruangan Renata yang kebetulan berada di lantai satu. Mereka takut bekerja di ruangan Dila di lantai dua karena horror. Cerita yang berkembang antar sesama security, ada makhluk halus yang berkeliaran di ruangan Dila jika hari sudah malam. Alasan itulah mereka kerja di bawah dan takut kerja di atas.
"Lo beli apa?" Dila membuka sterofoam makanan. "Wowww enak kayaknya nich. Ayam rawit asam manis."
Dila pergi ke kamar mandi mencuci tangan. Tak lama kemudia ia kembali membawa dua buah piring dan dua buah kobokan. Kalo orang Minang makan pasti lebih afdol pakai tangan, kalo pake sendok kurang greget bagi mereka. Renata pun ikut cuci tangan setelah Dila kembali ke ruangannya. Dila dan Renata memulai memakan santapan malamnya.
"Security lo beliin kan Re?"
"Udah gue kasih. Mungkin udah makan juga. Dil kapan lo mulai laporkan masalah bang Ad ke kantor cabang?" Renata bertanya sambil makan.
"Kemungkinan besok gue ke kantor cabang. Gue langsung bicarakan sama Pak Irwan. Kita harus laporkan masalah ini secepat mungkin."
"Gue takut Dil, kena imbas karena gue ikut menyetujui kredit Pak Hamdani alias Hamdan itu."
"Lo enggak usah takut. Cakupan kerja sudah jelas Re. Lo bagian dana dan lo enggak ikut ke lapangan mengecek usaha dan agunan nasabah. Lo emang stay di dalam kantor khusus menghandle pelayanan nasabah dan dana. Gue menghandle kredit. Pak Ilman yang terlibat jauh disini, dia memberikan persetujuan kredit tanpa ikut bang Ad ke lapangan. Itulah bank MBC kadang yang jadi pejabat enggak orang kompeten. Umur boleh tua tapi kemampuan tidak ada. Kita bisa saja dapat jabatan disini jika jadi anak pejabat daerah, anak pegawai, dekat dengan pejabat-pejabat teras MBC. Contoh Pak Ilman tidak ada cakapnya sebagai seorang pemimpin. Gaji yang dia terima tidak sesuai dengan kerjaannya. Tidak memegang amanah, mana genit lagi." Dila melepaskan kekesalannya.
"Dia bisa kena sanksi tidak?"
"Pasti kenalah. Minimal dia turun grade dan akan jadi pegawai biasa. Sampai Pak Ilman pensiun tidak akan mendapatkan jabatan lagi."
Grade artinya pangkat atau level.
"Gue gimana Dil?"
"Lo paling kena SP aja."
"Kok kena SP sich Dil?" Renata tak dapat menyembunyikan ketakutannya.
"SP lebih baik Re dari pada lo turun grade. Sekarang grade lo sebelas bukan?"
"Iya."
"Masih untung lo kena SP Re. Jika lo turun grade maka lo akan jadi pegawai biasa. Mau turun grade dari sebelas ke enam?" Renata menggeleng.
"Jika lo turun grade selamanya tidak akan pernah mendapatkan jabatan lagi dan karier lo mati. Sampai pensiun akan jadi pegawai biasa."
Dila dan Renata menyelesaikan makan malam mereka. Setelah itu mereka dijemput pasangan masing-masing. Kebetulan Bara juga baru selesai mengadakan rapat.
"Capek banget kayaknya Dil?" Bara menanyai sang istri seraya memasangkan seatbealt.
"Iya. Ada masalah berat." Dila memegang pelipisnya.
"Sudah makan?"
"Sudah tadi bareng Renata."
"Masalah apa?"
"Soal kredit. Baru aja masuk kantor udah ada aja masalah."
"Kalo boleh tahu apa masalahnya?"
"Salah satu AO melakukan fraud."
"Fraud itu apa?"
"Melakukan penyelewengan dalam bekerja."
"Apa yang dia lakukan?"
"Ada sepuluh kasus. Salah satu kasusnya nasabah yang diberikan kredit memakai identitas palsu. Setelah identitasnya di telusuri CS aku yang bernama Vinta. Dia memiliki kredit macet di bank ABC. Nah AO aku kasih kredit ke dia ketika kredit nasabah dah macet di ABC. Gawatnya lagi dia barusan perpanjangan kredit di kantor. Pencairan sewaktu aku cuti."
"Kenapa kamu jadi pusing? Yang penting kamu bukan pejabat yang memberikan persetujuan kredit."
"Emang benar Bara, tapi kejadian ini di bawah kantor pimpinan aku. Dan dia fraud sudah lama. Sejak pimpinan lama."
"Nah bagus dong jika ketahuan di jaman kamu. Jika melaporkannya kamu enggak bakal terlibat."
"Selama ini reputasi kantor capem cabang utama bagus Yang, masa dibawah pimpinan aku reputasinya jelek?"
"Apa? Kamu panggil sayang sama aku barusan?" Bara tak mempercayai pendengarannya.
"Enggak ada aku panggil kamu sayang,��� balas Dila menyembunyikan wajahnya. Malu karena ketahuan memanggil sang suami dengan 'sayang'.
"Yang itu bukannya sayang? Lah kenapa sembunyi gitu. Jika mau panggil sayang panggil aja Dila. Pasangan halal kok kita." Goda Bara mengelus paha Dila dengan lembut.
"Apaan sich? Megang-megang aku." Dila pura-pura marah.
"Lebih dari pegang ini aja boleh." Tangan Bara mulai nakal dan ingin mengelus dada sang istri.
"Bara kamu jangan nakal. Kita dalam mobil kalo kamu nakal bisa kecelakaan kita."
"Kamu bukannya suka dinakali?" Bara mengedipkan mata.
"Ishhhh kamu." Mata Dila melotot melihat sang suami.
"Ngaku gak? Jika tadi panggil aku sayang? Kalo enggak ngaku aku perkosa di mobil ini. Pasti greget gitu ya bercinta dalam mobil. Sensasinya gimana gitu."
"Bara jangan mulai."
"Panggil sayang enggak tadi?"
"Iya aku panggil sayang."
"Aku mau dengar sekali lagi. Panggil aku sayang!" Titah Bara memaksa.
"Sayang," panggil Dila dongkol merasa dikerjai.
"Kurang tulus sayang. Ulangi sekali lagi!"
"Sayang….." Panggil Dila memanyunkan bibir.
"Sayang kamu juga istriku," balas Bara menggenggam tangan sang istri dan mencium punggung tangannya.
"Dila." Bara bergumam dan mulai bicara serius.
"Iya." Dila menatap sang suami.
"Jika kasus AO kamu sudah melanggar hukum dan merugikan bank lebih baik laporkan ke bagian berwenang. Reputasi capem cabang utama bagus selama ini, namun dibaliknya reputasi baiknya pasti juga ada buruknya. Jangan ragu ungkapkan kebenaran. Jika kamu diam padahal udah tahu fraud bukannya lebih berbahaya buat karier kamu? Bisa jadi kamu dipecat dari kerjaan kamu sekarang."
"Aku memang akan melaporkannya besok cuma masih menimbang-nimbang. Bang Ad punya istri dan anak. Aku kasihan sama keluarganya. Jika kasus ini naik makanya otomatis Bang Ad akan diberhentikan dan di proses hukum. Bisa saja dia di penjara."
"Harusnya bang Ad itu mikirin keluarga ketika melakukan fraud. Nah itulah dilemanya kalo pemimpin seorang perempuan. Pemimpin perempuan lebih mengutamakan emosi dan terlalu empati sama karyawan kayak kamu sekarang. Itu yang salah sayang. Hitam ya hitam, putih ya putih. Kamu tahu kenapa karyawan lebih suka pemimpin laki-laki?"
"Kenapa?"