Part 234 ~ Kelicikan Vinta
Part 234 ~ Kelicikan Vinta
Mama dan papa Dila meninggalkan kamar perawatan Vinta untuk makan malam. Kedua polisi Edo dan Rega pun pergi dari kamar Dila. Seharusnya mereka bergantian menjaga Vinta, tapi karena Rega sangat kelaparan ia pun meninggalkan Vinta.
Seorang pria yang sedari tadi mengamati Vinta dari jauh berseringai licik. Akhirnya kesempatan untuk menghabisi Vinta datang juga. Lelaki itu menarik napas lega. Ia menutup kepalanya dengan topi dan memakai kaca mata hitam agar tak bisa dikenali. Perlahan-lahan mendekati kamar rawat Vinta.
Setelah memastikan keadaan aman dan sepi pria itu masuk ke dalam kamar Vinta dan menguncinya dari dalam.
"Akhirnya aku punya kesempatan untuk membunuhmu anak kecil," ucapnya dengan seringai licik dan tertawa terbahak-bahak. Ia melihat Vinta masih tidur dengan kaki dan tangan di gips. Wajah cantik Vinta terlihat pucat tak berdarah.
"Akhirnya lo datang," kata Vinta tiba-tiba membuka mata. Si pria itu pun kaget ternyata Vinta sudah sadar. "Gue tunggu kedatangan lo dari tadi."
"Kenapa lo tunggu kedatangan gue?"
"Gue yakin lo enggak bakal lepasin gue begitu saja."
"Lo memang pintar anak kecil."
"Jangan panggil gue anak kecil."
"Lo memang anak kecil yang menyebalkan pantas saja Bapak ingin gue melenyapkan lo."
"Gue tahu lo bakal bunuh gue dan gue juga udah pasrah. Lo pembunuh bayaran kelas kakap siapa yang bisa mengelak dari lo. Sebelum lo bunuh gue, hanya ada dua pertanyaan buat lo."
Si pria tersenyum evil menatap calon korban yang tak berdaya dan pasrah. Jika Vinta pasrah seperti ini pekerjaannya akan lebih mudah. Tidak perlu ada drama teriakan dan tragedi berdarah untuk membunuh Vinta. Si pria mengeluarkan sebuah suntikan yang telah diisi racun dan siap dimasukan dalam infus Vinta. Kematian Vinta pun akan dianggap serangan jantung.
"Pertanyaan pertama," si pria mendekati Vinta dan siap menyuntikkan racun ke infus Vinta.
"Kenapa lo nabrak gue?"
Sang pria tersenyum penuh misteri, "Mau mati saja masih saja nyerocos."
"Setidaknya gue nggak penasaran dan arwah gue nggak cari lo buat tanya," ucap Vinta mengundang gelak tawa si pembunuh.
"Lo jangan tertawa! Cepat jawaban pertanyaan gue!" Vinta membentak si pembunuh.
"Mau mati aja masih berani bentak-bentak gue." Si pria mengambil posisi duduk di samping ranjang Vinta. Dia menyentil gips di kaki Vinta.
"Sakit kampret."
"Wowww galak sekali. Gue suka gaya lo. Pemberani banget lo jadi cewek. Pantes klien gue pengen banget membunuh lo. Ternyata lo bahaya."
"Lo jangan lama-lama dech. Lo jawab pertanyaan gue abis itu lo suntikin tu racun ke infus gue. Gue mati lo dapat bayaran."
"Kenapa lo nggak takut sama gue atau memohon sama gue untuk tidak bunuh lo. Lo orang pertama yang nggak takut gue bunuh."
"Gue nangis pun lo bakal bunuh kan?" Si pria mengangguk.
"Makanya gue nggak memohon sama lo buat lepasin gue karena buang energi. Air mata gue terlalu berharga untuk meminta belas kasihan lo."
"Hahahahahahahahhaha." Tawanya pecah hingga tertawa terpingkal-pingkal.
"Baiklah daripada gue ulur waktu. Gue akan jawab pertanyaan lo yang pertama. Kenapa gue nabrak lo? Lo usil sudah menyelidiki kasus kredit fiktif di MBC hingga klien gue merasa terancam."
"Sudah gue duga. Pertanyaan kedua, siapa yang menyuruh lo membunuh gue? Apa Adrian?"
"Bukan Adrian."
"Lalu siapa?"
"Pak Novanto, Pak Setya, Pak Armand."
"Pak Novanto direktur kredit? Pak Setya kepala divisi teknologi informasi dan Pak Armand kepala divisi kepatuhan?"
"Gue enggak tahu jabatan Pak Setya dan Pak Armand. Pak Novanto benar direktur kredit sekarang. Mereka bahkan pernah kerja dalam satu kantor dan memberikan kredit fiktif lainnya. Sepuluh milyar itu hanya bagian kecil. Mungkin Kredit fiktif mereka ada sekitar 60 sampai 70 miliar. Mereka untung, negara rugi. Sudahlah jangan banyak bicara. Lo mau mati juga dan rahasia itu akan lo bawa sampai ke liang lahat."
"Siapa bilang gue akan mati?" Vinta tersenyum licik.
"Apa maksud lo?" Si pembunuh bayaran kaget.
Rega tiba-tiba keluar dari kamar mandi. Edo pun membuka pintu kamar. Kedua polisi ganteng itu menodongkan pistol pada si pembunuh.
"Angkat tangan jika tidak anda akan kami tembak!" Edo memberi peringatan.
"Jadi lo menjebak gue?"
Vinta tersenyum licik lalu memperlihatkan tape recorder dan memutar percakapan mereka tadi. Barang bukti telah didapatkan untuk menaikkan kasus kredit fiktif. Vinta sadar para pelaku pejabat penting di bank MBC jadi tidak mudah untuk menyeret mereka ke meja hijau dan tak mudah meminta tim audit melakukan pemeriksaan, yang ada mereka malah menekan kepala divisi audit untuk tutup mulut dan mendiamkan kasus ini.
Dengan bukti percobaan pembunuhan pada Vinta setidaknya tindakan kriminal mereka akan mendapatkan sanksi hukum dan polisi akan menginvestigasi kenapa mereka mencoba membunuh Vinta.
Vinta pun akan meminta temannya seorang wartawan mengekspos kasus ini secara besar-besaran sehingga mau tidak mau MBC akan mengusut kasus ini sampai tuntas untuk menjawab pertanyaan dan desakan publik. Kredit fiktif di bank MBC telah merugikan negara puluhan miliar karena MBC adalah bank umum milik pemerintah.
"Terima kasih telah menjadi informan yang baik. Info dari lo mempermudah segalanya." Vinta menatap si pembunuh dengan senyuman manis.
"Wanita licik?" Si pria mengumpat menatap kesal pada Vinta merasa dipecundangi. Tak terima kariernya sebagai pembunuh bayaran harus terhenti karena seorang gadis.
Edo memborgol si pembunuh. Rega dan Edo benar-benar tidak pergi tadi. Mereka membuat rencana bersama Vinta. Gadis itu masih yakin jika orang yang menabraknya masih mengincar nyawanya. Vinta memanfaatkan waktu papa dan mamanya makan malam. Orang tuanya akan lama ketika makan bisa menghabiskan waktu satu hingga dua jam. Jika Vinta memberitahu orang tuanya jika ia menjebak pelaku yang menabraknya pasti tidak mendapatkan izin.
Ketika kedua orang tuanya pergi makan mereka bertiga menyusun rencana untuk menjebak si pelaku. Edo dan Rega berpura-pura pergi makan juga. Setelah agak jauh dari kamar rawat Vinta. Rega kembali ke kamar Vinta. Memanjat dinding lalu masuk dari jendela dan bersembunyi di kamar mandi. Sementara itu Edo berada diluar memantau si pembunuh apakah sudah masuk perangkap atau belum. Ketika si pembunuh masuk ke kamar rawat Vinta. Edo pun bersiaga di depan pintu menunggu Vinta menginterogasi dan ketika interogasi telah selesai dilakukan mereka akan menciduk si pembunuh.
Rumah sakit Harmoni mendadak gempar. Karyawan rumah sakit bergidik ngeri melihat pelaku yang akan membunuh Vinta diciduk. Penangkapan si pembunuh menjadi tontonan orang-orang sekitar. Wartawan pun sudah berseliweran di depan kamar perawatan Vinta. Pihak rumah sakit pun ikut kewalahan membendung atensi wartawan untuk melakukan wawancara.
Rega menghubungi Bara dan memberi tahu jika pelaku yang menabrak Vinta telah ditangkap.