Part 243 ~ Godaan Pada Bara
Part 243 ~ Godaan Pada Bara
"Apa yang kamu lakukan?" Dila kebingungan melihat sikap sang suami.
"Agar kamu cepat hamil. Dengan begini sperma lebih cepat membuahi sel telur kamu. Semoga Allah segera menganugerahkan anak untuk kita. Rumah ini akan ramai jika ada tangisan bayi dan aku berjanji aku menjadi suami dan ayah yang siaga."
Bara tersenyum menatap sang istri.
Dila begitu terharu mendengar ucapan Bara namun ia tak menampakkan sikapnya. Sekitar tiga puluh menit Bara mengangkat kakinya lalu menyuruhnya mandi wajib. Sepasang suami istri itu duduk di atas ranjang sembari pillow talk. Bara memeluk Dila dengan erat tak mau melepaskan pelukannya. Ia mencium puncak kepala sang istri.
"Sayang." Dila memanggil sang suami.
"Hmhmhmhmhm." Bara menoleh pada sang istri.
"Tadi kenapa menelponku? Tanya aku di rumah apa tidak. Tahu-tahu kamu datang dan menyergap aku untuk bercinta. Apa yang terjadi? Ada sesuatu terjadi?" Dila menatap manik mata Bara.
Bara terenyuh sang istri bisa menebak kejadian yang tadi menimpanya. Jika tak kuat iman mungkin ia akan kembali terjerumus dan tak akan pernah menjadi straight.
Flashback
Gedung DPRD Sumbar dirusak oleh mahasiswa. Semua peralatan hancur dan tak bisa digunakan. Gedung DPRD perlu di renovasi ulang supaya layak digunakan untuk berkantor. Anggota DPRD terpaksa bekerja dengan menyewa sebuah ballroom di hotel ternama. Mereka mengadakan rapat membahas anggaran untuk perbaikan gedung. Semua anggota DPRD hampir seluruhnya datang, walau sering kali yang datang rapat hanya setengah dari anggota DPRD.
Seperti biasa Bara memimpin rapat. Semuanya tegang dan beradu argumen dalam membuat anggaran. Kepala Bara panas melihat rapat yang tak menemukan kata sepakat. Akhirnya dengan emosi yang memuncak Bara mengadakan voting. Mau tidak mau suara terbanyak lah yang menentukan hasil rapat. Bara geleng-geleng kepala para dewan terang-terangan ingin mengambil proyek renovasi gedung yang menelan biaya yang tak sedikit agar dikerjakan perusahaan mereka.
Gimana pembangunan mau maju jika proyek yang dapat hasil nepotisme. Harusnya proyek pembangunan di kerjakan oleh yang ahli dan hasilnya pasti memuaskan bukan punya bekingan di pemerintahan. Itulah buruknya pembangunan di kota ini. Jika satu perusahaan ingin memang tender harus ada orang dalam lalu mereka diberikan fee beberapa persen dari nilai proyek. Gimana kualitas pembangunan bisa bagus jika di awal sudah di korupsi dulu. Lebih besar korupsinya dari pada pembangunannya.
Mereka tak hanya menyuap satu orang dewan, tapi puluhan. Bara ingin menghilangkan tradisi jelek ini namun tidak mudah. Sudah mendarah daging korupsi dimana-mana makanya Indonesia tidak maju-maju. Pantas saja negara Jepang bisa maju karena pemimpin punya etika dan malu. Ketika seorang perdana menteri gagal dalam memerintah mereka akan memilih mundur kalau Indonesia sudah jelas berkasus tersangka masih ngotot untuk mencalonkan diri.
Para wakil rakyat disumpah dengan Alquran tapi mereka mengingkari janjinya. Katanya dari partai agamis yang korupsi tetap saja korupsi. Mereka menjadikan agama sebagai jualan politik. Para politisi di Indonesia tidak memiliki rasa takut. Jika mereka takut dengan Tuhan pasti mereka tidak akan korupsi.
Bara sendiri tak mau lagi terjun ke dunia politik. Jika masa jabatannya sudah berakhir dalam lima tahun tidak akan mencalonkan dirinya lagi. Ia menjadi orang munafik dan tidak menjadi dirinya sendiri. Jika mengejar kekayaan dengan menjadi wakil rakyat itu bukanlah tujuan Bara. Kekayaannya sudah banyak dari hasil usahanya sebagai kontraktor dan developer. Harta kekayaannya bahkan tidak akan habis selama tujuh turunan.
Bara menutup rapat dan membubarkan diri. Ia pergi ke kamar mandi buang air kecil. Kepalanya panas mengingat rapat tadi. Andai bukan rapat dewan mungkin Bara sudah menghabisi mereka satu persatu. Bara mengelus dada mengucapkan istigfar. Ia tak boleh seperti dulu, harus lebih bisa mengendalikan emosi. Ia tak boleh kalah melawan emosinya. Tidak akan membiarkan setan menghasutnya untuk berbuat jahat. Jika masih seperti dulu mungkin gampang saja untuk Bara membungkam mulut para dewan dengan kartu truf yang diketahui Bara.
"Bara." Seseorang memanggilnya dan menyentuh pundaknya.
Bara pun berbalik dan kaget dengan seseorang yang ia temui.
"Niko kenapa kamu ada disini?"
Bara mengenal Niko karena temannya di komunitas gay Vegi. Niko tersenyum manis menatap Bara.
"Gue lagi ada kerjaan di Padang Bara. Club sepi nggak ada lo." Niko melirik Bara dengan nakal.
"Ooooooh," jawab Bara singkat. Ia ingin menghindar dari Niko, perasaannya sudah tak enak.
"Bara mau kemana?" Niko menarik tangan Bara hingga tubuh mereka menempel.
"Lepaskan!" Titah Bara marah.
"Aldebaran nggak nyangka jika lo bakal taubat dan kembali ke kodrat. Lo pikir gampang buat sembuh? Seberapa hebat sich istri lo sampai membuat lo memutuskan Egi dan tak bergabung lagi di klub." Niko membelai pipi Bara dan lengannya.
Bara berusaha menahan gejolak di tubuhnya. Tubuhnya memanas dan hasratnya terbakar.
"Gue mau lihat lo benar-benar udah straight apa belum?" Niko menyandarkan tubuh Bara ke dinding. Sebagai pelatih fitness tubuh Niko atletis seperti Ade Rai. Dengan dada kotak-kotak bak roti sobek. Niko membuka pakaiannya bagian atas memamerkan lekuk tubuhnya.
Bara memalingkan wajah tak ingin melihat tubuh Niko. Ia berusaha menahan godaan dari Niko walau kejantanannya sudah mulai mengeras. Ia harus kuat menolak hasrat yang datang. Walau ia sudah bisa berhubungan dengan Dila namun ketertarikannya pada sejenis masih ada.
"Lo udah horny Bara," ucap Niko sensual.
Bara menahan hasratnya tak ingin lepas kontrol berusaha mengingat Dila dan tak ingin mengecewakan sang istri.
Bara melayangkan pukulan ke wajah Niko hingga lelaki itu babak belur. Bara melarikan diri dari kamar mandi dengan gairah yang membara. Ia harus melampiaskan hasratnya dengan cara yang benar dan halal. Dalam mobil Bara menghubungi Dila dan menanyakan keberadaannya.
Flashback End.
"Astagfirullah." Dila melongo. Kaget mendengarkan cerita sang suami. Dila meneteskan air mata karena terharu. Suaminya benar-benar ingin menjadi orang lurus dan normal.
"Kenapa menangis?"
"Aku terharu kamu berhasil menahan godaan untuk tidak berhubungan sesama jenis. Aku tahu tidak mudah untuk straight. Kamu pasti akan mendapatkan banyak ujian. Ini ujian pertama sayang selanjutnya akan ada ujian-ujian lagi. Ujian yang datang akan menjadikan kamu istiqomah dalam hijrahmu. Aku bangga padamu suamiku."
"Ulangi lagi."
"Ulangi apa?"
"Panggil aku suamiku."
"Suamiku." Dila merona merah ketika mengucapkannya.