Jodoh Tak Pernah Salah

Part 248 ~ Penyesalan Bara ( 1 )



Part 248 ~ Penyesalan Bara ( 1 )

1Bara belum bisa move on masih teringat dengan Ranti yang telah dikubur. Air matanya terus menetes bahkan mungkin stok persediaan air matanya sudah habis karena terlalu banyak menangis.     

Bara dan Herman duduk di ruang keluarga seraya memandangi foto Ranti. Mereka masih shock dan tak menyangka jika Ranti telah meninggal. Dila sibuk melayani tamu yang takziah ke rumah. Syukurlah selama hidupnya Ranti selalu berbuat baik sehingga banyak orang yang sangat kehilangannya.     

Bara mengambil album foto dan melihat fotonya dari kecil hingga dewasa bersama Ranti.     

"Ma kenapa cepat sekali tinggalkan kami ma. Kami enggak bisa hidup tanpa mama. Kami tak bisa membayangkan hari-hari kami tanpa mama. Papa sangat terpukul ma. Kenapa mama tinggalkan kami?" Bara kembali meratapi kepergian Ranti. Terserah orang mau berkata apa. Dia cengeng atau bagaimana. Bara hanya menumpahkan perasaan yang ada di hatinya.     

"Bara." Herman memanggilnya. Keduanya saling menguatkan.     

"Ya pa."     

"Walau pada akhirnya papa kehilangan mama kamu setidaknya papa bahagia telah hidup bersama mama kamu hingga akhir hayatnya. Kematian mama adalah takdir yang tak bisa kita hindari dan itu akan terjadi. Kita hanya menunggu waktu. Sekarang mama telah kembali ke pangkuan Tuhan."     

Bara menghapus air matanya. Herman saja sebagai suami berusaha ikhlas, tabah dan tawakal. Kenapa dia tidak?     

"Kehilangan pasangan hidup menjadi kenyataan yang sangat berat bagi papa. Kami sudah bersama selama empat puluh tahun. Saling mengenal selama tiga tahun. Dua tahun pernikahan kami, kamu lahir ke dunia ini Bara. Papa masih ingat bagaimana kami berobat kesana kemari demi mendapatkan kamu. Kami bahkan sampai frustasi belum memiliki anak kala itu. Cibiran dan pertanyaan keluarga membayangi pernikahan kami. Mama bahkan sampai stress kenapa belum hamil kala itu. Akhirnya kami memiliki kamu dan tak pernah punya anak lagi. Kami ditakdirkan hanya memiliki satu anak yaitu kamu. Kepergian mama sangat mendadak, Papa gamang. Hakikatnya ketika kita menikah kita juga harus siap ditinggalkan pasangan kapan pun dan kembali sendiri."     

Bara menyentuh pundak Herman. "Papa."     

"Entahlah Bara sebenarnya jika kamu tanya perasaan papa sekarang, papa yang paling kehilangan cuma papa tidak mau berlarut-larut, tidak ingin membebani dia. Mama mendampingi papa selama empat puluh tahun. Mama istri yang penurut, tidak neko-neko dan berbakti pada suami."     

"Aku tahu pa."     

"Meninggalnya mama kita harus banyak bersabar. Kesabaran dalam menghadapi sebuah musibah adalah salah satu bentuk kebaikan seorang hamba Allah SWT. Ketika ditinggal keluarga tercinta kita tidak boleh mengumbar kesedihan. Apalagi, menyimpan kesedihan tersebut hingga berhari-hari dan menghabiskan harinya dengan menangis. Ini merupakan salah satu contoh ketidaksabarannya dalam menghadapi musibah. Bahkan, bisa saja karena perilaku kita dicatat sebagai dosa bagi diri kita dan almarhumah."     

Bara tertegun menyadari kesalahannya meratapi kepergian Ranti.     

"Maafkan aku pa."     

"Kuatlah nak. Kita disini sama-sama kehilangan cuma jangan menyikapi terlalu berlebihan. Papa tidak menangis lagi bukannya tak sayang mama cuma papa tidak mau membebani mama."     

"Sekali lagi maafkan aku pa. Aku tidak bermaksud untuk membebani mama cuma kepergian mama terlalu mendadak dan membuatku terkejut. Sulit menerima kenyataan."     

"Kematian mama yang mendadak memang membuat kita shock dan kaget, seolah tidak bisa menerima kenyataan dan tidak menerima takdir Tuhan. Kita tidak bisa berlarut-larut Bara. Life must go on, hidup akan terus berjalan. Jangan meratapi kepergian mama. Meratapinya tidak akan membuat mama kembali. Sebagai keluarganya kita hanya bisa mendoakan mama agar bahagia di tempatnya yang baru, mendapatkan ampunan dari Tuhan dan semoga amal ibadah mama diterima di sisi Tuhan."     

Bara kembali menangis tak kuasa mendengar nasehat dari sang ayah. Herman benar tak seharusnya dia meratapi kepergian Ranti jika hanya akan membebaninya. Pesan terakhir Ranti sebelum menghembuskan nafas terakhir mengusik Bara.     

"Pa, mama berkata aku tidak boleh menyimpang lagi dan harus menjadi laki-laki seutuhnya. Apa maksud mama? Waktu itu aku sedang tak bisa berpikir makanya aku hanya mengiyakan ucapan mama." Bara tidak tahu jika Herman sudah sejak dulu tahu jika ia seorang gay.     

"Bara kamu sudah cukup mengerti tanpa perlu papa jelaskan. Egi kekasihmu bukan?" Herman bicara terus terang. Dulu ia hanya diam mengetahui kenyataan jika putra semata wayangnya gay. Bukan tanpa alasan Herman melakukannya. Herman ingin menjaga kesehatan Ranti. Sang istri tak bisa menerima berita buruk. Jika Ranti menerima berita buruk akan berdampak pada jantungnya. Buktinya Egi hanya datang sekali ke rumah, menceritakan hubungannya dengan Bara. Ranti serangan jantung dan kemudian meninggal.     

Bara gemetar, tubuhnya ambruk ke lantai. Wajahnya pucat menyiratkan rasa kaget dan shock.     

"Papa sudah lama tahu jika kamu dan Egi memiliki hubungan. Kalian sudah berhubungan selama bertahun-tahun. Alasan kamu tidak menikah sampai usia kamu 35 tahun adalah Egi dan papa tahu segalanya." Herman bicara jujur tanpa ada yang disembunyikannya. Ranti telah pergi jadi ia tak perlu lagi menjaga rahasia.     

Bara menangis sesenggukan menyadari ialah penyebab kematian Ranti. Hati Bara teremas dan merasa tertohok. Orang tuanya hanya tinggal Herman dan tak mau mengecewakan orang tuanya lagi. Kematian Ranti penyesalan terbesar dalam hidup Bara.     

"Jika papa tahu aku gay sejak lama kenapa diam saja? Tidak melakukan sesuatu?"     

"Jika papa membongkar kamu gay sedari dulu mungkin sudah lama mama meninggal. Papa tahu kamu belum sepenuhnya sembuh dari trauma perkosaan kamu dulu. Psikis kamu sakit Bara. Papa menyembunyikan semua demi mama. Papa tahu tapi pura-pura tidak tahu. Siapa bilang papa diam saja mengetahui kamu gay? Papa selalu berusaha Bara. Kamu pikir Dian menggodamu selama ini tanpa alasan?"     

"Apa?" Bara kaget dan tak percaya jika Dian dan Herman bekerja sama selama ini.     

"Aku meminta Dian menggodamu agar kamu kembali straight. Papa tahu jika Dian mencintai kamu. Papa tidak peduli jika Dian ibu satu anak. Harapan papa cuma satu, kamu normal dan tidak menyukai sesama jenis lagi. Papa alhamdulilah sekali. Tidak peduli siapa pun wanitanya, asal dia bisa membuat kamu straight papa akan merestuinya. Namun Dian gagal melakukan misinya. Kamu tetap saja berhubungan dengan Egi."     

Bara mengusap wajahnya dengan kedua tangannya lalu menjambak rambutnya sendiri. Sebagai anak tunggal ia telah menyakiti dan menorehkan luka di hati kedua orang tuanya. Ranti meninggal karena tahu masa lalunya seorang gay.     

Bara bersujud di kaki sang ayah. "Maafkan aku pa. Aku janji tidak akan mengecewakan papa lagi. Aku bersalah telah menyakiti papa. Aku anak tidak tahu diri. Akulah yang menyebabkan mama meninggal. Aku tahu perbuatanku salah, menyimpang dan dilaknat Tuhan. Aku telah bertaubat pa. Aku tidak akan berbuat dosa itu lagi. Aku berjanji atas nama almarhumah mama. Aku tidak akan mengulangi semua perbuatanku. Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi. Aku tidak akan mengecewakan papa lagi. Aku akan berubah total demi kalian."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.