Jodoh Tak Pernah Salah

Part 304 ~ Berjuang Bersama



Part 304 ~ Berjuang Bersama

3Wajah Clara sumringah mengetahui Egi datang ke kantornya. Biasanya jika Egi datang akan memberitahunya terlebih dahulu. Sikap Egi yang penuh dengan kejutan membuat Clara suka. Dia meminta Wika mengantarkan Egi ke ruangannya. Sudah tak sabar ingin bertemu dengan Egi.     

Mata Egi memendar melihat sekeliling kantor Clara. Kantor itu sangat mewah dengan dinding kaca, memanjakan mata untuk melihat pemandangan kota Jakarta. Satu set sofa mewah berada di tengah ruangan. Disudut ruangan terdapat lemari buku yang sangat mewah. Clara tipe wanita yang suka kemewahan. Barang-barang yang ada dalam ruangannya adalah barang-barang kelas satu. Clara sendiri yang membelinya.     

"Siang Ra," sapa Egi ramah melambaikan tangan. Entah kenapa sikapnya sangat kaku kali ini. Mungkin karena perasaannya telah berubah sehingga dia sedikit gugup dan canggung.     

"Ini bukan siang Gi tapi sudah sore," balas Clara tergelak tawa.     

"Maaf," cicit Egi pelan. "Apa aku mengganggu kamu?"     

"Tidak sama sekali." Clara menggelengkan kepala.     

"Duduk Gi." Clara mengajak Egi duduk di sofa mewahnya.     

"Terima kasih."     

"Kenapa sikap kamu kaku seperti ini?"     

"Apa sikap aku kaku?"     

Clara menggangguk tanpa ragu. Ia melihat ada yang berbeda dari Egi.     

"Apakah yang membawamu sampai datang ke kantorku?"     

"Ra," ucap Egi pelan.     

"Ada apa?"     

"Aku tadi di pergi terapi ke tempat Kamil."     

"Ha..." Clara melongo. "Kenapa pergi sendiri? Kenapa tidak mengajakku?"     

"Aku tahu kamu sibuk, jadi aku ingin pergi sendiri. Waktu pertama kali kita datang kesana kamu sangat kecewa karena keinginanku untuk sembuh tidak ada. Tapi kali ini aku datang sendiri dan keinginanku untuk sembuh sangat besar."     

"Apakah kamu sudah dihipnotis oleh Kamil? Jika sudah bagaimana hasilnya?" Clara sangat penasaran dengan hasil hipnoterapi Egi.     

Terbersit ide jahil di benak Egi. Bagaimana jika ia mengerjai Clara kali ini. Hitung-hitung sebagai hiburan. Tak ada salahnya ia mengerjai wanita yang begitu setia bersamanya.     

"Biasa aja," jawab Egi membuat Clara manyun. Terlihat kekecewaan di wajah cantik wanita itu.     

Egi tersenyum jahil menatap Clara. Wanita itu menundukkan wajah dan tak ingin menatap Egi. Clara sangat kecewa keinginannya membuat Egi straight sepertinya mustahil dan tak mungkin terjadi. Sia-sia perjuangannya selama ini mencintai Egi, namun laki-laki itu tetap saja menjadi pria gay.     

"Biasa saja tapi BOHONG," ucap Egi tergelak tawa.     

Clara berdiri berkacak pinggang merasa kesal karena telah dikerjain.     

"Oh jadi kamu ngerjain aku?"     

"Kalau iya kenapa?" Tanya Egi jahil.     

"Egi kamu benar-benar bikin aku kesel." Clara mencubit pinggang Egi hingga laki-laki itu berteriak kesakitan.     

"Ampun Clara sakit," pekiknya memprotes.     

"Ya kamu yang mulai duluan."     

"Ya, tapi aku seneng ngerjain kamu. Kamu cantik kalau lagi marah."     

"Jangan gombal! Cepatlah ceritakan padaku sebenarnya. Apa yang terjadi ketika kamu menjalani terapi dengan Kamil?"     

Egi kembali duduk di sofa. Ia meminum air mineral yang telah tersedia di atas meja.     

"Jika dari dulu tahu hipnoterapi bisa menyembuhkan penyimpanganku mungkin dari dulu aku sudah menjalani terapi itu," ucap Egi bernapas lega.     

"Egi, aku penasaran gimana terapinya? Apa yang kamu alami dan rasakan?"     

" Mau tahu apa mau tahu banget?" Tanya Egi menggoda.     

"Ya mau tahulah. Masa enggak. Jadi kamu datang kesini buat kasih tahu aku jika kamu udah terapi sama Kamil?" Egi mengangguk.     

"Kamu sih nggak asik banget. Kenapa nggak ajak aku?"     

"Kamu sibuk dan aku nggak mau ganggu. Lagian aku lebih nyaman jika pergi terapi sendiri tanpa ada kamu."     

"Kok gitu?" Ada gurat kekecewaan di wajah Clara.     

"Nyaman aja pergi sendiri. Semuanya udah terlanjur terjadi. Aku udah selesai terapinya."     

"Aku penasaran, apa yang terjadi?"     

Egi bergumam pelan, "Baik-baik saja."     

"Apa yang dilakukan Kamil saat melakukan terapi?"     

"Dia menghipnotis aku dan menggiringku ke alam bawah sadar. Aku merasa terlempar ke masa lalu, tapi aku tidak ingat apa yang terjadi di masa lalu. Sepertinya Kamil telah menghapus kenangan burukku sehingga aku tidak bisa mengingatnya lagi. Bukankah itu yang dikatakan Kamil saat pertama kali kita kesana? Dia akan menghapus semua kenangan buruk yang menyebabkan aku menjadi seorang gay."     

Clara manggut-manggut tanda mengerti. "Aku ingat Kamil pernah mengatakan sebelumnya."     

"Apa yang kamu rasakan setelah melakukan terapi Gi?"     

"Aku merasa lega dan plong. Beban yang ada dihatiku hilang. Aku tak merasa sakit dan kecewa lagi pada Bara. Bahkan jika aku membayangkan sikapku di masa lalu dan hubunganku dengannya, aku merasa malu. Aku kotor Ra. Aku pria yang hina. Aku bahkan jijik membayangkan hubunganku dengan Bara. Kenapa aku bisa menyimpang seperti itu?"     

"Tidak boleh mencela diri sendiri Egi. Yang terpenting sekarang kamu sudah memulai hidupmu yang baru. Lupakan masa lalumu jika kamu seorang gay. Hiduplah menjadi pria normal." Clara menepuk pundak Egi memberikan semangat.     

"Kamu tahu apa yang aku pikirkan ketika Kamil membangunkan aku?"     

Cara mengangkat bahu tidak mengerti apa yang dipikirkan Egi.     

"Aku memikirkan kamu dan aku merasa bersalah telah mengabaikan kamu selama ini. Ra mungkin aku adalah pria yang tidak tahu malu. Mungkin sudah terlambat untuk mengucapkannya, namun lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Kamu adalah satu dari sepuluh wanita yang tetap bertahan dengan laki-laki menyimpang seperti aku. Ra maukah kamu memulainya dari awal?"     

"Mulai dari awal maksudnya?" Ada gejolak di hati Clara. Penantiannya membuahkan hasil. Tak ada yang bisa mendeskripsikan bagaimana bahagianya Clara hari ini.     

"Maukah kamu menjadi pendampingku Clara? Maafkan jika aku lupa membelikan cincin untuk kamu. Aku memang payah." Egi mengumpat dirinya sendiri.     

"Tidak apa-apa. Bisa beli belakangan. Sebelum aku menjawabnya bisakah kamu menjawab pertanyaanku?"     

"Apakah kamu mencintai aku Egi?"     

"Sekarang belum tapi aku pasti akan mencintaimu," ucap Egi jujur. "Bukankah cinta hadir karena sering bersama? Aku ingin bersama dengan kamu berjuang ke arah yang lebih baik. Aku tidak mau menyia-nyiakan wanita sebaik kamu. Mau berjuang dari nol. Aku beruntung dicintai oleh kamu."     

Clara menyentuh tangan Egi, meletakkannya di pipinya.     

"Aku tidak sebaik yang kamu pikir Gi."     

"Aku pun tidak baik Ra. Namun lebih baik kita sama-sama berjuang untuk menjadi orang yang lebih baik. Memperbaiki diri bukankah akan menguntungkan kita?"     

"Kamu benar kita sama-sama memperbaiki diri. Tidak ada yang lebih membahagiakan untukku daripada hari ini. Gi, akhirnya kamu datang dan memintaku untuk hidup bersama. Saat ini adalah saat yang aku nantikan dari dulu. Aku bahagia. Kebahagiaan ini tak bisa aku gambarkan dengan kata-kata."     

Egi dan Clara berpelukan seraya menangis. Mereka menangis bukan karena sedih tapi menangis karena bahagia. Akhirnya hari yang dinanti Clara pun datang. Ia akan merengkuh kebahagiaan bersama Egi. Tidak sia-sia perjuangannya selama ini bertahan demi laki-laki yang ia cintai. Sekarang Egi telah berubah, kembali menjadi pria normal.     

Semoga kebahagiaan ini tidak cepat berlalu dan akan abadi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.