Jodoh Tak Pernah Salah

Part 317 ~ Calon Papa



Part 317 ~ Calon Papa

3Pesawat dari Jakarta telah mendarat di bandara Internasional Minangkabau. Untuk kedua kalinya Alvin menginjakkan kaki di kota Padang. Dia akan tinggal dan menetap bersama Dian. Alvin sangat bahagia, akhirnya Dian membawanya tinggal bersama. Bocah itu berjanji akan menjadi anak yang baik, berprestasi dan melindungi ibunya.     

Seorang pria tua mendatangi Dian ketika keluar dari pintu kedatangan.     

"Maaf dengan Ibu Dian?" Tanyanya sopan seraya mencocokkan foto yang ada ditangannya.     

Dian mengangguk ragu. Darimana Pak tua itu tahu namanya. "Benar Pak. Bapak ini siapa?"     

"Saya Agus buk. Panggil saja Pak Agus."     

"Kenapa Bapak kesini?"     

"Saya ditugaskan Bapak untuk jemput Ibu."     

"Bapak?" Alvin memicingkan mata.     

"Sejak kapan mami punya suami?" Alvin terlihat mencibir ibunya. "Mami sudah nikah diam-diam tanpa sepengetahuan aku ya?"     

"Alvin. Jangan bicara sembarangan." Dian mengintimidasi anaknya.     

"Sini Ibu. Biar saya yang bawa." Pak Agus mengambil koper Dian, namun wanita itu dengan cepat menahannya.     

"Tunggu! Siapa yang perintahkan Bapak untuk jemput kami? Saya tidak pernah meminta seseorang untuk datang menjemput." Dian butuh penjelasan.     

"Saya dikirim Bapak G," ucap Pak Agus membuat Dian naik darah.     

"Bule sialan itu. Apa mauny?" Dian mengumpat keras.     

"Siapa bule sialan itu mami?"     

"Jangan banyak tanya Alvin, mami lagi marah."     

"Iya aku tahu mami marah. Sebagai bodyguard mami aku harus tahu siapa pria yang sedang dekat dengan mami."     

"Jangan banyak bicara. Pak Agus silakan pulang. Tidak perlu mengantar kami. Saya bawa mobil. Kebetulan parkir di bandara."     

"Tapi kata Pak G Ibu harus pulang diantar saya."     

Dian menghembuskan napas dengan kasar lalu menariknya lagi, Dadanya mau meledak tak kuat menahan emosi atas ulah G. Beraninya bule sialan itu memerintahkan seorang pria tua menjemputnya seolah-olah dia adalah suaminya. Bule tidak tahu diri!     

Dian ingin marah namun Pak Agus tidak salah. Dia hanya menjalankan perintah atasannya.     

"Pak bilang pada G. Saya tidak mau dijemput. Saya bawa mobil." Dian menarik tangan Alvin meninggalkan Pak Agus.     

"Ibu tunggu!" Pak Agus mengejar Dian. Wajah Pak Agus mendadak cemas dan pucat. Ternyata dugaan bosnya benar Dian akan menolak diantar ke rumah.     

"Kenapa Bapak pucat?" Dian mendadak kasihan pada Pak Agus.     

"Ibu saya baru dapat pekerjaan setelah dipecat dari perusahaan lama. Saya ditugaskan jadi sopir pribadi Ibu. Jika Ibu tidak pulang sama saya maka saya akan dipecat sama Pak G," ucap Pak Agus dengan wajah memelas minta dikasihani. "Kalau saya tidak kerja bagaimana makan anak dan cucu saya?"     

Dian geram, G memanfaatkan orang lemah untuk mengancamnya. Tentu Dian kasihan pada Pak Agus jika ia dipecat. Bisa-bisa keluarga Pak Agus tak makan.     

Dian ternganga, ingin sekali memaki G dan mengatainya. G benar-benar licik dan tahu bagaimana cara meluluhkan hatinya. Hati Dian tersentuh, mau tidak mau ia harus mau diantarkan Pak Agus pulang.     

Sebenarnya itu hanya alasan Pak Agus. G tidak akan memecatnya, tapi akan memberikannya bonus jika berhasil menjemput Dian di bandara.     

"Baiklah Pak. Antar kami pulang," ucap Dian pada akhirnya.     

"Syukurlah mami masih punya hati." Alvin mengelus dadanya lega. Dian tak mempertahankan egonya.     

Pak Agus membantu Dian dan Agus memasukkan koper ke dalam bagasi. Dian memberi tahu alamat rumahnya pada Pak Agus.     

"Mami hutang penjelasan sama aku," ucap Alvin ketika mereka di atas mobil.     

"Nanti mami cerita di rumah." Dian berjanji.     

Satu jam perjalan mereka akhirnya sampai di depan rumah Dian. Pak Agus kembali membantu Dian mengeluarkan bagasi.     

"Bapak boleh pergi," usir Dian secara halus.     

"Kata Pak G saya jadi sopir pribadi Ibu."     

"Bapak pulang saja. Aku jamin bule sialan itu tidak akan memecat Bapak."     

"Kok bule sialan Ibu? Bapak G bilang Ibu calon istrinya. Katanya saya harus jemput calon istri dan calon anaknya."     

Dian hampir mau pingsan mendengar cerita Pak Agus. G benar-benar tidak tahu malu. Berani sekali mengklaim sebagai calon suaminya. Sialan!     

Pak Agus akhirnya pergi setelah Dian memberikan garansi. Dia akan memberikan pekerjaan jika G memecatnya. Dian mengambil smartphone menelpon G.     

:telephone_receiver: "Hai sayang sudah sampai di rumah bersama calon anakku?" Sapa G ramah tak tahu malu.     

:telephone_receiver: "Brengsek. Jangan panggil aku sayang. Aku bukan kekasihmu. Beraninya kau mengumpan pria tua untuk memaksaku, bahkan kau mengancam akan memecatnya jika aku menolak diantar pulang."     

G memicingkan mata. Sejak kapan ia akan memecat Pak Agus jika tidak bisa mengantarkan Dian dan Alvin pulang? G tergelak tawa, Pak Agus menggunakan siasatnya agar Dian mau diantar pulang. Pak Agus mendramatisir keadaan agar mendapatkan bonus. G tidak salah mempekerjakan orang. Pria tua itu pandai memanipulasi orang.     

:telephone_receiver: "Sayang jangan marah-marah. Nanti tensi darahmu tinggi. Aku hanya ingin memastikan calon istri dan anakku selamat sampai rumah. Apa kalian sudah sampai rumah?" G berbasa-basi padahal ia sudah dapat laporan dari Pak Agus.     

Dian berkacak pinggang memasang wajah gelap dan menakutkan. Sayangnya G tak bisa melihat karena mereka teleponan bukan video call.     

:telephone_receiver: "Darimana kau tahu jika pesawat kami akan mendarat? Kau tahu aku punya anak?"     

:telephone_receiver: "Uang mempermudah segalanya sayang. Aku hanya kasih uang, mereka memberikan aku informasi," ucap G sombong.     

:telephone_receiver: "Kau benar-benar menyebalkan. Aku benci padamu."     

:telephone_receiver: "Benci jadi cinta nantinya sayang." G semakin tertantang menaklukkan Dian. Dimata G, Dian sangat cantik ketika marah. Auranya terpancar ketika marah dan membuatnya terhipnotis.     

Dian sangat berbeda dengan para wanita yang pernah ia temui. Sikap jual mahal, jutek dan arogan Dian membuatnya gemas. Secara naluriah G ingin melindungi Dian dan Alvin.     

:telephone_receiver: "Bilang pada anakmu jika aku calon papanya."     

:telephone_receiver: "Jangan mimpi bule sialan." Dian mengumpat. "Aku tidak sudi anakku punya ayah seperti kamu."     

:telephone_receiver: "Aku lebih baik daripada ayah biologis Alvin. Jangan seperti itu sayang. Tahan energimu. Marah-marah membuat energi terkuras. Aku tidak mau kamu capek. Beristirahatlah, nanti pertemukan aku dengan calon anakku."     

:telephone_receiver: "Damn it." Dian mematikan telepon.     

Dian melemparkan smartphonenya ke atas sofa. Marah-marah pada G menguras energinya. Dian terduduk di sofa mengusap wajahnya.     

"Mami ayo cerita!" Alvin berpangku tangan.     

"Dia cowok yang naksir sama mami. Dia rekan bisnis mami dan om Bara."     

Dian menceritakan awal pertemuannya dengan G. Alvin tertawa terpingkal-pingkal tak kuasa melihat kekesalan maminya. Seumur-umur baru kali ini Dian dibuat tengsin sama seorang cowok.     

"Kalo dia pria baik dan mami juga cinta, aku merestui mami. Sudah saatnya mami bahagia," ucap Alvin sendu. "Jika mami menikah jangan pernah lupakan aku."     

Dian mengelus pipi Alvin. Ibu dan anak itu menangis.     

"Mami belum kepikiran buat menikah. Mami ingin menebus waktu yang hilang karena mengabaikan kamu."     

"Mami. Aku sayang mami."     

"Mami sangat mencintai kamu nak."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.