Part 319 ~ Dendam Dian
Part 319 ~ Dendam Dian
"Pergilah. Jangan jauh-jauh Alvin." Dian memberikan izin sekaligus mengingatkan.
Anak remaja itu segera turun ke bawah meninggalkan Dila dan Dian.
"Anak itu sudah dewasa sebelum waktunya," ucap Dila setelah Alvin pergi.
"Kamu benar Dila dan aku merasa bersalah padanya."
"Merasa bersalah telah mengabaikannya selama ini?" Dila ingin tahu isi hati Dian.
"Ya. Aku merasa bersalah. Jika tidak ada kak Fatih mungkin aku masih membenci anak itu sampai sekarang."
Dila mendongak ketika Dian membahas Fatih. Untung saja perasaannya telah berubah pada Fatih jika tidak mungkin ia akan terbakar api cemburu.
"Aku senang mendengarnya Dian. Sudah seharusnya kamu memberikan kasih sayangmu pada Alvin. Anak itu tidak bersalah dan dia tidak pernah meminta dilahirkan."
"Kamu benar dan aku salah." Dian menunduk menyesali perbuatannya.
"Seandainya CEO Harapan benar-benar pria itu apa yang akan kamu lakukan?" Dila ingin tahu apa yang Dian rencanakan sebelum menunjukkan foto Zico.
"Tentu saja membuat perhitungan dengannya," jawab Dian emosional.
"Seharusnya bajingan itu mendapatkan hukuman dan di penjara. Namun uang dan kekuasaan orang tuanya membuatnya lepas dari jerat hukum, Bajingan itu mengkambinghitamkan anak buahnya dan melempar tanggung jawab. Aku sakit Dila. Kesaksianku kala itu diragukan oleh hakim karena aku mengalami gangguan mental. Tak ada yang lebih menyakitkan daripada itu. Dia telah melemparkan aku di titik terendah dalam hidupku. Dia memperkosaku. Aku kehilangan masa remaja dan kehilangan masa depan. Aku mengalami trauma dan gangguan mental akibat pemerkosaan itu. Aku tidak mendapatkan keadilan Dila. Kesaksianku di pengadilan dimentahkan oleh hakim karena beranggapan aku dan Bara gila dalam kondisi yang tidak baik. Orang tua Zico menghalalkan segala cara untuk membebaskan anaknya."
"Setelah dia melakukan kejahatannya pada kami, dia bahkan bisa hidup dengan tenang. Dia tidak di penjara. Tak adakah yang lebih sakit daripada ini? Di pengadilan bahkan dia bisa menang. Kami kalah dipengadilan. Jika penegak hukum tidak memberikan keadilan wajar jika hukum rimba terjadi," ucap Dian emosional dengan mata memerah.
"Yang sangat aku benci. Orang tua bajingan itu malah melindunginya dan bahkan mereka memanipulasi keadaan. Psikis kami dijadikan alasan kami lupa dengan pemerkosa kami yang sebenarnya sehingga yang menjalani hukuman atas kejahatan Zico bukan dia tapi orang lain."
Dila mendekati Dian dan memeluknya dengan erat. Sesama wanita tentu ia merasakan apa yang Dian rasakan. Dila saja merasa sakit diperkosa oleh Bara. Nasibnya masih beruntung diperkosa suami sendiri sementara Dian berbeda.
Dila memberikan smartphone pada Dian menunjukkan fotonya bersama Zico setelah selesai meeting. Tangan Dian gemetar dan air matanya jatuh mengenai smartphone Dila. CEO Harapan benar-benar Zico, laki-laki yang telah memperkosanya dan membuat Alvin lahir ke dunia ini. Dian terbakar amarah dan emosinya meledak-ledak.
Dian berusaha tegar, menyeka air mata dan membusungkan dada. Menyiapkan rencana untuk membalas Zico.
"Dian sebelum kamu melakukan semuanya. Aku mohon pikirkan dengan baik kata-kataku. Ingat kamu sudah punya anak. Pikirkan dengan matang. Jangan pernah terbawa emosi. Ingatlah Alvin sangat membutuhkan kamu, Kalian baru saja melewati badai besar. Jika kamu gegabah dalam membalas Zico yang akan menjadi korban Alvin. Dia tidak bersalah bahkan anak itu juga korban dari Zico."
"Aku mengerti Dila."
"Baguslah jika kamu mengerti. Aku tahu tidak mudah bagi kamu melewati semua ini. Kamu wanita hebat dan aku bangga padamu."
"Tetap saja aku harus menuntut keadilan Dila. Dia telah merampas masa remaja dan menorehkan luka yang dalam padaku dan Bara. Ini tidak mudah untukku. Aku tidak ingin mati sebelum membalas dendam pada dia. Setidaknya dia merasakan apa yang aku rasakan."
"Jangan membunuhnya Dian. Aku tak ingin Alvin dicap anak seorang pembunuh."
"Mati terlalu mudah untuk dia Dila. Aku akan menyiksa dia seperti dia menyiksaku dulu," ucap Dian berapi-api. "Bukankah di dalam penjara pelaku pemerkosaan yang paling hina dan disiksa sipir penjara? Bahkan aku ingin memotong kemaluannya."
Bulu kuduk Dila sampai merinding mendengar kata-kata tajam Dian. Wanita bisa lebih kejam ketika disakiti. Pemerkosaan salah satu hal terburuk dan terberat yang dialami perempuan. Selain luka fisik, korban pemerkosaan membawa luka batin yang membutuhkan waktu untuk sembuh. Kondisi dan dampak korban pemerkosaan berbeda satu sama lain, umumnya korban akan merasa takut, cemas, panik dan syok. Para korban pemerkosaan, kerap kali kehilangan kepercayaan diri dan merasa bersalah, tidak jarang korban pemerkosaan menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi. Penderitaan korban pemerkosaan makin lengkap jika ia hamil akibat pemerkosaan yang dialami. Wajar saja korban pemerkosaan sangat membenci pelaku yang telah memperkosanya.
Dila tak bisa menyalahkan Dian kenapa begitu membenci Zico dan ingin membalas dendam. Jika ia di posisi Dian belum tentu ia kuat dan tegar seperti Dian. Wajar saja jika Dian menuntut keadilan karena saat kasus penculikan dan pemerkosaan itu naik ke meja hijau Zico dinyatakan tidak bersalah dan melemparkan kesalahan pada anak buahnya. Kesaksian Bara dan Dian tak dipercayai oleh hakim karena mereka mengalami gangguan mental. Bagaimana mereka tidak sakit? Mereka korban namun kesaksian mereka tidak dipercayai oleh majelis hakim.
"Apa rencanamu?"
"Aku belum tahu Dila. Mungkin aku akan menunjukkan wajahku padanya terlebih dahulu. Aku ingin tahu reaksinya."
"Kamu dan Bara bisa datang saat launching nama baru rumah sakit."
"Selama ini kamu bertemu dengannya apakah kamu tidak takut dengan dia?"
"Dia tak punya alasan untuk menyakitiku. Lagian aku lihat dia tak seburuk itu. Mungkin pertambahan usia membuatnya berubah. Maaf jika aku salah dalam menilainya."
Dian tersenyum kecut. "Wajar saja penilaianmu dan aku berbeda. Kamu bertemu dengan dia dengan kondisi dan suasana yang berbeda. Aku paham Dila."
"Maafkan aku Dian jika kata-kataku menyinggung perasaanmu."
"Apakah kamu sudah menunjukkan foto Zico pada Bara?"
"Belum," jawab Dila cepat.
"Kenapa?"
"Dia sedang menyelesaikan pekerjaannya di Dharmasraya. Aku tidak ingin mengganggu pikirannya. Hal yang berkaitan dengan masa lalunya akan membuatnya kesal. Aku ingin berkata jujur, apa aku boleh mengatakannya?"
"Apa yang ingin kamu katakan?"
"Segala sesuatu ada hikmahnya Dian. Mungkin jika tidak ada pemerkosaan itu mungkin kamu tidak akan sekuat dan setangguh sekarang. Jika tak ada pemerkosaan itu mungkin Bara tidak akan menyadari kesalahannya. Dia punya andil atas kejadian yang menimpanya. Bara terlalu usil dan suka menjahili orang sehingga seorang gadis nekat bunuh diri karena perbuatannya."
"Kamu benar, tapi cara Zico juga salah," jawab Dian ketus.
"Terima kasih atas informasinya Dila. Aku pamit dulu."
"Hati-hati di jalan."