Jodoh Tak Pernah Salah

Part 327 ~ Telepon Nyai Saleh



Part 327 ~ Telepon Nyai Saleh

1Dian sibuk membereskan barang-barang Alvin. Ia sedang merapikan pakaian Alvin dan menaruhnya dalam lemari. Sudah dua hari ini Alvin bersekolah dan ia dengan cepat beradapatasi. Dian sangat bahagia ternyata anak yang tak pernah ia inginkan kelahirannya menjadi pelipur lara baginya.     

Dian jadi menyesal karena dulu mengabaikan anaknya. Dian pernah memukul perutnya ketika hamil agar anak itu gugur namun usahanya tidak pernah berhasil. Dian melahirkan Alvin saat berumur enam belas tahun. Ia harus melahirkan anak tanpa didampingi suami. Mentalnya pun belum menerima akan menjadi seorang ibu. Alvin lahir melalui proses operasi SC. Pinggul Dian terlalu sempit untuk melakukan persalinan normal.     

Ketika Alvin lahir Dian bahkan tak mau menyentuh dan melihat wajahnya. Psikologis Dian masih terganggu sehingga Alvin kecil tak pernah mencicipi asi ibunya. Payudara Dian tak menghasilkan asi saking stressnya. Asti langsung mengambil alih Alvin dan menganggapnya seperti anak sendiri. Keluarga Dian memutuskan memberi Alvin identitas sebagai adik Dian agar gadis itu tidak trauma berkepanjangan.     

Gara-gara kejadian pemerkosaan yang terjadi padanya keluarga Dian pindah rumah ke tempat yang jauh sehingga tak ada tetangga mereka yang tahu. Mereka tak mau mendengarkan gosip para tetangga yang merasa miris dengan nasib Dian.     

Dering smartphone menghentikan kegiatan beres- beres Dian. Wanita cantik itu mengambil smartphone.     

Nyai Saleh Calling....     

"Kenapa nyai Saleh nelpon aku?" Dian kebingungan. Bukankah urusannya dengan pesantren Al Jadid sudah selesai. Sejuta tanya bergelayut di benak Dian.     

:telephone_receiver: "Assalamualaikum nyai," sapa Dian ramah seperti biasanya.     

:telephone_receiver: "Walaikumsalam Dian. Bagaimana kabarnya?" Balas nyai Saleh tak kalah ramah.     

:telephone_receiver: "Alhamdulilah sehat nyai. Nyai dan kyai gimana? Sehat?"     

:telephone_receiver: "Alhamdulilah sehat juga. Bagaimana keadaan Alvin?"     

:telephone_receiver: "Alvin baik nyai. Dia sudah bersekolah disini. Dia cepat beradaptasi dengan teman-temannya."     

:telephone_receiver: "Syukurlah kalo begitu. Kami sangat kehilangan Alvin."     

:telephone_receiver: "Insya Allah nyai jika kamu pulang ke Bandung akan singgah ke pesantren."     

:telephone_receiver: "Dian masih ingat dengan Ibu Lona?"     

:telephone_receiver: "Yang mana nyai?" Dian berusaha mengingat namun tak ingat siapa Lona.     

:telephone_receiver: "Itu lo. Ibu yang ada di ruangan kami ketika Dian mengurus administrasi kepindahan Alvin."     

:telephone_receiver: "Ah iya nyai. Aku ingat," balas Dian bersemangat.     

:telephone_receiver: "Sebenarnya nyai enggak mau ngomong ini sama Dian tapi nyai selalu dihantui mimpi sejak tahu siapa dia."     

:telephone_receiver: "Lalu apa hubungannya denganku?"     

:telephone_receiver: "Erat sekali dengan Dian hubungannya."     

:telephone_receiver: "Ada apa sebenarnya nyai? Jangan berputar-putar." Dian tak sabaran ingin mengetahui kebenarannya.     

:telephone_receiver: "Sebenarnya….." Nyai Saleh berusaha untuk bicara.     

:telephone_receiver: "Sebenarnya apa nyai?" Dian menanti tak sabaran. Perasaaannya jadi tidak enak.     

:telephone_receiver: "Dia mengaku sama kami jika dia nenek Alvin dari papanya," ucap nyai Saleh bak petir di siang bolong.     

Dian terhenyak dan tak percaya dengan apa yang didengarnya. Jika nenek Alvin dari pihak papanya berarti yang ia temui waktu itu adalah ibunya Zico?     

:telephone_receiver: "Dian apa masih disitu?" Pekikan nyai Saleh dari telepon terdengar jelas.     

:telephone_receiver: "Iya nyai masih," balas Dian masih shock. Tubuhnya membeku dan wajahnya pias.     

:telephone_receiver: "Dia ngaku sama nyai?"     

:telephone_receiver: "Kenapa dia yakin jika Alvin adalah cucunya."     

:telephone_receiver: "Ibu Lona yakin karena Alvin sangat mirip dengan anaknya yang bernama Zi..." Nyai Saleh mencoba mengingat. "Zico."     

Tubuh Dian makin lemas seolah tak berdaya. Siapa sangka dibelakangnya, Zico dan ibunya telah mengetahui keberadaan anaknya. Dian merasakan sinyal bahaya jika mereka akan merebut Alvin. Sampai kapan pun Dian tidak akan membiarkan mereka mengambil Alvin dari sisinya. Dian yang hamil dalam kepayahan dan banting tulang mencari nafkah. Tidak akan dibiarkannya Zico maupun ibunya mengambil Alvin.     

:telephone_receiver: "Apa dia tidak salah orang nyai? Asal mengaku saja?" Dian mencoba menepisnya jika orang itu bukan ibunya Zico.     

:telephone_receiver: "Tidak Dian. Ibu Lona cerita jika beliau sudah melakukan tes DNA pada Alvin. DNA Alvin cocok dengan anak beliau."     

:telephone_receiver: "Apa?" Dian berteriak histeris hingga membuat nyai Saleh kaget.     

:telephone_receiver: "Kapan mereka melakukannya?" Tubuh Dian menggigil dan gemetar.     

:telephone_receiver: "Nyai enggak tahu. Beliau hanya cerita begitu saja jika telah melakukan tes DNA. Bahkan ayah biologis Alvin pernah datang ke pesantren menemui Alvin walau pun menyamar. Mereka donator tetap di pesantren Dian."     

:telephone_receiver: "Apa?"     

Sekali lagi Dian mendapatkan pukulan telak dan ditusuk dari belakang. Bahkan bajingan itu menemui Alvin tanpa sepengetahuannya. Zico benar-benar bajingan dan ingin cari mati. Amarah Dian memuncak. Dian tidak akan tinggal diam jika Zico berani mendekati anaknya.     

:telephone_receiver: "Ibu Lona juga cerita jika..." Nyai Saleh ragu untuk mengatakannya.     

:telephone_receiver: "Jika apa nyai?" Dian sangat penasaran dan menunggu jawaban.     

:telephone_receiver: "Zico mengalami depresi setelah memperkosa kamu."     

:telephone_receiver: "Dia berbohong nyai," balas Dian beruraian air mata.     

:telephone_receiver: "Nyai tidak tahu dia benar apa tidak. Beliau hanya mengatakan itu pada nyai. Kami tidak mempercayai ucapannya namun beliau berani bersumpah di atas Alquran jika dia bicara jujur."     

:telephone_receiver: "Lalu apa tujuan mencari Alvin nyai? Apakah dia bilang?"     

:telephone_receiver: "Katanya dia mau memperbaiki semuanya. Meminta maaf padamu karena telah menyakitimu."     

:telephone_receiver: "Ibunya tidak perlu melakukan itu," jawab Dian tegas.     

:telephone_receiver: "Ibu Lona merasa gagal mendidik anak. Itu katanya."     

Jantung Dian terasa diremas dan sesak mendengar cerita nyai Saleh barusan. Setelah lima belas tahun berlalu kenapa bajingan itu kembali muncul di hadapannya. Dian tak bisa terima dan akan membuat perhitungan dengan Zico.     

:telephone_receiver: "Beliau juga bilang ingin Alvin tahu jika dia neneknya. Beliau tidak punya cucu selain Alvin. Makanya beliau sangat ingin Alvin tahu siapa dia. Nyai tak tahan ingin cerita sama Dian."     

:telephone_receiver: "Terima kasih nyai telah memberi tahu aku." Bulir air mata jatuh ke pipi Dian. Rasanya sangat sakit dan pedih ditusuk seperti ini.     

Dian dan nyai Saleh mengakhiri sesi telepon. Dian menggenggam smartphone dengan kuat. Ia marah dan emosinya meledak-ledak. Beraninya Zico mendekati putranya. Setelah semua yang pria itu lakukan padanya seenaknya mendekati Alvin dan ingin diakui sebagai ayah.     

Dian mengambil sweater dan kunci mobil. Dian pergi dari rumah tanpa memberi tahu Alvin. Dian sangat sakit hati dan ingin menyudahi semuanya.     

Dian datang ke rumah sakit menemui Zico. Namun ketika Dian sampai di depan ruangan Zico, sekretaris Zico melaranganya masuk jika tak ada janji. Fahmi menarik tangan Dian agar tak memaksa masuk. Namun Dian cepat menepis tangannya bahkan Dian menarik tangan Fahmi dan membantingnya. Pria itu keok dengan tubuh remuk mendapat serangan.     

Dian mendobrak pintu kasar hingga membuat Zico kaget dan berdiri melihat siapa yang berani masuk ke ruangannya tanpa permisi.     

"Brengsek kau," maki Dian ketika masuk ke ruangan Zico.     

"Di- Dian," ucap Zico pelan karena kaget.     

Dian mendekati Zico dan mencengkram lehernya. Zico merasakan sesak napas namun tidak mau melawan ibu dari anaknya. Walau bagaimana pun Dian berhak marah dan membencinya.     

"Ke-kenapa kamu datang?" Tanya Zico dengan bibir gemetar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.