Jodoh Tak Pernah Salah

Part 342 ~ Zico Bertemu Alvin



Part 342 ~ Zico Bertemu Alvin

1"Berapa kali aku bilang sama mami? Jangan temui Alvin dulu. Sikap mami yang enggak sabaran bisa memperburuk keadaan." Zico tak dapat menahan amarahnya.     

"Zi..." Mata Lona berkaca-kaca tak siap dimarahi anaknya. Lona sadar jika dia salah namun keinginan untuk bertemu cucunya sangat besar. Lona tak bisa memendam kerinduan pada Alvin.     

Rasa sayang pada Alvin telah tercurah. Cucu yang sangat ia nantikan telah lahir ke dunia.     

"Mi. Tindakan mami menemui Alvin tadi bisa jadi bumerang buat aku. Aku dan Dian baru saja bertemu. Dian memukul aku seperti ini karena dia tidak ingin aku merebut anaknya. Mami tidak bisa menahan sebentar kerinduan pada Alvin. Kita perbaiki dulu hubungan kita sama Dian. Jika hubungan kita sama Dian sudah baik, untuk bertemu Alvin akan lebih mudah. Mami bisa temui Alvin kapan saja. Bahkan kita bisa membawa Alvin pergi liburan bersama. Mami sangat ceroboh. Hati Dian sekeras batu tak semudah itu kita cairkan." Zico menggeram kesal.     

Ingin rasanya melemparkan barang-barang yang ada di depan matanya namun ia urungkan. Zico tak mau menyakiti ibunya dan jadi anak durhaka. Sudah cukup hubungan mereka buruk di masa lalu. Sudah saatnya ia dan mami berbaikan.     

"Maafkan keteledoran mami Zi." Lona menyesali perbuatannya.     

Zico luluh melihat air mata Lona. Dia mendekati Lona dan memeluk sang mami.     

"Lain kali jangan lakukan lagi mami. Ketidak sabaran mami akan mempersulit kita. Dian tak semudah itu memaafkan aku."     

"Iya Zi. Maafkan mami," balas Lona terisak.     

"Ya sudah mami istirahat." Zico menepuk pundak Lona.     

Lona pun pergi beristirahat ke kamar. Sementara itu Zico merasa pusing. Satu masalah lagi telah timbul. Jika Dian sampai tahu Lona menemui Alvin perempuan itu semakin membencinya.     

Zico melamun cukup lama. Dering smartphone mengalihkan pandangannya. Zico melihat layar smartphone. Nomornya tidak tersimpan di ponselnya. Siapakah yang meneleponnya? Zico memicingkan mata. Angkat atau tidak. Zico menaruh smartphone tak mau mengangkat telepon. Namun dering smartphone semakin sering, terpaksa Zico mengangkatnya.     

"Bisa kita ketemu om?" Zico mengenali suara itu.     

Mata Zico berkaca-kaca merasa terharu karena Alvin menghubunginya.     

"Darimana kamu dapat nomor telepon papi?" Zico tak sadar memanggil dirinya papi.     

"Itu tidak penting om. Aku akan sharelock dimana kita ketemu. Ada yang ingin aku bicarakan."     

"Baiklah," ucap Zico menangis haru.     

Telepon dimatikan Alvin.Tak lama kemudian masuk sebuah pesan dari anak itu. Zico mengambil kunci mobil dan pergi ke tempat yang ditunjuk Alvin.     

Zico berhenti pada sebuah kafe kopi kekinian yang lagi hits di Kota Padang. Kafenya sangat ramai. Anak-anak ABG banyak nongkrong disana. Zico memendarkan pandangan melihat sekeliling. Dia tersenyum manis melihat Alvin duduk dekat bartender. Bocah itu masih memakai seragam sekolah.     

"Alvin," panggil Zico girang. Ada kehangatan yang menjalar di dalam hatinya. Akhirnya sang anak mengetahui siapa dia.     

"Sudah datang om?" Alvin bersikap dingin. Bocah itu menatap Zico dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wajah ayahnya sangat mirip dengannya. Mereka seperti anak kembar beda usia. Pantas saja maminya sangat trauma. Wajahnya mengingatkan sang mami dengan pelaku pemerkosaannya.     

Zico tersenyum sikap dingin Alvin sangat mirip dengannya.     

"Duduk om." Alvin mempersilahkan Zico duduk. Anak itu tak mau memanggil Zico dengan sebutan papi.     

"Ada apa?" Zico tak bisa berbasa-basi.     

"Kenapa om? Tidak senang melihatku?"     

"Bukan." Bantah Zico cepat.     

"Lalu apa?"     

"Papi merasa kamu tidak nyaman," jawab Zico membuat Alvin kaget.     

"Ke-kenapa om bisa tahu?" Alvin kaget Zico mengetahui isi hatinya.     

"Tentu saja tahu. Ekspresi wajahmu menyiratkanya."     

"Baiklah om."     

"Darimana kamu tahu nomor telepon papi?" Zico tetap memanggil dirinya papi walau Alvin memanggilnya om.     

"Dari oma. Beliau menemuiku. Aku tidak bisa basa basi. Kenapa om baru datang sekarang?"     

"Kenapa kamu tanyakan itu?" Mata Zico berkaca-kaca. Entah kenapa hatinya gerimis mendapatkan pertanyaan itu.     

"Jika om memang sudah berubah seharusnya om datang dari dulu pada mami. Mami terlalu banyak menderita karena om. Bertanggung jawab atas perbuatan om. Kehadiranku menambah beban buat mami." Alvin menangis terisak-isak.     

"Seharusnya aku tidak lahir sehingga mami tidak trauma dengan kejadian itu."     

Zico memeluk Alvin namun bocah itu melepaskan pelukan Zico.     

"Kamu tidak salah. Papilah yang salah. Kamu tidak pernah minta dilahirkan. Papi yang salah disini. Papi harap kamu tidak membenciku," Zico pun menangis. Untuk pertama kalinya ayah dan anak bertemu dengan suasana haru.     

"Kenapa kemarin datang ke pesantren memyamar?"     

"Itu...…" Zico tergagap dan tak bisa menjawab.     

"Takut aku mengenali om dan menebarkan kebencian?" Lanjut Alvin sinis.     

Tenggorokan Zico pahit dan tercekat. Tak bisa berkata-kata. Ucapan Alvin sangat menohok di hatinya. Anak itu terlalu dewasa untuk anak umur empat belas tahun.     

"Maafkan papi Alvin." Tiba-tiba Zico jadi cengeng.     

"Sudahlah om. Tidak perlu minta maaf padaku. Om bersalah pada mamiku bukan aku. Mami sudah banyak menderita karena om. Sudah selayaknya mami mendapatkan banyak cinta. Aku harap om jangan mengusik kami. Lupakan kami. Bilang sama oma jangan temui aku lagi. Aku lebih sayang mami daripada kalian."     

"Begitu besarkah kebencian kamu pada papi?"     

"Aku membenci orang yang menyakiti mamiku. Tidak akan aku biarkan om dan ibu om datang di hidup kami. Biarkan kami bahagia. Biarkan mami bahagia dengan kehidupannya. Selama lima belas tahun om menghilang. Menghilanglah jangan menampakkan diri lagi."     

"Sebesar itukah kebencian kamu pada papi?" Napas Zico sesak anak kandungnya malah membencinya. Mungkin ini balasan Tuhan atas kejahatannya.     

"Aku tidak benci om. Tapi aku tidak ingin melihat mami sedih dan depresi lagi. Kedatangan om sinyal buat mami. Mami merasa om akan mengambil aku. Jadi jangan perlihatkan wajah om lagi di depan kami."     

"Kenapa Alvin?"     

"Aku tahu bagaimana aku dilahirkan," jawab Alvin tegas. Matanya juga berkaca-kaca. Sebenarnya tak ingin mengatakannya tapi demi maminya Alvin harus bicara.     

Bugggg...…jantung Zico terasa diremas dan ditusuk. Pantas saja anak itu membencinya ternyata Dian menceritakan dengan jujur. Zico pikir Dian akan cerita bahwa dia hamil diluar nikah dan kekasihnya meninggalkannya. Dugaan Zico salah. Dian sangat jujur. Pantas saja Alvin begitu melindungi ibunya.     

"Papi datang bukan untuk merebut kamu dari mami. Papi hanya ingin meminta maaf pada mamimu. Maafkan papi jika baru mengetahui kamu beberapa bulan ini. Jika bukan oma yang memberi tahu mungkin papi tidak tahu kamu ada."     

Alvin tertawa miris melihat sang ayah.     

"Karena om tidak bertanggung jawab makanya mami sangat membenci om."     

"Tidak bisakah kamu memanggil aku papi? Aku ini ayahmu nak."     

"Aku hanya anak mamiku. Aku tidak punya papi."     

"Tak adakah kesempatan buat papi?" Hati Zico sakit mendapatkan penolakan dari anaknya. Dan ini lebih sakit daripada dicap pria mandul.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.