Part 348 ~ Launching Rumah Sakit ( 1 )
Part 348 ~ Launching Rumah Sakit ( 1 )
Dila datang bersama Pak Irwan dan rekan-rekan di kantor karena pada sebelum launching Zico dan Pak Irwan akan menandatangani PKS. Kerja sama ini sangat penting bagi bank MBC karena ini lahan bisnis basah buat bank mereka.
Dila senang sekaligus deg-degan. Zico mengundang pejabat daerah seperti walikota, gubenur, anggota dewan. Dila sangat yakin jika Bara dan Dian akan datang. Momentum ini sangat dinantikan Bara untuk bertemu dengan si bajingan yang telah menghancurkan masa depan Bara dan Dian.
Dila, Pak Irwan dan Zico memasuki gedung baru rumah sakit. Panitia sedang sibuk mempersiapkan acara jam sembilan nanti.
"Dengan hormat kami meminta Bapak Irwan Budiatama selaku kepala cabang bank MBC cabang utama naik ke atas panggung untuk menandatangani PKS dengan rumah sakit Harapan Indah atau yang dikenal dengan nama lama rumah sakit Harapan." Niken sebagai MC memandu acara.
Pak Irwan naik ke atas panggung. Melihat sekeliling memberikan hormat pada Zico.
"Kami juga mempersilahkan Bapak Arzico Aditia selaku pemilik rumah sakit Harapan Indah untuk naik ke atas panggung menandatangani PKS dengan bank MBC capem cabang utama Padang."
"Bapak Irwan silakan berdiri disisi kanan dan Bapak Zico disisi kiri. Silakan dibaca PKSnya sebentar untuk dikoreksi apakah masih ada kesalahan."
Pak Irwan dan Zico mengambil PKS yang ada di atas meja dan membacanya sekilas. PKS dicetak 2 buah. Satu untuk bank MBC dan satunya untuk rumah sakit Harapan Indah.
"Dengan mengucapkan bismillah. Silakan Pak Irwan ditandatangani." Niken memandu Pak Irwan.
Pak Irwan mengambil pena lalu menandatangani PKS itu. Satu milik MBC dan satunya milik Harapan Indah.
"Silakan Pak Zico ditandatangani," ucap Niken mempersilakan Zico tanda tangan PKS.
Tanpa ragu seraya menatap Dila, Zico menandatangani PKS tersebut. Zico dan Pak Irwan bersalaman dan melakukan sesi foto bersama.
"Mohon untuk tetap diatas panggung Pak Zico dan Pak Irwan." Pinta Niken sebagai MC.
"Dengan ditandatangani PKS oleh kedua belah pihak maka pada hari ini Senin, dua belas Oktober tahun dua ribu dua puluh bahwasanya bank MBC dan rumah sakit Harapan Indah telah melakukan kerja sama. Tepuk tangan yang meriah untuk kita semua."
Para undangan bertepuk tangan atas keberhasilan kerjasama mereka.
"Kepada Ibu Fadila Elvarette selaku kepala capem cabang utama Padang untuk naik ke atas panggung untuk melakukan sesi foto bersama. Yang saya hormati para direktur rumah Sakit Harapan Bapak Anwar, Ibu Naura, Bapak Riki, Bapak Rino agar berkenan naik ke atas panggung."
Para direksi Harapan Indah naik ke atas panggung. Mereka terlihat bahagia dan senang telah selesai menandatangani PKS. Mereka tersenyum manis ketika sesi foto terjadi.
"Terima kasih Pak Zico," sapa Pak Irwan ketika selesai sesi foto telah berakhir.
"Sama-sama Pak Irwan," balas Zico sumringah.
"Pak Zico saya pamit undur diri dulu. Untuk acara gunting pita saya tidak bisa ikut karena ada rapat di kantor pusat. Dila nanti yang akan menggantikan saya menghadiri acaranya," kata Pak Irwan tak enak hati.
"Tidak apa-apa Pak. Dila saja sudah cukup," balaa Zico tersenyum manis.
Dila pun mengantarkan Pak Irwan menuju mobil.
"Selamat Dila atas kerjasamanya. Pertama universitas UIA sekarang Harapan Indah. Good luck," ucap Pak Irwan sebelum masuk mobil.
"Terima kasih Pak."
Dila kembali masuk ke dalam gedung. Zico memantau persiapan acara. Dila menghampiri Zico.
"Terima kasih atas kerja samanya Pak," ucap Dila formal.
"Sama-sama." Zico tersenyum manis.
Dila pergi keluar gedung menunggu kedatangan Bara dan rombongan. Terlihat ada kain penutup landmark nama baru rumah sakit. Satu persatu tamu undangan mulai datang. Mata Dila menangkap seseorang yang dikenalnya. Dila mengucek matanya apakah penglihatannya tidak salah? Kenapa ada Clara disini?
Dila mendekati Clara dan lebih kaget lagi ketika melihat Egi bergelayut manja di lengan Clara. Mereka seperti pasangan pengantin baru. Lengket kayak perangko dan tak mau dipisahkan.
"Clara." Dila memanggil wanita itu.
"Dila." Clara juga kaget bertemu Dila.
"Apa kabar?" Clara mendekati Dila dan cipika cipiki.
"Kabarku baik. Kamu?"
"Seperti inilah." Clara berputar dengan ceria.
"Dila," panggil Egi menautkan alisnya. Kenapa Dila dan Clara bisa saling kenal bahkan terlihat akrab.
"Kenapa kalian bisa kenal?" Egi menatap curiga.
"Lo hilang ingatan atau apa? Bukankah kalian datang berdua pada acara sangeet sepupuku Hari? Dimana kamu membongkar rahasia Bara?" Dila terlihat mencibir Egi.
"Masih mudah sudah ilang ingatan."
"Aku sudah melupakan masa laluku," balas Egi diplomatis.
"Masa lalu yang mana?" Dila menggoda Egi padahal dia sudah tahu dari suaminya jika Egi sudah straight.
"Aku tidak akan mengganggu suamimu lagi. Aku sudah melupakan masa lalu kami. Lagian aku sudah straight," jawab Egi sombong.
"Benarkah." Dila tergelak tawa seraya memukul lengan Egi bak seorang teman.
"Apakah sudah ada yang membuktikannya?" Dila menggoda seraya melirik Clara.
"Apa maksudnya?" Egi meradang, masih menganggap Dila rivalnya.
"Sayang udahlah. Dila cuma bercanda." Clara melerai Egi.
"Masa enggak bisa bedain mana yang serius apa enggak."
Egi diam dan tak marah lagi. Berusaha menetralkan perasaannya.
"Syukurlah lo mengikuti jejak Bara. Bersyukur kalian sudah kembali ke kodrat. Aku senang Gi," ucap Dila tulus.
"Apakah kamu mencintai Bara?" Tanya Egi pada akhirnya.
"Kenapa kamu menanyakan itu?"
"Karena orang seperti kami sangat butuh pendamping yang menguatkan kami dalam perjuangan ini apalagi Bara sangat mencintai kamu. Dari awal pernikahan kalian, dia sudah menaruh rasa padamu."
"Apa?" Dila menggeleng.
"Kamu magnet bagi Bara. Pertama kalinya Bara marah padaku karena mencelakai kamu waktu itu. Kamu sukses memporak-porandakan hatinya Bara hingga akhirnya dia memilihmu dan meninggalkan aku. Jangan pernah kecewakan dia. Dia sangat mencintai kamu Dila."
"Benarkah?" Dila merasa bahagia dan manja.
"Sudah sejauh mana hubungan kalian? Dila melihat Egi dan Clara bergantian.
"Sebaiknya kalian segera menikah," lanjut Dila.
"Kami belum mendapat restu dari orang tua Clara. Mereka tidak mau punya menantu mantan gay," ucap Egi dengan mimik sedih.
"Aku akan memaksa papa dan mama merestui kita." Clara mengelus punggung Egi.
"Semoga kalian direstui. Aku harap kalian bisa bersabar. Restu orang tua sangat penting untuk kelanggengan hubungan kalian. Kenapa kalian bisa ada disini?"
"Kami mengahadiri launching rumah sakit sahabatku," ujar Egi merangkul Clara mesra.
"Jangan bilang kalian kenal dengan Zico?" Dila tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya.
"Kenal dong Dila. Dia sahabat gue. Satu-satunya sahabat yang gue punya," jawab Egi bangga.
"Zico pernah membuat aku naik darah." Clara tertawa cekikikan.
"Hai bro apa kabar?" Sapa Zico menyapa Egi ramah.
"Hai bro." Egi memeluk Zico dan mereka tertawa lepas.
"Gue senang lo datang. Bawa pasangan lagi." Zico meledek seraya menatap Clara.