Jodoh Tak Pernah Salah

Part 349 ~ Launching Rumah Sakit (2)



Part 349 ~ Launching Rumah Sakit (2)

2"Tentu dong bro. Sia-sia aja gue terapi kalo masih gandeng cowok," ucap Egi terkekeh.     

"Berhasil juga terapi lo Gi."     

"Alhamdulilah berhasil. Malah satu kali terapi udah memberikan hasil yang maksimal."     

"Lo terapi dimana Egi?" Tanya Dila penasaran.     

"Sebuah tempat di Jakarta Timur," jawab Egi.     

"Gue bahagia akhirnya lo enggak jadi pelakor lagi dalam rumah tangga gue." Dila terkikik seraya menutup mulutnya.     

Zico shock tak dapat menyembunyikan rasa kaget mendengar penuturan Dila. Zico diliputi rasa penasaran. Jika Dila mengatakan Egi adalah pelakor dalam rumah tangganya, berarti selama ini kekasih Egi adalah Bara. Mata Zico membelalak tajam.     

Bara adalah mantan kekasih Egi. Hati Zico kelu dan pilu. Ternyata dunia ini sempit dan hanya selebar daun kelor. Bara dan Egi dulunya sepasang kekasih gay.     

Fakta ini sangat mencengangkan baginya. Zico hampir saja jatuh jika tidak dipegang oleh Egi.     

"Apa yang terjadi sama lo bro?" Egi menopang tubuh Zico.     

Pria itu hanya menatap Egi. Tak memberikan jawaban atas pertanyaan Egi. Kening Egi berlipat tiga menebak apa yang sedang dipikirkan oleh Zico.     

"Ada apa sebenarnya bro? Apa yang lo sembunyikan?" Tanya Egi to the point.     

"Nanti kita bicara," jawab Zico terbata-bata.     

"Acara akan segera dimulai."     

Rombongan walikota datang ke acara pelantikan. Para ajudan mengatur akses jalan untuk walikota Padang.     

"Walikota sudah datang. Aku akan menyapa terlebih dahulu." Zico meninggalkan ketiganya.     

"Sepertinya Zico menyembunyikan sesuatu." Egi sibuk dengan pikirannya.     

"Nanti saja pikirkan." Clara menyanggah. "Lebih baik kita duduk."     

"Acara akan dimulai tapi kenapa suamiku belum datang?" Dila memendarkan pandangan.     

Dila tersenyum melihat Bara dan Dian jalan bersamaan. Clara dan Egi juga melihat Bara dan Dian.     

Ada sedikit nyeri dan kelu di hati Egi. Menyesalkan kenapa dulu dia dan Bara bisa memiliki hubungan yang terlarang. Egi malu pada dirinya sendiri karena telah melakukan perbuatan zina selama ini dengan Bara.     

Bara memicingkan mata ketika melihat Dila bersama Egi dan Clara. Apa hubungan mereka sampai diundang dalam acara launching Rumah Sakit milik Zico?     

Sejuta tanya menghinggapi Bara. Dia masih menebak-nebak. Apa hubungan keduanya dengan Zico? Apakah Zico rekan bisnis dari Clara atau rekan bisnis Egi?     

Bara tersenyum hangat melihat Egi. Akhirnya pria itu kembali ke kodratnya. Kini mereka bukan gay lagi. Mereka sudah menjadi pria normal. Bara sangat bangga mantan kekasihnya itu juga ikutan berubah menjadi laki-laki straight.     

Tanpa sungkan Bara menyusul mereka bertiga dan mulai menyapa Egi. "Bagaimana kabarmu Gi, Clara?" Sapa Bara ramah.     

Sementara itu Dian celingak-celinguk memerhatikan penembak jitu yang ia bayar untuk menghabisi Zico. Dian tak memperdulikan Egi mau pun Clara. Wanita itu pergi tanpa pamit.     

"Aku baik Bara. Kabarmu bagaimana?" Balas Egi tak kalah ramah.     

"Aku juga baik dan bahagia. Memiliki istri sebaik dan secantik tidak mungkin tidak bahagia," ujar Bara merangkul Dila dan modus pada istrinya.     

Dila menepuk lengan Bara.     

"Sayang malu ah sama Egi ngomong kayak gitu." Dila membenamkan kepalanya di dada Bara.     

"Gapapa kok. Egi bakalan ngerti. Iya kan Gi?" Bara meminta dukungan.     

"Gaya lu Dil sok-sok malu. Dibelakang lu bikin malu," kata Egi meledek setelah itu tertawa mencibir.     

"Lo nggak pernah berubah ya. Selalu nyindir gue dan mulut setajam silet," balas Dila menohok.     

"Ember....Kayaknya gue cocok menggantikan Feni Rose," sarkas Egi pada Dila.     

"Gi. Aku dengar jika kamu melakukan hipnoterapi untuk kembali straight. Bagaimana terapimu Gi? Apakah berhasil?" Tanya Bara perhatian.     

"Aku bahagia jika kamu bisa berubah straight. Aku bangga." Bara menepuk pundak Egi layaknya seorang sahabat.     

"Berhasil. Bara bisakah kita menjadi seorang sahabat dan teman? Melupakan kenangan buruk di masa lalu?" Tanya Egi berharap.     

"Bagaimana sayang? Aku tergantung ibu negara." Bara melirik Dila.     

"Tentu boleh sayang asalkan kalian tidak seperti dulu lagi." Dila tertawa.     

"Jangan marah aku hanya bercanda." Dila memberikan klarifikasi karena Egi menatapnya sinis.     

Sementara itu Bara melirik tajam Zico. Pria itu dan walikota sedang berbincang. Terlihat sekali mereka berdua sangat akrab. Bara pun tidak enak hati karena ada walikota. Dia pun datang kesana menghampiri walikota.     

" Dila, Egi, Clara aku tinggal dulu ya," kata Bara berpamitan pada ketiganya.     

"Pak walikota," sapa Bara ramah memberikan senyum terbaiknya.     

"Eh ada Pak ketua Aldebaran," sapa walikota tak kalah ramah.     

"Bagaimana kabarnya sehat?" Tanya walikota basa basi.     

Tubuh Zico mengigil, gemetar dan nafasnya sesak melihat Bara ada di depan matanya. Suasana mendadak panas dan mencekam bagi Zico. Dia tahu jika Bara sengaja memperlihatkan batang hidungnya. Zico gugup bertemu dengan Bara. Rasanya lebih gugup daripada bertemu Dian.     

Zico menyadari kesalahannya, karena perbuatannya laki-laki yang sekarang menjabat sebagai ketua DPRD Sumbar menjadi lelaki menyimpang walau sudah bertaubat. Jantung Zico terasa diremas dan sesak mengingat fakta itu.     

Sementara itu Dila memperhatikan Bara dan Zico dengan perasaan takut dan khawatir. Dua mantan musuh abadi bertemu setelah lima belas tahun.     

Zico dan Bara bertingkah seolah-olah tidak mengenal satu sama lain. Didepan walikota Bara pun berakting menunjukkan keramahannya kepada Zico. Walaupun di dalam hatinya tersimpan rasa dendam yang membara, namun janjinya pada Dila dan juga Alvin membuatnya mengurungkan niat untuk balas dendam.     

Namanya benci Bara tak bisa menghilangkannya begitu saja. Laki-laki inilah yang harus bertanggung jawab atas semua penderitaan yang dialami selama lima belas tahun ini. Andai dia tidak diculik, andai Zico tidak memperkosa Dian, andai Zico tidak melecehkannya mungkin nasib mereka tidak akan berakhir buruk.     

Mata Bara menyiratkan permusuhan yang begitu dalam. Zico bisa melihat kebencian dan rasa dendam dari mata Bara.     

"Pak walikota, Pak Bara silakan kedepan. Acara akan segera dimulai," ujar Zico menunjukkan tempat duduk mereka.     

Dila gemetar melihat suaminya dan Zico bicara. Nafasnya menjadi tak beraturan dan dadanya merasa sesak. Dila takut Bara tidak mendengarkan ucapannya dan melakukan sesuatu untuk menghabisi Zico.     

Mata Dila memerah seperti orang yang habis menangis dan wajahnya pucat.     

"Kenapa lo Dil? Ada yang aneh?" Tanya Egi yang memperhatikan Dila sejak tadi.     

"Hanya khawatir tidak ada apa-apa." Dila mengelak.     

" Jika tidak ada kenapa lo khawatir gitu? Gue dari tadi lihat sorot mata lo tajam ke Bara dan Zico. Ada apa dengan mereka berdua?"     

" Jangan sok tahu lo," balas Dila ketus.     

"Bukannya sok tahu tapi lo bikin gue curiga deh. Apa sih sebenarnya lo khawatirkan? Gue juga penasaran kenapa Zico dan lo bisa kenal?"     

"Gue dan Zico bisa kenal karena ada urusan kerja. Bank MBC baru saja bekerja sama teken kontrak kerjasama dengan Rumah Sakit Harapan. Puas?" Jawab Dila memajukan bibirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.